Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tanggapi PLTS Atap Pemerintah, Pakar Unpad Beri Syarat Ini agar Penerapan Berhasil

Tanggapi PLTS Atap Pemerintah, Pakar Unpad Beri Syarat Ini agar Penerapan Berhasil listrik tenaga surya. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Dosen ekonomi energi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Dr Yayan Satiyakti menanggapi kebijakan pengembangan secara masif pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap gedung atau rumah (rooftop photovoltaic power station).

Dalam keterangannya Selasa (17/08) kemarin, ia menyebut jika berkaca pada pasar Uni Eropa yang relatif berhasil, untuk menyukseskan inovasi tersebut di Indonesia maka harus memenuhi beberapa catatan.

“Artinya pengembangan R&D untuk teknologi rooftop PV di Eropa sangat signifikan menurunkan LCOE selama periode 2017-2019,” kata Yayan, melansir dari ANTARA pada Rabu (18/08).

Orang lain juga bertanya?

Mengukur Seberapa Besar Orang Indonesia Bersedia Menggunakan PLTS

panel pembangkit listrik tenaga surya

Panel tenaga surya di atas gedung

©2019 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Yayan menjelaskan, teknologi tersebut salah satunya akan berhasil jika kalangan pengguna dari rumah tangga atau konsumen memiliki tingkat literasi yang baik untuk pemanfaatannya. Adapun ia mencontohkan beberapa literasi, seperti literasi lingkungan akan green economy atau green investment (ekonomi hijau dan investasi hijau).

Menurutnya, dari situ akan terlihat seberapa besar kesediaan orang Indonesia dalam menggunakan rooftop PV atau PLTS atap, mengingat masih ada kalangan masyarakat yang tidak willingness to use (tidak ingin menggunakannya).

“Maka jawabannya yaitu economic incentives. Apakah benefit menggunakan teknologi bagi rumah tangga akan lebih banyak dibandingkan cost of investment and maintenance (biaya investasi dan pemeliharaan) dari penggunaan teknologi ini,” ujar dia.

Ia mencontohkan, saat ini sudah terdapat vendor yang siap untuk instalasi, layanan purna jual untuk maintenance dan dapat diakses dengan mobile phine.

“Semua dapat diakses dengan mudah dan nilai ekonomi dari investasi ini mudah diakses dan dibeli dengan murah atau investasi yang efisien,” kata Yayan.

Investasi Tidak Mudah

Catatan berikutnya, perlu diperhatikan terkait investasi yang efisien untuk roofsolar PV yang tidak mudah. Doktor dari Czech University of Life Science Prague, Republik Ceko itu mencontohkan di beberapa negara Eropa seperti Prancis, Jerman, Spanyol atau Italia, Levelised Cost of Electricity (LCOE) kurang lebih 20 sen euro/kWh.

Hal ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan LCOE di wilayah Eropa tengah dan timur seperti Hungaria, Bulgaria, Romania, dan Estonia yang hanya 5-10 sen euro/kWh pada 2017. Namun, harganya terus turun dalam jangka waktu tiga tahun sebesar 50 persen menjadi 5-10 sen euro/kwH.

“Artinya pengembangan R&D untuk teknologi rooftop PV di Eropa sangat signifikan menurunkan LCOE selama periode 2017-2019,” katanya.

Terdapat Kesenjangan Daya Beli di Indonesia

Menurut Yayan, jika mengacu pada tarif dasar listrik (TDL) di Indonesia, harga akhir listrik PLN berada di kisaran 6-8 sen euro/kWh. Hal tersebut berdasarkan informasi dari PT PLN terkait TDL sepanjang April hingga Juni 2021.

“Kita dapat bayangkan ini harga konsumsi akhir, jika kita bandingkan dengan harga rooftop di EU harga tersebut adalah ongkos produksinya, jadi mereka akan jual di kisaran 9-10 sen euro/kWh. Keekonomian TDL harga listrik saat ini tidak mendukung terhadap keekonomisan dari investasi teknologi rooftop PV,” ungkap Yayan.

Yayan melanjutkan, dari hasil perhitungan di EU, WACC (Weight Cost of Capital) untuk investasi rooftop berada di 7 persen. Sedangkan di Indonesia, WACC atau IRR keekonomian di atas 10 persen.

“Di sini ada kesenjangan antara daya beli vs price, investment vs economic price, harusnya investment = price sehingga price = daya beli (purchasing power),” kata Yayan.

Dari hasil kalkulasi Laboratorium Sistem Tenaga Listrik Institut Teknologi Bandung (ITB) disebutkan, jika tarif PLTS atap tetap 100 persen atau Rp1.444,3 per KWh dan diikuti penambahan kapasitas 1 GW tiap tahun, hingga 2030 maka akan ada kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) Rp11,3 per KWh atau Rp42,5 triliun selama sembilan tahun.

