Fantastis, panti jompo ini dibikin mirip desa!
Merdeka.com - Jika dilihat dari luar, desa kecil ini memang tampak normal. Namun, siapa sangka jika 152 orang yang hidup di sana ternyata seluruhnya menderita demensia. Demensia adalah kondisi yang menjelaskan penurunan fungsional yang dipicu oleh kelainan pada otak.
Desa unik ini terletak di pinggiran kota Weesp, Belanda. Penduduk Hogewey menjalani hidup seperti orang pada umumnya. Mereka makan, tidur, berjalan-jalan di sekitar desa, mengunjungi toko-toko dan restoran di sekitar rumah mereka. Mungkin awalnya tidak ada yang tahu bahwa mereka semua menderita kondisi yang sama.
-
Siapa yang rentan mengalami demensia? Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada American Journal of Public Health mengungkap bahwa wanita lanjut usia yang memiliki jaringan sosial luas, cenderung memiliki risiko demensia dan masalah kognitif yang lebih rendah.
-
Siapa yang berisiko terkena Demensia? Kasus demensia alzheimer pada orang muda umumnya terkait dengan faktor genetik karena orang tua yang mengidap demensia juga bisa menurunkan penyakit tersebut pada anaknya.
-
Apa itu Demensia? Demensia adalah gangguan kognitif yang memengaruhi ingatan, pemikiran, dan kemampuan pengambilan keputusan individu.
-
Siapa yang berisiko terkena demensia? Demensia, suatu kondisi yang mengakibatkan kehilangan ingatan, bahasa, kemampuan memecahkan masalah, dan keterampilan kognitif lainnya, sering kali dipicu oleh penyakit Alzheimer dan umumnya memengaruhi individu yang berusia 65 tahun ke atas.
-
Apa itu demensia? Demensia, termasuk Alzheimer, adalah penyakit yang tidak hanya mempengaruhi penderitanya, tetapi juga membawa dampak signifikan bagi keluarga, komunitas, dan sistem kesehatan.
Maket desa demensia/Photo byVivium Zorggroep
Disebut sebagai Desa Demensia, Hogewey sebenarnya adalah sebuah panti jompo. Tempat ini dibangun untuk membuat penghuninya merasa bahwa mereka sedang menjalani kehidupan normal. Seratus lima puluh dua pasien yang hidup di sini bahkan tidak tahu bahwa desa mereka adalah sebuah panti jompo, dan tempat tinggal mereka terus dipantau selama 24 jam.
Di desa ini, mereka juga tidak tinggal sendirian di dalam satu rumah, dan tidak ada lorong atau koridor panjang. Sebaliknya, mereka hidup dalam kelompok - enam sampai tujuh - di dalam satu rumah dengan didampingi satu atau dua pengasuh. Rumah-rumah di Hogewey juga dilengkapi dengan memorabilia jangka pendek mereka ketika kenangan mereka berhenti berfungsi dengan baik - dari sekitar tahun 1950-an, 1970-an, dan 2000-an.
Photo byVivium Zorggroep
Penghuni Hogewey juga diperbolehkan untuk berkeliaran di sekeliling kota, karena pengasuh mereka telah ditempatkan di seluruh pelosok desa. Jumlah pengasuh di desa ini 250 pekerja penuh waktu dan paruh waktu, dan spesialis geriatri yang mengembara di seluruh pelosok desa sebagai kasir, pengunjung toko, pegawai kantor pos dan masih banyak lagi.
Namun, semua pasien Hogewey tidak akan pernah bisa meninggalkan tempat itu. Bahkan jika salah satu dari mereka secara kebetulan mendekati pintu keluar, staf Hogewey akan memberitahu mereka dengan sopan bahwa pintu itu terkunci dan kemudian membimbing merek menuju jalan lain.
Keluarga pasien lebih memilih menaruh mereka di sana karena biaya perawatan akan jauh lebih murah, ketimbang jika mereka dirawat di rumah. Theo Visser menempatkan istrinya, Corrie, di sana karena menurutnya lingkungan di Hogewey sangat sempurna untuk kondisi istrinya.
Hampir setiap hari, Theo menempuh perjalanan sejauh 10 mil untuk mengunjungi Corrie, 80. Meski Corrie tidak bisa mengingat segala hal tentangnya, Theo dan Corrie selalu menghabiskan waktu dengan duduk bersama selama berjam-jam, berpegangan tangan, dan saling memandang penuh kasih.
Yvonne van Amerongen, salah satu pendiri Hogewey, mengatakan bahwa dia mendirikan desa ini untuk alasan yang sangat pribadi. Dia datang dengan ide ini ketika dia bekerja di sebuah panti jompo. Ketika itu, ibunya meneleponnya dan mengatakan bahwa ayahnya meninggal tiba-tiba.
"Saat itu, saya berterima kasih kepada Tuhan karena ayah saya tidak pernah berada di sebuah panti jompo. Karena saya bekerja di sebuah panti jompo, saya tidak pernah ingin ayah tinggal di sana," terang Yvonne.
Maka, dia mengajak rekan-rekannya untuk membahas hal tersebut pada tahun 1992. Mereka membahas tentang bagaimana mereka bisa mengubah sebuah panti jompo menjadi lingkungan yang lebih layak huni. Mereka akhirnya menciptakan sebuah kompleks di lahan 1,5 hektar pada tahun 2009, dengan 23 unit rumah.
Tujuan Yvonne dkk adalah untuk memberikan penderita demensia kehidupan yang paling normal. Namun, pembangunan Hogewey sempat dikritik karena mereka yang tinggal di sana dianggap ditipu. Namun Yvonne mengabaikan tuduhan itu dan tetap menjalankan panti jomponya. Biaya perawatan di panti ini sekitar USD 8.000 (sekitar Rp 98,7 juta) per bulan. Namun, pemerintah juga ikut mensubsidi biaya tersebut, sehingga biayanya menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
(mdk/des)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Potret Griya Lansia di Malang yang penuh dengan ratusan lansia ini viral, bikin warganet sedih.
Baca SelengkapnyaMeski berada di tepi jurang, namun perkampungan tersebut padat penduduk.
Baca SelengkapnyaBerikut ini potret kampung mati di Jakarta Timur yang pernah dipakai pengungsian warga negara Vietnam dan bekas panti jompo.
Baca SelengkapnyaSebanyak 12 Jemaah Lansia Alami Demensia, Kini Dirawat di KKHI Mekkah
Baca SelengkapnyaMayoritas warga di sana bekerja sebagai petani kopi yang dibayar Rp25 ribu per setengah hari.
Baca SelengkapnyaKampung ini cukup indah, dengan beberapa gua yang eksotis.
Baca SelengkapnyaTerlihat rumah-rumah di Kampung Popok cukup sederhana dengan nuansa Jawa.
Baca SelengkapnyaDriver ojol ini buat panti lansia di rumahnya dan penuhi semua kebutuhan lansia, bikin salut.
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaPenilaian yang paling menonjol adalah pada pengelolaan BUMDes pada kedua desa wisata itu.
Baca SelengkapnyaSebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?
Baca SelengkapnyaKepala Desa Ponggok Junaedi Mulyono berhasil mengubah kawasan ini menjadi desa wisata.
Baca Selengkapnya