Mengenal Tan Deseng, Pejuang Musik Sunda yang Berjuluk "Setan" Melodi dari Bandung
Merdeka.com - Budaya Sunda mengakar kuat di tubuh Mohammad Deseng atau Tan Deseng. Pria kelahiran Kota Bandung, 22 Agustus 1942 ini mengabdikan hidupnya untuk terus mengangkat musik karawitan dan pelog agar tetap bertahan.
Mengutip buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia keluaran Kepustakaan Populer Gramedia, Kamis (10/11), Tan Deseng banyak menghabiskan waktunya dengan menekuni musik tradisional Sunda juga mempelajari musik Tionghoa dan barat.
Sejak kecil, ia memang sudah aktif memainkan beberapa instrumen seperti suling, hingga kecapi berkat arahan dari sang ayah. Hingga akhir hayatnya, Tan Deseng masih terus mengangkat kesenian lokal Parahyangan, dengan menjadi bintang tamu di berbagai platform media sosial.
-
Apa yang membuat Dede Sunandar terkenal? Dede Sunandar dikenal sebagai seorang komedian dan aktor yang mendapatkan popularitas melalui penampilannya di acara komedi 'Opera Van Java' (OVJ).
-
Kenapa tradisi Suran Mbah Demang harus dilestarikan? 'Saya mengajak seluruh masyarakat Banyuraden untuk meneladeni nilai leluhur yang diwariskan Ki Demang. Upacara adat ini juga bisa menjadi pengingat bagi masyarakat Banyuraden dan sekitarnya akan tradisi leluhur yang harus dilestarikan,' ujar Kustini.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi menerapkan budaya Sunda dalam tata kelola kehidupan? Mengutip ANTARA, nilai luhur dari budaya Sunda yang membuatnya terus menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Dirinya sempat menyampaikan bahwa Sunda memiliki banyak filosofis, salah satunya menciptakan dampak tata kelola kehidupan yang sehat.
-
Siapa Bapak Persandian Republik Indonesia? Mayjen TNI (Purn) dr. Roebiono Kertopati lahir pada 11 Maret 1914 di Ciamis, Jawa Barat dan wafaf di usia 70 tahun pada 23 Juni 1984.
-
Bagaimana Dede Sunandar meraih popularitas? Tanpa diduga, senyum ceria dan kepribadiannya yang unik langsung menarik perhatian publik, sehingga membuka jalan bagi kariernya di industri hiburan.
-
Menong Purwakarta adalah apa? Bentuknya yang unik dan penuh filosofis, membuat hasil kreasi lokal tersebut banyak diminati di pasaran. Yuk kenalan lebih dekat dengan sosok Menong, suvenir berwujud boneka perempuan khas Puwakarta.
Berkenalan dengan Musik Sunda melalui Radio
©2022 Dokumentasi Jurnal Untirta/Merdeka.com
Tan Deseng pernah mengungkapkan bahwa dirinya memulai dengan musik Sunda saat merantau bersama sang ayah, di wilayah Sumatra Selatan. Bukan musik daerah setempat yang ia biasa dengarkan di Radio Republik Indonesia (RRI), namun lagu-lagu Sunda.
Kemudian, ia belajar, dengan bermain suling dan harmonika dari keluarganya hingga menekuninya. Di usia 16 tahun, ia memutuskan pulang kembali ke kampungnya di Bandung, agar bisa bersinggungan langsung dengan musik yang ia sukai.
Selain menjadi pedangan, ayah Tan Deseng juga merupakan ahli lukis, termasuk instrumentalis tradisional Tiongkok sehingga ia menyerap ilmu tersebut untuk dikembangkan. Dari delapan bersudara, hanya Tan Deseng dan kakaknya yang menuruni bakat seni dan musik, hingga fokus di bidang tersebut.
Perjuangan Tan Deseng di Musik Sunda
Tan Deseng banyak mengabdikan hidupnya di dunia musik tradisional Sunda, dengan seniman lokal lain seperti Titin Fatimah, Upit Sarimanah, dan Tati Saleh. Dahulu, ia kerap membuatkan berbagai ilustrasi instrumen untuk penampilan musik tradisional di khalayak umum maupun dunia film.
Bahkan di tahun 1990-an, dirinya pernah membawa musik karawitan Sunda untuk ditampilkan secara internasional dengan disaksikan audiens asal Jepang dan Tiongkok, hingga mendapatkan apresiasi. Kepiawaiannya terus berlanjut, dirinya juga sangat mahir memainkan kawih atau nyanyian Sunda, dan mengabadikannya dalam bentuk kaset. Di rumah, ia memiliki studio rekaman musik tradisional Sunda, yang merupakan warisan dari seniman Titin Fatimah.
“Alat-alat ini yang dibelikan oleh Titin Fatimah tidak boleh hilang, bukan nilai angka dari ini, tapi sejarahnya yang harus dijaga,” kata Tan Deseng tahun 2021 lalu, dikutip dari kanal Youtube Dedi Mulyadi.
