Kisah salaryman, pekerja keras yang rela mati di Jepang
Merdeka.com - Mungkin Anda sering berpikir, bekerja di Jepang tampaknya menggiurkan. Selain gajinya tinggi, bekerja di lingkungan yang serba canggih seolah akan membuat hidup Anda tampak sempurna. Namun apa yang Anda pikirkan mungkin akan berubah jika mendengar kisah salaryman.
Salaryman, merupakan sebutan bagi seseorang di Jepang yang pendapatannya berbasis gaji. Salaryman ini biasa ditemukan di perusahaan korporasi. Mereka bergaji rendah, padahal bekerja setengah mati, tanpa uang lembur, dan tanpa kepastian kenaikan pangkat meski telah bekerja puluhan tahun.
Sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat orang Jepang terpaksa harus bertahan untuk menjadi salaryman, terutama lulusan baru yang terus dikejar-kejar masalah finansial. Maklum, biaya hidup di Jepang memang terbilang ekstrem, semua serba mahal.
-
Apa itu gaji telat? 'Gaji telat itu ibarat kentut di tempat umum, bikin nggak nyaman tapi harus diterima.'
-
Siapa yang paling merasakan gaji telat? 'Sesibuk apa pun wanita, dia tak akan pernah lupa kapan suaminya gajian.'
-
Siapa yang mengalami penurunan gaji? Laporan tersebut menganalisis data dari lebih dari 10.000 karyawan startup dan melibatkan wawancara dengan 183 pemimpin serta pendiri startup di Indonesia, Singapura, Vietnam, dan Taiwan.
-
Kenapa gaji guru di Indonesia rendah? Pertimbangannya, pendapatan yang dianggap tidak cukup mensejahterakan kehidupan.
-
Gimana rasanya gaji telat? 'Gaji telat bikin aku rajin berdoa, semoga cepat cair dan bisa makan enak.'
-
Siapa yang kesulitan mendapatkan pekerjaan? Indira adalah bagian dari kelompok generasi terbesar di Indonesia, Generasi Z, yang mencakup lebih dari 74 juta orang, atau 27,9 persen dari populasi Indonesia, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012.
Kaum pekerja keras kelas menengah ke bawah yang hidupnya serba pas-pasan adalah jenis salaryman di Jepang. Mereka terus mempertahankan pekerjaannya, lembur siang dan malam, bahkan sampai rela mati.
Istilah rela mati tersebut dalam Jepang disebut karoshi (death from overwork). Seperti yang dilaporkan situs Facts and Details, karoshi bisa disebabkan karena kecelakaan di tempat kerja, kematian karena terlalu lelah, atau bahkan bunuh diri akibat tidak tahan menghadapi tekanan di tempat kerja.
Salah satu kasus karoshi yang cukup fenomenal adalah Kenichi Uchino yang pingsan dan kemudian meninggal ketika bekerja. Kejadian tersebut dikarenakan Uchino yang bekerja lembur 80 jam setiap bulan tanpa gaji tambahan. Padahal pria tersebut tergolong masih muda, usianya baru 30 tahun.
Menurut situs canada.com, salaryman memang sering mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi keuntungan perusahaan. Ironisnya, pihak perusahaan seolah tidak menghargai kerja keras mereka.
Kasus Uchino tersebut merupakan diduga karena kelelahan bekerja. Bayangkan saja, rata-rata salaryman memang hanya tidur empat jam saja dalam sehari.
Salah seorang warga Jepang Takashi, menuturkan jadwal sehari-harinya sebagai salaryman melalui blog miliknya, seperti yang dikutip dari situs Seek Japan.
Setiap pagi, Takashi bangun jam setengah enam pagi. Satu jam kemudian, ia mulai naik kereta untuk ke kantor. Perjalanan memakan waktu cukup lama, sekitar 1,5 jam. Sehingga Takashi baru sampai di kantor jam delapan pagi.
Takashi selesai bekerja pukul sembilan malam. Meskipun begitu, ia selalu menyempatkan diri untuk mengikuti pesta alkohol. Pesta minum-minum ini biasanya dilakukan karena tuntutan atasan atau teman-teman kerja yang lain. Pesta tersebut berakhir sampai tengah malam. Takashi kemudian pulang melalui kereta lagi, lantas sampai di rumah jam setengah dua.
Bisa dibayangkan, apabila salaryman setiap hari melakukan rutinitas serupa, dari hari Senin sampai Sabtu, betapa lelahnya mereka. Belum lagi dihitung jadwal lembur yang tidak bisa diduga.
Kelelahan karena bekerja ini pun membuat para salaryman sering tertidur selama perjalanan berangkat atau pulang dari bekerja ketika di kereta. Mereka akan terus melakukan gaya hidup yang berat seperti itu hanya demi menyambung hidup.
Kini Anda mungkin bisa bernapas lebih lega dan banyak bersyukur, betapa pekerjaan Anda jauh lebih ringan daripada salaryman di Jepang. Tidak selamanya rumput tetangga selalu tampak lebih hijau bukan? (mdk/riz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Awalnya, ia ingin menyerah dan pulang ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaKeluh kesah pria eks TKI Jepang yang kini rela bekerja di kampung halaman sebagai tukang bangunan.
Baca SelengkapnyaPria ini tinggal di asrama perusahaan dan menggunakan perabotan bekas. Tidak itu saja, dia juga membatasi makannya dengan seirit mungkin.
Baca SelengkapnyaJumlah pekerja di Jepang telah mencapai titik jenuh di sekitar 68 juta.
Baca SelengkapnyaMereka tidak mendapat fasilitas kehidupan yang layak oleh serdadu Jepang. Banyak dari mereka yang mati tersiksa.
Baca SelengkapnyaAji mengatakan, sudah 12 tahun hakim diabaikan negara.
Baca SelengkapnyaSehari-hari, mereka bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan harian kecil kadang tak dapat sama sekali
Baca SelengkapnyaPenolakan atas kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara masif dilakukan di berbagai tempat.
Baca SelengkapnyaRohmana, seorang pria asal Sumedang menceritakan pengalaman ketika dirinya bekerja di Malaysia.
Baca SelengkapnyaPria berusia 30 tahun meninggal karena gagal organ setelah 104 hari kerja berturut-turut dengan hanya satu hari istirahat.
Baca SelengkapnyaPara lulusan universitas di Jepang tidak yakin punya harapan gaji mereka sesuai dengan kebutuhan.
Baca SelengkapnyaMereka disebut tidak puas dengan gaji dan pekerjaannya, sehingga memutuskan untuk menawarkan diri menjadi hacker sebagai pekerjaan sampingan.
Baca Selengkapnya