Mengenal KH Noer Alie, Pelopor Gerilya di Karawang-Bekasi Berjuluk Si Belut Putih
Merdeka.com - Berkiprah dengan berbagai latar belakang keilmuan di masa penjajahan Belanda, membuat sosok ‘Belut Putih’ itu begitu disegani. Semangatnya dalam merebut hak bernegara menjadikan dirinya sebagai tokoh pahlawan santri legendaris di Karawang-Bekasi.
Dialah KH Noer Ali, pria kelahiran Bekasi, 1914 silam ini terekam dalam sejarah berhasil memukul mundur tentara Belanda dengan taktik gerilya nya yang ditakuti. Tak sampai di situ, pria asal Babelan tersebut juga dikenal sebagai salah satu tokoh Muslim yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui pendidikan.
Keponakan Noer Alie, KH Abid Marzuki menyebutkan jika Noer Alie kecil begitu bersemangat mengenyam pendidikan, bahkan kehausan akal ilmunya Noer Alie kejar hingga ke Kota Mekkah.
-
Siapa pahlawan nasional dari Sumatera Barat yang melawan Belanda? Sosok Ilyas Ya'kub mungkin masih belum begitu familiar di kalangan masyarakat Indonesia. Ia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang punya jasa besar dalam melawan Belanda.
-
Siapa tokoh inspiratif dari Aceh yang melawan Belanda? Teuku Nyak Arif, sosok pejuang dan gubernur pertama Aceh. Saat kolonialisme menguasai tanah Aceh, muncul orang-orang yang ingin melawan dan mengusir Belanda dengan berbagai cara.
-
Mengapa umat Islam berjuang melawan Belanda? Umat Islam Jawa Timur menyadari saat Belanda menguasai tanah mereka, tidak leluasa menjalankan amalan-amalan agama Islam.
-
Siapa yang memimpin perlawanan melawan Belanda? Ketika melawan Belanda, Radin Intan II dikenal sebagai sosok pemimpin panglima perang di usianya yang masih 16 tahun.
-
Kenapa Teuku Nyak Arif berjuang melawan Belanda? Gemar membaca buku tentang politik dan pemerintahan, membuat jiwanya tergoyah untuk ikut perjuangan melawan penjajah.
-
Bagaimana Abdurrahman Baswedan melawan Belanda? Mengutip ikpni.or.id, pekerjaannya sebagai wartawan mempermudah Abdurrahman Baswedan untuk menyerukan perlawanan terhadap Belanda.Ia menuliskan berbagai artikel yang kritis, salah satunya dimuat di surat kabar Harian Matahari Semarang yang mengajak orang-orang keturunan Arab untuk membela Indonesia.
“Noer Alie kecil tidak cukup belajar dari seorang bapak yang merupakan guru ngaji pertama, maka ia terus berpindah ke guru ngaji-guru ngaji lainnya hingga ia menyatakan minatnya untuk bersekolah dan merantau ke Mekah di paruh usia 17-18 an tahun,” kata Abid Marzuki seperti dalam wawancara di kanal YouTube melawan lupa Metro Tv.
Keinginannya itu didukung dengan posisinya yang merupakan santri dengan kecerdasan di atas rata-rata versi Guru Mughni dari Ujung Malang, yang merupakan tempat dirinya menimba ilmu soal keislaman tentang tauhid.
Sebelumnya ia juga tercatat menimba ilmu di Kampung Bulak bersama Guru Maksum yang memberikan ilmu bahasa Arab, mengaji dan menghafal surah-surah dalam Al-Qur'an. Termasuk pengetahuan keislaman mengenai tarikh para Nabi, ahlak dan fiqih melansir dari Indonesia.go.id
Mekkah dan Titik Balik Nasionalisme
©2021 sejarahone.id/editorial Merdeka.com
Setelah berunding bersama sang ayah, Anwar bin Haji Layu dan Maimunah binti Tarbin, Noer Ali lantas menjemput mimpinya untuk memperdalam ilmu di Kota Mekkah melalui bantuan dari salah seorang tuan tanah Tionghoa di kawasan tersebut.
Di Mekkah Noer Ali banyak menimba ilmu kepada para Syaikh, namun sesuai nasihat gurunya, KH Marzuki, ia pun mengutamakan belajar kepada Syaikh Ali Al Maliki. Bahkan akhirnya ia menjadi santri kesayangan Syaikh Ali Al Maliki karena semangatnya memperdalam ilmu agama.
Saat tengah belajar, rasa pedulinya terhadap bangsa Indonesia terus tumbuh. Hal tersebut diperkuat setelah mendapat beberapa sentilan dari siswa asing yang mempertanyakan soal kolonialisme di Indonesia.
“Sedikit menyindir pelajar-pelajar Indonesia ini, mengapa negara seluas Indonesia bisa dijajah oleh negara asing seperti Belanda yang negaranya amat kecil sekali,” tutur Ali Anwar, sejarawan Bekasi.
Sejak itu Noer Alie bersama teman-temannya di forum Persatuan Pelajar Betawi (PPB) Mekkah pun menyadari bahwa salah satu faktor mengapa Indonesia bisa dijajah adalah faktor rendahnya pendidikan di masyarakatnya.
