Mengenal Nyai Djuaesih, Aktivis Muslim Perempuan asal Sukabumi Perintis Muslimat NU
Merdeka.com - Semangat gerakan perempuan yang dikenalkan oleh RA Kartini di awal tahun 1900an rupanya terus menggelora. Salah satunya dibawa oleh tokoh perempuan asal Jawa Barat bernama Nyai Djuaesih.
Wanita kelahiran Sukabumi, bulan Juni 1901 tersebut turut menandai kebangkitan perempuan di tatar Sunda, khususnya dalam perspektif Agama Islam melalui asas kuat dari Nahdlatul Ulama (NU).
Djunaesih sendiri memang dikenal akrab dengan lingkungan agama yang kuat. Terlebih kedua orang tuanya yakni R.O Abbas dan R. Omara S sudah membekalinya dengan ilmu agama sejak ia masih kanak-kanak.
-
Bagaimana Ratu Sinuhun memperjuangkan kesetaraan perempuan? Dalam undang-undang yang disusun oleh Ratu Sinuhun ini sangatlah tegas dan tertata begitu baik. Hampir seluruh bab undang-undang itu tak jauh dari kehidupan sehari-hari seperti aturan kaum, adat bujang gadis dan kawin, serta lainnya.
-
Siapa yang menerima penghargaan Perempuan Berpengaruh? Ketua Tim Penggerak Pembina Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Kalimantan Timur, Erni Makmur menerima Apresiasi Perempuan Berpengaruh dari Dream.co.id dan Diadona.id untuk kategori Influential in Female Leadership.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Bagaimana RA Kartini memperjuangkan hak perempuan? Kartini juga mendirikan sekolah untuk perempuan di desanya sendiri, menghadapi tantangan dan oposisi dari budaya dan tradisi yang ada.
-
Siapa yang diperingati di Hari Kartini? Semasa hidup, Kartini merupakan sosok pejuang wanita yang teguh memegang prinsipnya pada kebebasan wanita untuk mendapat haknya.
-
Kenapa Kartini dihormati? Kartini, sebagai tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia, dihormati sebagai seorang pejuang kemerdekaan dan kedudukan kaumnya, terutama wanita Jawa, pada zamannya.
Kondisi tersebut kian melekat kuat saat ia menikah dengan pengurus NU di Jawa Barat bernama Danuatmadja alias H. Bustomi hingga menjadi seorang mubaligh perempuan.
Dari situ Nyai Djuaesihsemakin bertekad kuat untuk mensyiarkan Agama Islam (NU) dengan berceramah mengitari Jawa Barat. Berikut kisah lengkapnya yang berhasil dirangkum Merdeka dari berbagai sumber, Rabu (21/04).
Peduli dengan Pendidikan
©2021 Kanal Youtube Narasi Perempuan /editorial Merdeka.com
Sebagaimana dilansir Merdeka dari muslimatnu.or.id, sejak kecil Djuaesih memang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan formal seperti perempuan lainnya di masa itu. Namun kondisi tersebut tidak ingin ia tularkan kepada para anaknya. Ia berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang MULO (setingkat SMP di zaman Belanda).
Semenjak menikah dengan H. Bustoni dirinya semakin peduli dengan pentingnya pendidikan bagi kemandirian perempuan, khususnya dalam hal ilmu Agama. Ia pun mulai sering mendampingi suaminya berdakwah dengan tujuan mengenalkan asas asas Islam di ranah Nahdlatul Ulama.
Dari keikutsertaanya itu, Nyai Djuaesih banyak bergaul dengan kalangan perempuan di daerah-daerah seperti Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi, Bekasi hingga Pandeglang untuk bersama sama mensyiarkan Agama Islam
Mewadahi Aspirasi Lewat Nahdlatul Ulama
Kepeduliannya akan wajah perempuan islam yang mandiri akhirnya membuahkan hasil dengan mendirikan sebuah wadah bernama Muslimat NU
Dalam catatan yang dikutip dari paper Gerakan Perempuan Nadhatul Ulama dalam transformasi Politik karya Sri Roviana, Nyai Djuaesih tercatat memiliki peran sentral dalam mewadahi aspirasi perempuan melalui organisasi tersebut.
Ia pun ingin perempuan bisa turut menyiarkan Agama Islam, layaknya laki-laki. Mengingat di masa itu pendakwah hingga mubaligh tidak ada yang berasal dari kaum perempuan.
“Di dalam Islam, tidak hanya kaum laki-laki yang harus dididik mengenai pengetahuan agama dan pengetahuan lainnya. Kaum perempuan juga wajib mendapatkan didikan yang selaras dengan kehendak dan tuntutan agama. Karena itu, kaum perempuan yang tergabung dalam Nadhatul Ulama mesti bangkit,” ujarnya seperti tertulis dalam paper yang diakses dari bincangmuslimah.com.
Memajukan Perempuan Lewat Mukhtamar NU di Banten & Magelang
©2021 Kanal Youtube Narasi Perempuan /editorial Merdeka.com
Nyai Djuaesih sendiri diketahui menjadi pembicara perempuan pertama di acara Mukhtamar NU ke-13 di Menes, Provinsi Banten pada tahun 1938 dan ke-14 di Magelang tahun 1939.
