Ahok laporkan Kepala BPK DKI ke Majelis Kehormatan Kode Etik
Merdeka.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengancam akan melaporkan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Efdinal ke Majelis Kehormatan Kode Etik BPK. Ahok menilai BPK DKI tendensius dalam menyelidiki kasus pembelian tanah RS Sumber Waras.
"Mau enggak yang dibalikin, beli harga sekarang? Enggak mau. Makanya saya bilang BPK DKI itu tendensius, menuduh sesuatu sama Pak Efdinal. Kita lapor kepada (mahkamah) etiknya BPK," kata Ahok di Balai kota, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (29/10).
Ahok juga menolak rekomendasi dari BPK DKI untuk mengembalikan tanah Sumber Waras. Menurutnya jika dikembalikan justru akan menimbulkan kerugian negara.
-
Kenapa Ahok prihatin dengan korupsi? Ahok pun merasa prihatin dengan nasib generasi muda di masa mendatang.
-
Apa yang membuat Ahok heran tentang koruptor? Dia menyoroti hukum dan sanksi para koruptor. Saking lemahnya hukum, Ahok heran melihat bekas tahanan koruptor yang justru semakin kaya. Beberapa di antaranya bahkan tak segan pamer kekayaan.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Siapa yang setuju dengan Ahok tentang korupsi? Perbincangan kedua tokoh tersebut turut menuai beragam tanggapan dari publik.
-
Siapa yang menjadi tersangka kasus korupsi? Harvey Moeis menjadi tersangka dalam kasus korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
-
Siapa yang diduga melakukan korupsi? KPK telah mendapatkan bukti permulaan dari kasus itu. Bahkan sudah ada tersangkanya.
"Jika balikin, kerugian negara enggak? Kerugian juga. Kan kalau pembelian tanah nih sudah terang jelas final kalau kamu mau balikin bisa enggak balikin? Enggak bisa loh mesti jual balik," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini menilai jika menggunakan hasil appraisal (harga taksiran), nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 Rp 904 miliar, justru akan lebih mahal. Sebab, pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras itu, telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah dengan pembelian lahan sebagian lahan RS Sumber Waras sebesar Rp 755 miliar.
"Kalau kamu balikin enggak bisa, mesti pakai proses jual. Kalau kamu jual, ada kerugian negara enggak? Harga sekarang sudah lebih tinggi loh," lanjutnya.
Oleh sebab itu, Ahok menegaskan tidak akan mengembalikan lahan tersebut, dan membelinya dengan harga yang lebih tinggi.
"Mau enggak yang dibalikin, beli harga sekarang? Enggak mau. Makanya saya bilang BPK DKI itu tendensius, menuduh sesuatu sama Pak Efdinal. Kita lapor kepada (mahkamah) etiknya BPK," tandas orang nomor satu DKI ini.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyebut KPK memegang banyak kasus korupsi di PT Pertamina.
Baca SelengkapnyaUang tersebut diberikan oleh Irwan, melalui perantara tersangka korupsi BTS 4G.
Baca SelengkapnyaLembaga antirasuah menyelidiki dugaan korupsi saat Adhy menjadi pejabat Kemensos.
Baca SelengkapnyaKusnadi berada di lantai dasar ketika Hasto sedang menjalani pemeriksaan
Baca SelengkapnyaNama Sadikin Rusli disebut-sebut dalam sidang perkara korupsi BTS Kominfo.
Baca SelengkapnyaAchsanul Qosasi diduga telah menerima uang kurang lebih Rp 40 miliar dari Irwan Hermawan.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP ini dilaporkan waris tanah eks Taman Sriwedari.
Baca SelengkapnyaRossa diduga melanggar etik saat menyita ponsel dan buku catatan milik sekjen PDIP
Baca SelengkapnyaPKB meminta agar pihak lain tidak mengkaitkan penggeledahan rumah Gus Halim dengan isu lain.
Baca SelengkapnyaAKBP Rossa membidik Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam kasus Harun Masiku.
Baca SelengkapnyaWayan Koster diperiksa oleh Polda Bali. Dia diperiksa terkait laporan dugaan korupsi.
Baca SelengkapnyaAHY menyarankan pada masyarakat bila menemukan indikasi ketidakabsahan pada lahannya, sebaiknya laporkan ke pihak kantor ATR/BPN untuk mencabut akta.
Baca Selengkapnya