Padukan Gaya China dan Arab, Intip Keunikan Masjid Panjunan Cirebon yang Syarat Makna
Merdeka.com - Sebagai salah satu kawasan wisata religi, Kota Cirebon memiliki beragam destinasi unik yang eksotis. Salah satunya dengan kisah Islam di masa lalu yang kuat seperti Masjid Merah Panjunan.
Sebagai tempat beribadah, masjid merah ini memiliki segudang artefak yang tak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan Islam di Cirebon.
Bahkan sejak zaman dulu, lokasi tersebut kerap dijadikan sebagai tempat musyawarah hingga menjadi simbol perpaduan dua budaya yakni Timur Tengah dan Tionghoa. Terlihat dari artefak yang ada di setiap titik bangunan utamanya.
-
Dimana interaksi budaya terjadi? Kenyataannya, interaksi sosial budaya dalam masyarakat tak selalu berjalan dengan mulus.
-
Mengapa artefak tanah liat ditemukan di bangunan tersebut? 'Bejana dan kendi ini ditempatkan di sini sebelum situs tersebut ditinggalkan secara permanen. Tanda-tanda bejana terbakar dan saling bertumpuk menunjukkan bahwa analisis isinya di masa depan dapat mengungkap apakah bejana tersebut berisi minyak, air, biji-bijian, atau minyak eksotik,' papar IAA.
-
Dimana penemuan artefak kuno terjadi? Seorang petani secara tidak sengaja menemukan harta karun langka ketika sedang membersihkan batu di ladangnya di Lubusz, Polandia.
-
Dimana artefak kuno itu ditemukan? Para arkeolog maritim dari Universitas Bournemouth Inggris menemukan dua lempengan berukir salib dari abad pertengahan di dasar Teluk Studland, telah ada disana selama hampir 800 tahun.
-
Di mana artefak kuno itu ditemukan? Artefak kuno milik ahli bedah tersebut ditemukan pada sebuah kuil persembahyangan di utara, seperti yang dilaporkan para peneliti.
-
Dimana artefak kuno ditemukan? Seorang peternak di Trebry, Prancis, menyadari seekor sapinya hilang saat sedang menghitung hewan ternaknya pada Juni lalu. Setelah mencari kesana kemarin, Adeline Yon-Berthelot menyadari sapinya jatuh ke dalam lubang selama 3 meter.
Seperti apa kisah unik dari tempat ibadah yang dikenal sebagai Masjid Merah Cirebon itu?
Menyimbolkan Dua Bangsa yang Berpengaruh di Cirebon
Jika dilihat dari bentuk bangunannya, desain masjid tersebut konon terdapat pengaruh dari dua bangsa yakni Arab dan Tionghoa. Hal tersebut turut dibenarkan Edi, salah seorang pemandu di wisata religi Masjid Panjunan.
Menurut Edi, bangunan masjid ini dibangun pada abad ke 15 oleh etnis Arab. Hal tersebut ditandai dengan dua bentuk bangunan yang berbeda dan terlihat mencolok. Di bagian depan menyerupai klenteng, sedangkan di dalamnya bergaya khas Timur Tengah. Desain ini dimaksudkan sebagai simbol dari Putri Ong Tin yang merupakan istri Sunan Gunung Jati dan berasal dari Tionghoa.
"Filosofinya antara kedua bangsa yang membangun Cirebon berjalan beriringan ditandai juga dengan bangunan tembok masjid yang terdapat piring-piring dari China usianya sudah mesjid sampai 700 tahun," paparnya.
Simbol Kerendahan Hati
Selain dilihat dari bentuk bangunannya, penggambaran dua tradisi ini juga terlihat dari ukuran pintu yang mengarah masuk ke dalam ruangan.
Di Masjid Panjunan, pintu masuknya dibuat dengan ukuran kecil. Kata Edi, itu dimaksudkan sebagai bentuk kerendahan hati dari para jemaah yang hendak beribadah agar menunduk. Sifat menunduk merupakan lambang kerendahan hati umat manusia saat akan menghadap Allah.
Kemudian, jumlah tiang penyangga juga diketahui berjumlah 17 buah, sebagai upaya memaknai jumlah rakaat salat lima waktu dalam satu hari.
Asal Usul Masjid Merah Panjunan
Mengacu pada perkataan almarhum Nurdin M Noor, selaku budayawan Cirebon, pembangunan masjid ada pengaruhnya dengan kedatangan etnis Arab ke dataran bernama Yawa Dwipa atau Jawa Dwipa yang disebut sebagai Pulau Jawa.