Pertemuan dari kedua tempat tersebut yang kemudian dijadikannya sebagai titik balik. Sehingga menghasilkan sejumlah rumusan yang poin utamanya adalah mengukuhkan kaum perempuan dalam organisasi NU sebagai simbol pendidikan serta dakwah di tengah-tengah masyarakat.
Sementara itu forum di Jawa Tengah itu juga dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari kota-kota sekitar seperti seperti Muntilan, Sukoharjo, Kroya, Wonosobo, Surakarta, Magelang, Parakan, Purworejo, dan Bandung (Jawa Barat).
Memulai Kepemimpinan di Muslimat NU tahun 1940
Dari dua pertemuan sebelumnya, baru pada pelaksanaan Mukhtamar NU ke-15 di Surabaya cikal bakal Muslimat NU dikenalkan.
Dari situ muncul rumusan anggaran dasar serta pengurus besarnya, yang semakin meneguhkan perannya sebagai perwakilan suara perempuan di bidang keagamaan (Islam).
Adapun peresmiannya terjadi pada Muktamar ke 16 di Purwekerto, bulan Maret 1946. Pertemuan tersebut menghasilkan pembentukan lembaga organik di bidang perempuan dengan nama awal Nahdhaatoel Oelama Moeslimat (NOM) hingga dikenal sekarang sebagai Muslimat NU.
Turut Mengajak Perempuan Melawan Penjajah
©2021 Kanal Youtube Narasi Perempuan /editorial Merdeka.com
Tak hanya pandai mengajak perempuan bangkit dari keterpurukan pendidikan, khususnya Agama di masa penjajahan. Nyai Djuaesih juga dianggap pandai memancing gelora perjuangan fisik kaum perempuan di Jawa Barat, khususnya pada masa perang kemerdekaan di tahun 1950 an.
Hal tersebut ia lakukan setelah kebebasan Muslimat NU mendapat hak otonomi di Muktamar ke-19 di Palembang tahun 1952.
Saat itu ia menyatakan bahwa perempuan juga memiliki cita-cita yang menjadi hak untuk membantu pembebasan negara dari segala bentuk penjajahan, hingga Nyai Djuaesih pun mengajak perempuan di Muslimat NU untuk ikut terjun di perang fisik revolusi melalui wadah bernama Sukarelawati Muslimat NU yang berisi perempuan tangguh pengangkat senjata.
Setara dengan Kartini
Memiliki peran yang kuat untuk mengenalkan kaum perempuan terhadap hal yang biasa diemban kaum pria, membuat Nurfitriana, Istri dari Bupati Sumenep Busyro Karim menyematkan penghargaan yang setara dengan RA Kartini di tahun 2018 untuk Nyai Djuaesih.
Dalam tulisannya di portal matamaduranews, Nurfitriana menuliskan bahwa Nyai Djuaesih bersama Raden Ajeng Kartini serta Nyai Siti Walidah Dahlan (istri dari KH. Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah) merupakan sosok penting dalam mengangkat emansipasi perempuan lewat pendidikan keagamaan hingga membantu membebaskan negara dari belenggu penjajah.
Tak hanya itu, Nurfitriana juga menuliskan alasan lain bahwa Nyai Djuaesih setara dengan RA Kartini karena beliau mampu menembus tradisi syar’i yang memang identik dengan NU dalam mengangkat derajat perempuan lewat perannya memimpin organisasi Muslimat NU. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasril Chaniago dalam buku itu juga mengatakan, Rahmah El Yunusiyyah adalah perempuan yang dijuluki Kartini Pendidikan Islam.
Baca SelengkapnyaKiai Maimoen Zubair alias Mbah Moen menuturkan barang siapa ingin enteng jodoh, maka berziarahlah ke makam Nyai Hamdanah.
Baca SelengkapnyaPerempuan inspiratif asal Palembang ini menciptakan Kitas Simbur Cahaya yang berisi undang-undang tertulis berlandaskan kearifan lokal pertama di Nusantara.
Baca SelengkapnyaLebih dekat dengan Kiai Bisri Syansuri dan Nyai Nur Khodijah, kakek nenek Cak Imin ini (kalau menurut istilah gen Z) couple goals banget deh.
Baca SelengkapnyaIa merupakan salah satu tokoh perempuan yang berjuang di bidang pendidikan, sezaman dengan pahlawan lainnya seperti Rasuna Said hingga Rahma El Yunusiyyah.
Baca SelengkapnyaIa bakal kembali mencalonkan diri sebagai Bacawabup Situbondo
Baca SelengkapnyaLebih dekat dengan sosok Novita Hardini, perempuan penuh inspirasi yang kini tengah belajar di Universitas Zhejiang China
Baca SelengkapnyaIstri bakal calon presiden Ganjar Pranowo Siti Atikoh Supriyanti menggelar diskusi dengan Nyai dan Ning di Surabaya, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaNama HR Rasuna Said diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaRohana Kudus adalah sosok pahlawan nasional yang dikenal sebagai wartawan perempuan pertama di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPeringatan Hari Kartini di Kota Pasuruan di tahun ini berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaErni Makmur menerima Apresiasi Perempuan Berpengaruh dari Dream.co.id dan Diadona.id untuk kategori Influential in Female Leadership.
Baca Selengkapnya