PLN Wajib Membeli 100 Persen Listrik PLTS

Sementara itu, pakar energi dan guru besar Institus Tekonologi 10 November Surabaya Mukhtasor mengatakan, pemerintah atau negara harus siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil terkait rencana Kementerian ESDM merevisi Peraturan Menteri terkait PLTS atap.

Dari situ terdapat klausul yang kontroversial, yakni adanya kewajiban bagi PLN untuk membeli 100 persen listrik atas PLTS atap dari sebelumnya 65 persen.

“Rencana penerbitan Permen ESDM soal PLTS atap terburu-buru. Harusnya pihak terkait memberikan masukan dalam penyusunan Permen terkait revisi PLTS Atap. Jika ada informasi yang tidak match, pihak independen dilibatkan. Apalagi ini demi kepentingan nasional dan berdampak tidak hanya bagi PLN, juga keuangan negara,” ujar Mukthtasor saat diskusi dengan media, Selasa (17/8/2021) sore.

 

 

Perlu Disiapkan APBN

Adapun menurut dia, apa pun keputusan hasil yang dirumuskan dalam Permen ESDM terkait PLTS atap, keputusan yang diambil harus sudah memperhitungkan konsekuensi dan ada mitigasinya.

“Kalau ditetapkan 1:1 harus ada kompensasi kepada PLN. Berapa beban kompensasinya. Begitu juga kalau 1:0,65, berapa kompensasi yang diberikan,” katanya.

Artinya, lanjut Mukhtasor, APBN harus disiapkan untuk menanggung konsekuensi dari keputusan tersebut, termasuk kuota tertentu.

“PLTS atap kan marak untuk kota besar, khususnya Jakarta. Padahal, yang pas itu pengembangan PLTS yang digunakan untuk menggantikan pembangkit diesel yang kebanyakan dibangun/dipasang di daerah. Sebaiknya fokus ke PLTS bukan ke PLTS atap. Itu hanya menguntungkan orang kaya,” kata dia. (mdk/nrd)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Jurus UMKM di Bogor Hemat Biaya Listrik dan Dukung Keberlanjutan Lingkungan dengan PLTS Atap
FOTO: Jurus UMKM di Bogor Hemat Biaya Listrik dan Dukung Keberlanjutan Lingkungan dengan PLTS Atap

Kemudahan PT PLN dalam memberikan izin penggunaan PLTS Atap memberikan angin segar dalam transisi energi bersih untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.

Baca Selengkapnya
Menteri ESDM Minta PLN Tak Hambat Pengembangan PLTS Atap di Daerah
Menteri ESDM Minta PLN Tak Hambat Pengembangan PLTS Atap di Daerah

Program ini akan memberikan dampak positif bagi negara dengan mengurangi konsumsi batu bara sebesar 2,98 juta ton per tahun.

Baca Selengkapnya
Masih Minim Dukungan Pemerintah, Ini Kisah Desa di Klaten Kembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari bagi Warganya
Masih Minim Dukungan Pemerintah, Ini Kisah Desa di Klaten Kembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari bagi Warganya

Selama ini, pengembangan PLTS di Desa Nanggulan dilakukan menggunakan dana desa.

Baca Selengkapnya
Ternyata PLTS Atap Bisa Bikin PLN Merugi, Sudah Dirasakan di Jakarta
Ternyata PLTS Atap Bisa Bikin PLN Merugi, Sudah Dirasakan di Jakarta

Penggunaan PLTS atap disinyalir bakan bikin PLN merugi.

Baca Selengkapnya
Ini Kunci Sukses Transaksi Digital Agar Merata di RI, Kadin dan Perusahaan Teknologi Setuju
Ini Kunci Sukses Transaksi Digital Agar Merata di RI, Kadin dan Perusahaan Teknologi Setuju

Kadin mengakui perkembangan QRIS yang begitu pesat, masih ada beberapa catatan yang jadi perhatian serius.

Baca Selengkapnya
Dorong Transisi Energi, PLN Bali Fokus Ubah Mindset Warga
Dorong Transisi Energi, PLN Bali Fokus Ubah Mindset Warga

Dalam skema transisi energi itu, PLN pun memiliki perhatian pada sisi hilir alias pola konsumsi energi.

Baca Selengkapnya
IKAPPI Dorong Maksimalkan Penggunaan QRIS Pedagang Pasar Sektor Pangan
IKAPPI Dorong Maksimalkan Penggunaan QRIS Pedagang Pasar Sektor Pangan

IKAPPI tengah memaksimalkan pengunaan QRIS di sektor pangan. Setidaknya, saat ini ada 12,5 juta pedagang pasar di seluruh Indonesia.

Baca Selengkapnya