Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Susahnya jadi guru perbatasan, ngajar di kebun dan sepi murid

Susahnya jadi guru perbatasan, ngajar di kebun dan sepi murid Anak-anak Indonesia di Kinabalu. ©Weny Nilasari

Merdeka.com - Weny Nilasari cuma satu dari segelintir guru yang merasakan susahnya mengajar di perbatasan. Sebenarnya kurang tepat menyebut tempat perempuan berhijab asal Malang ini mengabdi sebagai perbatasan. Daerah tempat Weny mengajar sudah masuk ke wilayah Kinabalu, Malaysia. Di sana dia mengajar anak-anak para buruh perkebunan sawit asal Indonesia.

Namun upayanya untuk menyampaikan ilmu pada anak-anak Indonesia pun tak mudah. Pasalnya tempat dinas Weny jauh dari kota. Tak ada kantor guru yang nyaman. Bahkan ruang kelas tempat mengajar pun tak bisa disebut memadai. Kalau guru-guru di perkotaan Indonesia saja harus susah payah mendidik murid, Weny dan kawan-kawan senasib di perbatasan harus banting tulang lebih keras lagi.

Sebenarnya Weny adalah seorang sarjana pertanian, sama sekali tak ada latar pendidikan guru. Pengalamannya mengajar pun cuma sebatas menjadi guru les. Tetapi Weny berhasil lolos seleksi untuk mengikuti program mengajar di daerah-daerah perbatasan.

Orang lain juga bertanya?

anak anak indonesia di kinabalu

Weny sedang mengajar murid-muridnya di kelas. ©Weny Nilasari

Berikut ini sekelumit suka-duka mengajar di pedalaman Kinabalu yang dia sampaikan pada Merdeka.com.

Lumayan, cuma 6 jam perjalanan

Weny menganggap nasibnya sebagai guru di Kinabalu cukup lumayan. Dia masih kebagian rumah dinas dari salah satu perusahaan. Jarak yang harus ditempuh dari rumah ke tempat anak didik berkumpul pun baginya masih cukup dekat, hanya 6 jam perjalanan.

Persyaratan yang dia ajukan yaitu tempat untuk mengajar pun dipenuhi oleh perusahaan. Meskipun kadang hanya ruang kelas bobrok, gubuk, atau malah tenda. Selain itu dia masih harus mendatangi lokasi yang berbeda-beda setiap mengajar. Maklum, anak didiknya yang total berjumlah 78 orang itu belajar di sekolah milik perusahaan perkebunan yang berbeda-beda.

Setiap perusahaan perkebunan di Kinabalu wajib mendirikan sekolah sebagai bentuk CSR (Corporate Social Responsibility). Pada usia 0-5 tahun, setiap anak wajib ditempatkan di kandang budak (tempat penitipan anak) selagi para orang tua bekerja. Setelah itu mereka wajib mengikuti pendidikan humana yang terdiri dari tadika (TK) dan darjah (SD).

Dulunya anak-anak TKI ini masih diperbolehkan menempuh pendidikan di sekolah kerajaan. Namun kebijakan baru melarang mereka bersekolah bersama anak-anak Malaysia. Jadi untuk pendidikan mereka harus bergantung pada sekolah perusahaan yang biasanya juga disokong oleh yayasan nirlaba.

Menurut Weny, banyak rekan-rekannya yang lebih susah. Terutama guru-guru lelaki yang benar-benar ditempatkan di perbatasan. Mereka harus menempuh medan yang jauh lebih berat untuk menemui anak didik. Menempuh jarak sejauh 24 km setiap hari pun bukan tak mungkin.

"Ada teman saya yang mengajar di tempat yang lebih pelosok," tuturnya. "Sekolahnya benar-benar terbuka, karena memang semuanya terbuka, baik bangunan maupun penerimaan siswanya. Jadi tempat mengajarnya itu berupa tenda, dan muridnya ada sekitar 100 anak."

"Gurunya cuma ada dua orang. Kalau cuaca lagi buruk, mereka semua menyempit ke tengah tenda. Pernah suatu hari, ketika cuaca lagi buruk karena ada angin kencang, atap tenda diterbangkan angin."

