'Kelompok Pro-PKI' di Balik Kisruh Internal dan Kudeta Kepala Kepolisian
Merdeka.com - Pada 11 Desember 1959, Kepala Kepolisian Negara Soekanto mendapatkan telepon dari Kepala Staf Angkatan Bersenajata (KSAB), Nasution. Dia mengatakan, ada 7 anggota kepolisian menghadapnya dan meminta agar Soekanto diganti.
Mendengar itu, Soekanto terkejut dan bertanya kepada Nasution mengenai nama-nama ke-7 anggota polisi yang menghadapnya.
"Siapa saja mereka?" tanya Soekanto."Enoch Danoebrata, Soemeru, Soetarto, Soeparto, Soekashar, Soetjipto Danoekoesoemo, dan Poerwata," jawab Nasution.
-
Siapa yang memimpin PPKI? Sejak kekelahan Jepang atas Sekutu, ia menjadi anggota dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama Ahmad Subarjo, Kasman Singodimedjo, dan tokoh-tokoh penting lainnya.
-
Kapan Jenderal Soekanto menjabat sebagai Kapolri? Jenderal Raden Said Soekanto menjadi Kapolri dari tahun 1945 hingga 1959.
-
Kenapa PKI menang pemilu 1955? Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipimpin oleh Alimin, berhasil mengumpulkan suara lebih dari 6 juta orang dan menguasai 16,4% suara. Partai ini mendapat 39 kursi pemerintahan.
-
Siapa yang memimpin Biro Chusus PKI? Sjam Kamaruzaman Memimpin Sebuah Organ Rahasia di Tubuh Partai Komunis Indonesia (PKI): Biro Chusus
-
Siapa ketua PSP Padang pada tahun 1950? Akhirnya, nama PSP resmi digunakan untuk pertama kalinya. PSP langsung diketuai oleh Ismael Lengah pada tahun 1950 sampai 1953.
Menurut Soekanto, tindakan 7 perwira Polri tersebut merupakan tindakan indisipliner. Bahkan dicap sebagai pengkhianatan.
Ternyata, ada pengaruh 'kelompok pro-PKI' di balik pelengseran Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara pada 17 Desember 1959.
"Soekanto yakin bahwa di antara 7 perwira tersebut ada yang telah dianggap komunis untuk menggerogoti kepolisian dari dalam. Kemudian terbukti salah seorang dari mereka terlibat dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965," seperti dikutip dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto.
Kelompok Soegeng Soetarto
Soegeng Soetarto termasuk ke dalam 7 perwira Polri yang menginginkan agar posisi Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara diganti. Sebagai Kepala Staf Biro Pusat Intelijen (BPI), pengakuan Soetarto menjadi awal isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta.
Setelah peristiwa G30S/PKI tahun 1965, Soetaro diberikan hukuman seumur hidup dan bebas pada tahun 1995, setelah mengajukan grasi kepada Presiden Soeharto.
Dua tahun sebelum meletusnya pemberontakan G30S, terjadi dualisme di tubuh Kepolisian Negara. Dualisme terjadi karena Soetarto bersama kelompoknya ingin menyeret Kepolisian Negara agar pro-PKI. Sementara kelompok yang menentang berasal dari kelompok Soekarno Djojonegoro.
Akhirnya Soetjipto yang diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara di tengah dualisme arah politik Kepolisian. Pengangkatan ini tidak memuaskan kelompok Soetarto yang menginginkan dirinya menjadi Kepala Kepolisian. Ketidakpuasan tersebut membuat kelompok Soetarto melakukan berbagai intrik untuk menggoyang kedudukan Soetjipto sebagai Kepala Kepolisian.
"Bahkan, ia berusaha menggeser kedudukan tokoh-tokoh kepolisian yang anti komunis dari Mabak. Soejipto Joedodihardjo, misalnya, dipindahkan menjadi Kepala Pusat Pertahan Sipil di Mabes ABRI, dan Wakil KKN Mohammad Soerjopranoto dipensiunkan," seperti dikutip dalam buku Sejarah Perkembangan Kepolisian di Indonesia.
