Kisah petani China belajar hukum demi tuntut pabrik pencemar lahan
Merdeka.com - Wang Enlin, seorang petani dari desa Yushutun, Provinsi Heilongjiang menjadi sorotan di China sejak tahun 2015 lalu. Bahkan disebut-sebut sebagai pahlawan baru bagi rakyat kecil. Pasalnya pria 60 tahun ini memiliki kegigihan luar biasa untuk memperjuangkan hak kaumnya, walaupun perjuangan itu menuntutnya untuk belajar hukum selama belasan tahun.
Wang hanya pernah mengenyam pendidikan formal selama 3 tahun. Tetapi pria ini ngotot mempelajari ilmu hukum secara otodidak. Tujuannya adalah menuntut perusahaan bahan kimia yang telah mencemari lahan miliknya dan para tetangga. Cara yang ditempuhnya mudah saja. Dia meminta izin para pengelola toko buku setempat untuk membaca berbagai literatur hukum yang bisa dia temukan.
-
Bagaimana petani milenial ini belajar bertani? Dalam bertani pepaya, Aksin belajar secara autodidak. Ia belajar dari para peternak pepaya lain. Tak hanya ilmu yang didapat, ia juga mendapat banyak motivasi dari para mentornya.
-
Siapa yang menginspirasi petani muda ini? Dyra mengatakan, mereka berjualan petai karena terinspirasi dari orang tua.
-
Di mana Lihun belajar bertani? Ia kemudian belajar dari orang-orang yang lebih tua bagaimana cara bertani dengan baik dan benar.
-
Apa yang dibuat ilmuwan China? Albert Einstein pernah berbicara tentang penggunaan mesin udara untuk menciptakan kendaraan yang lebih besar dan lebih cepat. Hal itu ternyata menjadi pemicu ilmuwan China untuk membuatnya. Namun dimodifikasi sedemikian rupa. Malah secara tidak langsung negara itu 'berani' mematahkan pendapat Einstein.
-
Mengapa China membuka jurusan Ilmu dan Teknik Kopi? 'Ini adalah jurusan pertama di negara ini yang menawarkan pelatihan bakat profesional bagi para sarjana kopi,' jelas Universitas Pertanian Yunnan.
-
Apa yang ditemukan oleh petani tersebut? Artefak yang dia temukan berupa batu besar berbentuk agak bulat dan ada tiga retakan terlihat di batu itu sehingga membuat benda itu mirip jamur.
Wang Enlin. © QQ.com
Jika ada materi yang sekiranya berguna, Wang akan menyalinnya dengan tangan. Jika ada sumber bacaan berbahasa asing, Wang akan meminjam kamus untuk menerjemahkannya. Sebagai ucapan terima kasih kepada si penjaga toko, dia selalu membawa sekantong jagung. Sedikit demi sedikit, Wang mulai menguasai serba-serbi hukum dan memahami bukti seperti apa yang harus mereka berikan untuk mengajukan tuntutan kepada Qihua Group, perusahaan milik pemerintah yang mencemari desanya.
Desa tempat tinggal Wang Enlin. © QQ.com
Desa tempat tinggal Wang Enlin. © QQ.com
Semuanya dimulai pada hari raya Imlek tahun 2001. Desa Wang diterjang banjir yang bercampur dengan limbah berbahaya. Limbah berasal dari saluran pembuangan dari Qihua Group, sebuah perusahaan milik negara. Wang mengajukan keluhan tertulis pada Biro Sumber Daya Tanah Qiqihar. Namun mereka menolak menindaklanjuti selama Wang tak bisa memberikan bukti. Reaksi yang sama didapatnya dari instansi-instansi lain.
"Saya tahu saya berada di pihak yang benar, tetapi saya tidak tahu undang-undang apa yang telah mereka langgar atau ada tidaknya bukti," tutur Wang seperti dikutip SCMP.
Wang dan para tetangga ingin menyewa pengacara. Tetapi menyediakan semangkuk nasi di atas meja setiap hari saja sudah menyulitkan bagi mereka. Tak ingin menyerah, Wang pun memutuskan untuk belajar ilmu hukum.
Wang Enlin dan para tetangga yang mengajukan tuntutan. © QQ.comButuh belasan tahun memang, tetapi Wang dan para tetangganya benar-benar maju ke pengadilan. Dengan bantuan lembaga hukum independen yang berkonsentrasi pada kasus-kasus pencemaran lingkungan, tuntutan penduduk desa Yushutun akhirnya bisa diproses pada tahun 2015 lalu. Jerih payah mereka membuahkan hasil. Hakim memerintahkan perusahaan membayar ganti rugi sejumlah 820,000 yuan kepada warga dan membersihkan limbah yang sudah mencemari desa.
Wang Enlin dan para tetangganya telah mengajukan tuntutan baru, kali ini tentang pencemaran danau di dekat desa mereka. Qihua Grup telah mengajukan banding, namun Wang yakin bahwa dirinya dan 55 keluarga di Yushutun akan memenangkan gugatan. Kita tunggu saja kabar selanjutnya dari para petani gigih ini.
(mdk/tsr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bermodal belajar dari inernet, pria ini buktikan kesuksesan jadi petani cabai.
Baca SelengkapnyaWalaupun warga asli Sukomakmur, namun Lihun merasakan betul bagaimana sulitnya merintis pekerjaan sebagai petani.
Baca SelengkapnyaSetelah lulus SMA, Aji Saputra bingung mau melakukan apa. Akhirnya ia belajar pertanian dengan petani di desanya, kemudian memulai usaha pengolahan pupuk.
Baca SelengkapnyaZhang Xinyang, 28 tahun, adalah pemuda berprestasi asal China yang mencapai prestasi luar biasa dengan masuk universitas pada usia 10 tahun.
Baca SelengkapnyaPerjalanan hidup Zhang adalah bukti nyata kekuatan tekad dan kerja keras yang mampu mengubah nasib seseorang.
Baca SelengkapnyaRagawi, pria asal Sleman, rela keluar dari dunia pendidikan untuk menjalankan usahanya sebagai seorang peternak ayam.
Baca SelengkapnyaJualan baju sambil berkuliah, Yan akhirnya berhasil meraih cita-cita menjadi seorang PNS yang bekerja di kejaksaan.
Baca SelengkapnyaSaat ditugaskan menjual minuman anggur pada kapal pesiar tempatnya bekerja, hatinya menolak. Ia memilih resign dan kemudian membuka bisnis kebun buah.
Baca SelengkapnyaBekas buruh pabrik plastik yang sukses merangkak menjadi orang terkaya di Hongkong.
Baca SelengkapnyaGanjar mengaku pernah menjalani profesi sebagai kernet dan berjualan bensin eceran.
Baca SelengkapnyaDi China, siswa diajarkan menghargai perjuangan orang tua mencari uang lewat video.
Baca SelengkapnyaSandjoko menjadi pegawai BUMN selama 33 tahun. Setelah pensiun, ia memutuskan untuk jadi petani di kampungnya.
Baca Selengkapnya