Tak ada ruangan, kebun dan rumah guru pun jadi kelas dadakan

Mengajar dengan sumber daya seadanya membuat Weny dan kawan-kawan harus kreatif. Karena umumnya ruang tempat belajar mengajar yang disediakan tiap perusahaan hanya satu, tiga kelas yang berbeda tingkatan harus belajar bersama.

Untungnya para guru ini sudah dibekali metode khusus untuk mengajar beberapa kelas sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Biasanya dia menyiapkan materi yang sama, lalu memberikan pertanyaan dengan tingkat kesulitan yang berbeda untuk masing-masing kelas.

anak anak indonesia di kinabalu

Anak-anak buruh sawit di Kinabalu sedang belajar di kelas. ©Weny Nilasari

Tak jarang Weny dan kawan-kawan harus mengajar di tengah kebun, di dalam tenda yang dibuat dengan bahan seadanya. Jika ruang kelas tak ada, halaman atau teras rumah dinas guru pun beralih fungsi jadi kelas darurat.

Dari 10 murid, protol jadi tinggal 2

Di samping fasilitas seadanya, yang menjadi kesulitan terbesar bagi Weny untuk mengabdi justru berasal dari murid-muridnya sendiri.

Dari sekian banyak anak TKI di Sabah, mungkin yang menempuh pendidikan tak sampai ratusan. Murid-murid Weny sendiri tak sampai 100 orang. Anak-anak di sini umumnya memiliki minat belajar yang tergolong rendah. Sejak awal orang tua kurang menanamkan pentingnya pendidikan kepada anak-anak. Tak sedikit yang memutuskan agar anaknya ikut membantu di perkebunan selepas darjah.

Anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke sekolah CLC (Community Learning Center), sekolah lanjutan yang dinaungi oleh pemerintah Indonesia pun biasanya tak banyak. Sebagian besar memilih mundur di tengah jalan.

"Kebanyakan yang masuk CLC beranggapan bahwa sekolah di CLC itu susah, dan mereka juga banyak yang protol. Jadi misalkan dalam satu perusahaan ada 10 anak CLC, nanti lama-lama itu protol jadi tinggal 2, selalu setiap tahun seperti itu."

Belum lagi kendala bahasa yang membuat komunikasi antara guru dan murid semakin sulit. Maklum, anak-anak ini lebih akrab dengan bahasa melayu.

Tetapi kesulitan-kesulitan itu tak lantas membuat para guru Indonesia patah arang. Mereka mengusahakan berbagai cara agar murid yang masih gigih belajar ini tetap semangat, kalau perlu sampai mendapatkan beasiswa dari pemerintah.

anak anak indonesia di kinabalu

Salah satu murid Weny sedang membaca di depan kelas ©Weny Nilasari

Pada kenyataannya sejumlah murid memang berhasil menunjukkan prestasi gemilang. Bahkan ada yang mendapat beasiswa untuk meneruskan SMA dan kuliah di Indonesia.

(mdk/tsr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Penerimaan Siswa Baru, SD Negeri di Kota Padang Hanya Dapat Dua Murid
Penerimaan Siswa Baru, SD Negeri di Kota Padang Hanya Dapat Dua Murid

SD Negeri 23 Lolong di Kota Padangkekurangan peserta didik. Sekolah itu hanya mendapatkan 2 siswa baru.

Baca Selengkapnya
Potret Miris, Murid SD Terpaksa Berbagi Tempat Belajar dengan Ruang Guru Kerena Gedung Kelasnya Ambruk
Potret Miris, Murid SD Terpaksa Berbagi Tempat Belajar dengan Ruang Guru Kerena Gedung Kelasnya Ambruk

Diduga, gedung ambruk karena usia bangunan yang sudah tua.

Baca Selengkapnya
Guru Ini Bagikan Pengalamannya Mengajar di Pedalaman Sulawesi Utara, Awalnya Khawatir Kini Senang
Guru Ini Bagikan Pengalamannya Mengajar di Pedalaman Sulawesi Utara, Awalnya Khawatir Kini Senang

Awalnya, ia merasa tugas ini berat karena perjalanan yang melelahkan dan fasilitas yang terbatas, namun kenyataannya berbeda dari yang dibayangkannya.