Soetjipto menanggapi kelompok pro-PKI dengan tegas. Dia melakukan pembersihan di tubuh Kepolisian karena kelompok pro-PKI disebut membuat keresahan. Namun, keinginan Soetjipto untuk melakukan pembersihan di tubuh Kepolisian Negara dari kelompok pro-PKI tidak disetujui oleh Presiden Sukarno.
Keputusan Presiden Sukarno dengan tidak menyetujui pembersihan kelompok pro-PKI dalam tubuh Polri selaras dengan apa yang disinyalir oleh Soekanto saat dirinya diturunkan.
"Soekanto mensinyalir bahwa komunis ikut mendalangi semua itu melalui beberapa oknum polisi di kepolisian. Kemudian, usaha komunis lewat Bung Karno yang semuanya bertujuan untuk menjatuhkan Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara," seperti dikutip dalam buku Jenderal Polisi R.S. Soekanto.
Infiltrasi Simpatisan PKI
Kelompok pro-PKI seolah mendapatkan kemenangan setelah Soetjipto Danoekoesoemo digantikan Soetjipto Joedodiardjo pada 9 Mei 1965. Kelompok Soetarto mengatur siasat untuk mempengaruhi Kepala Kepolisian ke arah garis revolusioner. Ini terlihat dari beberapa pergantian jabatan dalam tubuh Polri.
"Kebijakan yang diambil oleh Soetjipto Joedodihardjo antara lain mengganti 13 Pandak sekaligus, mengganti pejabat-pejabat penting Staf Mabes Polri dengan mereka yang dikatakan progresif revolusioner,” seperti dikutip dalam buku Polri Dalam Dinamika Sejarah.
Pada minggu awal bulan September 1965 yang merupakan bulan meletusnya pemberontakan G30S/PKI. Rapat Kerja Polri menghasilkan suatu putusan bahwa Polri mengakui adanya Angkatan V (Buruh-Tani). Dengan hal tersebut, semakin memperlihatkan bahwa telah terjadi infiltrasi simpatisan PKI ke dalam tubuh Polri dengan mengakui gagasan Angkatan V milik PKI.
"Diberitakan bahwa salah satu hasil kongkret Rapat Kerja Polri itu adalah Polri mengakui adanya Angkatan V," seperti dikutip dalam buku Polri Dalam Dinamika Sejarah.
Reporter Magang: Muhamad Fachri Rifki (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Soekarno yang mendengar isu Dewan Jenderal ini lantas berniat untuk menghadirkan para jenderal ke Istana.
Baca Selengkapnya“Di negara ini hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng,” kata Gus Dur.
Baca SelengkapnyaKomite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) merupakan cikal bakal terbentuknya lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Baca SelengkapnyaBrigjen Soepardjo adalah tentara paling tinggi yang terlibat langsung penculikan para jenderal saat G30S/PKi.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Suwarno Kanapi sebagai Bupati Banyuwangi yang diusung PKI membuat lawan-lawan politiknya tidak puas.
Baca SelengkapnyaMiliter ada di belakang aksi-aksi mahasiswa pasca G30S/PKI. Ini pengakuan para jenderal saat itu.
Baca SelengkapnyaPDI sempat pecah jadi dua, antara Kubu Soejadi dan Kubu Megawati.
Baca SelengkapnyaSoeharto murka ketika mobil-mobil yang akan diselundupkannya ke Jawa dicegah naik kapal.
Baca SelengkapnyaPresiden Soeharto menegaskan pergerakan yang ingin menjatuhkan dirinya dari kursi Presiden dipimpin oleh tokoh bernama Sawito.
Baca SelengkapnyaDisusul dengan permintaan maaf Johanis ke TNI dengan menyebut penyelidiknya khilaf saat OTT (Operasi Tangkap Tangan) kasus dugaan suap di Basarnas.
Baca SelengkapnyaSeharusnya para pegawai KPK ini penjaga moral dan integritas antikorupsi bukan malah jadi pelaku korupsi
Baca SelengkapnyaKondisi tersebut pun membuat publik tidak lagi percaya dengan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Baca Selengkapnya