Saat itu, bangsa Timur Tengah yang datang adalah Syarif Abdurakhim, Syarif Kahfi, dan Syarifah Bagdad. Mereka sampai ke Cirebon dan belajar Agama dengan Syekh Nurjati di Pesambangan Gunung Jati.
Kemudian, mereka diperkenalkan kepada Pangeran Cakrabuwana (Walasungsang) yang merupakan pemimpin wilayah Cirebon pada saat itu. Cakrabuwana memerintahkan ketiganya membangun pemukiman di wilayah Panjunan yang saat ini masih dikenal sebagai Kampung Arab.
"Kalau Syarif Abdurakhman dikenal dengan nama Pangeran Panjunan yang membangun Masjid Merah, sementara Syarif Abdurakhmin dikenal dengan nama Pangeran Kejaksan," ujarnya.
Setelah ketiganya diterima dengan baik dan diberi wewenang untuk memimpin wilayah tersebut, mereka berinisiatif bertemu Pangeran Cakrabuwana. Tak sendiri, mereka bersama sejumlah tokoh setempat yakni Syekh Datuk Kahfi, Syekh Majagung, Syekh Maghridbi dan para gegedeng, datang untuk meminta izin pembangunan surau.
Dengan mengemban amanah sebagai Nata Cirebon yang memangku Keraton Pakungwati, mereka berhasil membangun rumah ibadah kedua di kawasan Panjunan. Sebelumnya, sebuah masjid telah berdiri dengan nama Masjid Pejlagrahan, di Kampung Siti Mulya (sebelah timur Keraton Kasepuhan).
"Disebut Masjid Merah atau Abang dalam bahasa Jawa Cirebon, karena seluruh bangunannya terbuat dari bata merah," ujar Nurdin dalam catatannya.
Tempat Bermusyawarah Para Pendahulu
©2021 kebudayaan.kemdikbud.go.id/Merdeka.com
Sementara itu, di masa lalu Masjid Merah Panjunan juga kerap digunakan untuk merumuskan suatu gagasan yang dilakukan oleh para tokoh pendahulu di wilayah Cirebon.
Nurdin menambahkan, di waktu salat masyarakat Kota Cirebon telah memeluk Islam melaksanakan ibadah di sana. Selain itu, Masjid Merah Panjunan juga kerap digunakan untuk keperluan pengajian hingga perumusan sebuah musyawarah di masa Sunan Gunung Jati.
"Pada pintu masuk dibangun sepasang candi bentar dan pintu panel jati berukir," ucap Nurdin. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masjid Kedung Menjangan juga dikenal sebagai masjid merah, selalui Masjid Sang Cipta Rasa yang sudah lebih dulu ada.
Baca SelengkapnyaSalah satu peninggalan Islam yang bercorak Tionghoa di Palembang ini tidak lepas dari keberadaan Laksamana Cheng Ho di masa lampau.
Baca SelengkapnyaPembangunannya diinisiasi oleh seorang pendatang Tionghoa di Cirebon yakni Tan Sam Chai atau H. Moh. Syafei.
Baca SelengkapnyaDulunya masjid ini menjadi salah satu rumah ibadah terbesar di Minangkabau dan menjadi sentra pengembangan dakwah Islam.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki gaya arsitektur Arab yang dipadu dengan Jawa.
Baca SelengkapnyaMasjid kuno ini jadi salah satu wisata religi yang menarik untuk dikunjungi saat di Cirebon
Baca SelengkapnyaMasjid yang ada di tengah kota ini punya ciri khas unik.
Baca SelengkapnyaSaat itu keberadaan dua masjid agung di satu kota dianggap tak wajar.
Baca SelengkapnyaDi sela perhelatan Piala Dunia U-17 di Surabaya, ada baiknya pengunjung mendatangi Masjid Cheng Ho yang unik bernuasa Tionghoa.
Baca SelengkapnyaBangunan masjid yang berada di perbatasan kota Bukittinggi ini dibangun pada abad ke-19 oleh seorang ulama bernama H. Abdul Majid.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menjadi tempat beribadah umat muslim pertama di Cirebon. Inisiator pembangunan adalah Pangeran Cakrabuana, putra Raja Pajajaran.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menawarkan daya tarik arsitektur kuno dan percampuran budaya Jawa dengan Sunda
Baca Selengkapnya