Baca Selengkapnya
Viral Perjuangan Guru Mengajar di Sekolah Terpencil, Berangkat Lewati Jalan Berlumpur
Viral Perjuangan Guru Mengajar di Sekolah Terpencil, Berangkat Lewati Jalan Berlumpur

Perjuangan guru yang mengajar di sekolah terpencil ini viral di tiktok, berangkat lewati jalan berlumpur hingga muara.

Baca Selengkapnya
FOTO: Potret Miris Murid SDN Cidokom 02 di Rumpin Bogor Belajar di Ruangan Musola yang Sempit
FOTO: Potret Miris Murid SDN Cidokom 02 di Rumpin Bogor Belajar di Ruangan Musola yang Sempit

Kegiatan belajar mengajar (KBM) tanpa meja kursi di sekolah itu sudah berlangsung lebih dari dua tahun.

Baca Selengkapnya
FOTO: Potret Guru di Palembang Kembali Mengajar Secara Online Gara-Gara Kabut Asap Karhutla
FOTO: Potret Guru di Palembang Kembali Mengajar Secara Online Gara-Gara Kabut Asap Karhutla

Guru dan murid sekolah di Palembang harus kembali menjalani pembelajaran jarak jauh gara-gara kabut asap karhutla yang tak kunjung teratasi.

Baca Selengkapnya
Ibu-ibu Ini Bertemu Sosok Gurunya saat SD Mengamen di Terminal, Momen Perjumpaannya Bikin Haru
Ibu-ibu Ini Bertemu Sosok Gurunya saat SD Mengamen di Terminal, Momen Perjumpaannya Bikin Haru

Guru yang dulunya penuh wibawa di ruang kelas kini harus berjuang mengais rezeki di tengah keramaian terminal.

Baca Selengkapnya
SDN di Solo Hanya Dapat Dua Siswa Baru di 2024
SDN di Solo Hanya Dapat Dua Siswa Baru di 2024

Dua siswa tersebut diterima dari jalur afirmasi dan zonasi.

Baca Selengkapnya
Potret Miris Pendidikan, Siswa SD di Kampar Belajar di Ruang Bekas Kamar Mandi
Potret Miris Pendidikan, Siswa SD di Kampar Belajar di Ruang Bekas Kamar Mandi

Kondisi bangunan bekas WC itu tak layak pakai. Jauh dari standar sekolah seperti biasanya.

Baca Selengkapnya
Wanita Ini Abadikan Momen saat Bertugas Jadi Guru PPPK di Daerah Terpencil Riau, Berangkat Pakai Perahu hingga Tidak Ada Aliran Listrik
Wanita Ini Abadikan Momen saat Bertugas Jadi Guru PPPK di Daerah Terpencil Riau, Berangkat Pakai Perahu hingga Tidak Ada Aliran Listrik

Perjalanan ke tempat bertugasnya itu harus ditempuh dengan penuh perjuangan.

Baca Selengkapnya
Guru di Pelosok Lebak Ini 30 Tahun Jalan Kaki untuk Mengajar, Pernah Jatuh ke Jurang hingga Diadang Hewan Liar
Guru di Pelosok Lebak Ini 30 Tahun Jalan Kaki untuk Mengajar, Pernah Jatuh ke Jurang hingga Diadang Hewan Liar

Tantangan yang dihadapinya bukan hanya soal jalanan yang rusak, tetapi juga hewan-hewan liar di sepanjang perjalanan.

Baca Selengkapnya
Hari Pertama Tahun Ajaran Baru, Begini Momen Perjuangan Guru yang Mengajar di Desa Terpencil
Hari Pertama Tahun Ajaran Baru, Begini Momen Perjuangan Guru yang Mengajar di Desa Terpencil

Bahkan, para guru ini harus menggunakan perahu untuk menuju ke tempat sekolah tersebut.

Baca Selengkapnya