Perang Fisik dan Semangat Keilmuan
©2021 Wikipedia/editorial Merdeka.com
Pada 1939 ia pun kembali ke Tanah Air setelah enam tahun menimba ilmu di Mekkah. Melihat kondisi bangsa yang belum membaik, ia pun mencoba membangun keilmuan dengan mendirikan pondok pesantren serta beberapa majelis ilmu.
Kerisauannya menjadi kuat setelah melihat para tuan tanah dan pemerintah kolonial yang seakan-seakan membuat masyarakat menyerahkan tanahnya secara sukarela untuk kepentingan politik kolonial.
Tak ingin terulang, di masa penjajahan Jepang 1942 ia berkesempatan bekerja sama dengan tentara Jepang untuk mempersiapkan santrinya untuk masuk ke latihan kemiliteran yang dibentuk Jepang. Beberapa di antaranya disalurkan ke Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) agar bisa turut membantu merebut kemerdekaan.
Ketika keadaan negara kembali memanas di perang kemerdekaan, Noer Alie pun berinisiatif mendirikan dan menjadi ketua Laskar Rakyat Bekasi. Sebuah perkumpulan pemuda untuk mempertahankan kedaulatan negara setelah dikacaukan oleh tentara sekutu, selain itu ia juga berkongsi dengan Laskar Hisbullah untuk mempersiapkan perang fisik di Pondok Ungu pada 29 November 1945.
Pelopor Gerilya dan Sosok Belut Putih
©2021 indonesia.go.id/editorial Merdeka.com
Kepiawaian KH Noer Ali dalam melakukan perang fisik rupanya membuat Belanda kewalahan, bahkan strategi gerilyanya berhasil mengukuhkan dirinya sebagai sosok Belut Putih karena sukar ditangkap.
Noer Ali bersama para pejuang di Bekasi melakukan kegiatan gerilya untuk mengelabui tentara penjajah. Mereka bersembunyi dari satu titik ke titik lainnya di masa agresi militer pertama Belanda 21 Juli 1947.
“Di masa itu KH Noer Ali membentuk basis-basis gerakan masyarakat (salah satunya Hisbullah Sabilillah) tanpa mengenakan atribut tentara dengan anggota mencapai 900 sampai 1.000 orang dengan melancarkan serangan yang merepotkan Belanda,” Tambah Ali Anwar.
Setelah terjadinya agresi militer pertama, tentara Belanda menganggap sebagian besar wilayah Jakarta dan Jawa Barat berhasil dikuasai. Tak pelak hal tersebut dimanfaatkan KH Noer bersama pasukannya dengan memasang bendera-bendera merah putih di pohon-pohon sekitar Rawa Gede, Karawang yang luput dari pantauan.
“Di zaman itu beliau susah ditangkap, saat itu ada juga kisah saat Belanda membawa senapan menunggu beliau salat di masjid dengan posisi siap menembak ke arah sandalnya, beliau sudah tidak ada posisi Belanda masih seperti itu. Hingga tentara-tentara Belanda menjulukinya Si Belut Putih. Karena sulit ditangkap,” terang Cucu KH Noer Alie, Muntadi Muntaha.
Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional
Pasca pengakuan kedaulatan Negara Republik Indonesia KH Noer Alie pun lebih banyak menghabiskan sisa hidupnya dengan terjun ke politik sembari melaksanakan kegiatan berdakwahnya.
Sosok ulama tersebut terekam dalam memori sejarah sebagai tokoh yang cukup berpengaruh dalam mengakui kedaulatan Indonesia, terlebih ketika tergabung ke organisasi untuk menggaungkan semangat persatuan saat Indonesia masih berbentuk RIS atau Republik Indonesia Serikat.
Pada 29 Januari 1992, KH Noer Alie pun wafat pada usia 77 tahun. Atas kiprahnya itu ia dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional di 2006 silam. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pangeran keturunan Majapahit ini lebih senang dekat dengan warga biasa. Bahkan, ia menyembunyikan identitasnya sebagai bangsawan di hadapan warga.
Baca SelengkapnyaHarun Kabir selalu berkata, kalau kita tidak manusiawi, lalu apa bedanya kita dengan para penjajah yang kita perangi?
Baca SelengkapnyaSalah satu rekam jejak K.H Abbas terlihat saat melawan penjajah dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Baca SelengkapnyaSosoknya dikenal sebagai ulama karismatik yang memiliki rasa cinta yang begitu besar dengan agama dan negerinya.
Baca SelengkapnyaDalam setiap ceramah dan khotbahnya, ia selalu menentang kebijakan politik Belanda.
Baca SelengkapnyaSalah satu figur pahlawan legendaris dari Pulau Bintan yang berjasa melindungi tanah kelahirannya dari jajahan bangsa Portugis.
Baca SelengkapnyaHari ini adalah 128 tahun wafatnya Teuku Nyak Makam yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaTekadnya yang kuat membuat dirinya berani maju secara terbuka untuk menghadapi sekutu. Muslihat tak peduli meski hujan peluru terjadi di sana.
Baca SelengkapnyaPada 1947, umat islam Tanah Air berperang melawan Belanda pada hari ketiga puasa.
Baca SelengkapnyaWalaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah
Baca SelengkapnyaKyai Makmur ditembak Belanda karena tidak mau diajak bekerja sama.
Baca SelengkapnyaPada 2005, nama Kiras Bangun ditetapkan menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca Selengkapnya