Tan Deseng juga fasih mengalunkan kawih yaitu salah satu jenis nyanyian Sunda bahkan menciptakan banyak kawih yang banyak disimpannya dalam bentuk rekaman kaset.
Dapat Penghargaan dari Presiden
Sebagai pelaku kesenian Sunda, Tan Deseng juga pernah mendapat penghargaan dari Pemprov Jabar dan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Di tahun 2004, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan apresiasi, karena ia terus melestarikan warisan Sunda, salah satunya melalui arsip berupa kaset yang terbilang jarang.
Di tahun 2008, ia sempat memperoleh penghargaan sebagai maestro musik Sunda, hingga dipanggil ke istana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena menyimpan dokumentasi berbagai kesenian tradisional Sunda yang sudah sangat langka, seperti Angklung Buhun dari Tasikmalaya.
”Aya hiji catetan ti umur belasan taun dugi ka ayeuna di imah kuring tara tingaleun kacapi, goong,jeung kendang jeung suling (Ada satu catatan dari umur belasan tahun sampai sekarang di rumah selalu ada kecapi, gong dan suling)," katanya.
Punya Julukan "Setan" Melodi dari Bandung
Selain dekat dengan musik lokal, ternyata Tan Deseng juga rutin memainkan musik ala barat, dengan berbagai genre seperti Country, Blues, Jazz bahkan yang berat sekelas Rock and Roll.
Di kanal YouTube Dedi Mulyadi, dirinya menampilkan kepiawaian dalam memetik gitar dengan cepat. Bahkan dengan menguasai berbagai genre dan memainkannya dengan cepat, ia pernah mendapat julukan “Setan Melodi dari Bandung”.
“Tah iyeu kuring mainkeun Jazz, Country, Bee Gees, John Lennon (Rock and Roll) komo deui atuh (nih saya mainkan Jazz, Country, Rock and Roll apalagi),” katanya.
Saat muda, dirinya juga pernah tergabung di beberapa grup musik Kota Bandung, salah satunya Harmning Youth.
Bangga Jadi Orang Sunda hingga Akhir Hayatnya
Tan Deseng menyebut dirinya sangat bangga bisa dilahirkan dan dibesarkan di tanah Sunda, termasuk ikut serta mengangkat tradisi setempat.
“Jadi saya itu karena takdir Tuhan, dilahirkan di sebuah tanah bernama tatar Sunda, tepatnya Bandung, 78 tahun silam. Jadi sejak kecil saya merasa, tubuh say aitu Tionghoa, namun nasi yang ada di Sunda sudah menjadi daging saya dan air sudah menjadi darah saya,” katanya, mengutip YouTube Napak Jagat Pasundan.
Tan Deseng diketahui meninggal dunia di usianya yang ke-80 tahun pada Minggu (6/11) lalu. Sebelumnya, ia sempat menderita sejumlah penyakit seperti pernapasan, pencernaan hingga stroke ringan. Dirinya sempat menjalani sejumlah rumah sakit di wilayah Bandung, Jawa Barat. Kini beberapa anak dan cucunya masih tetap melanjutkan warisan seni Sunda agar terus bertahan.
(mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lagunya yang menggambarkan keindahan alam dan budaya Trenggalek diganjar penghargaan bergengsi
Baca SelengkapnyaKesenian ini menghasilkan kolaborasi unik antara kasidah dengan dangdut jaipong.
Baca SelengkapnyaNama Temu Misti disebut-sebut sangat berjasa dalam upaya pelestarian kebudayaan lokal Banyuwangi.
Baca SelengkapnyaBakat alaminya dalam hal karawitan telah terlihat sejak ia masih belia.
Baca SelengkapnyaDidi Sahruwijaya jadi maestro kendang asal Kabupaten Kuningan yang kesohor.
Baca SelengkapnyaMuseum itu masih dikelola keluarga. Siapapun yang ingin masuk harus minta izin dulu
Baca SelengkapnyaLagu yang diiringi dengan petikan gitar akustik ini membawa nuansa romantik, melankolis, dan naturalistik yang berakar dari karya sastra atau Rejung.
Baca SelengkapnyaGamelan yang diproduksi oleh Purbalaras telah lama diakui kualitasnya.
Baca SelengkapnyaDetty Kurnia populer era 1980-2000 an. Pada lagu pop Sunda, ia menyanyikan musik dengan berbagai latar belakang mulai rock, pop, disco sampai tradisional rampak
Baca SelengkapnyaTarian ini begitu lembut, gerakannya mirip lilin yang tertiup angin.
Baca SelengkapnyaCharles Hutagalung, musisi terkemuka Indonesia berdarah Batak.
Baca SelengkapnyaLagu Kembang Gadung jadi salah satu tembang Sunda kuno yang masih dinyanyikan. Auranya kuat dan membawa suasana sakral bagi pendengarnya
Baca Selengkapnya