Boleh kah partai tarik dukungan jika Ahok jadi tersangka?
Merdeka.com - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017 akan digelar 15 Februari 2017 mendatang. Dari 101 daerah, Pilkada Ibu Kota Jakarta paling disorot banyak pihak. Salah satu penyebabnya pasangan calon yang maju adalah petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot).
Saat ini, Ahok dihantam dengan kasus dugaan penistaan agama karema mengutip Surah Al Maidah ayat 51. Ahok dianggap melakukan penghinaan terhadap ulama.
Meski saat ini polisi masih melakukan penyelidikan, partai politik pendukung Ahok seperti Partai NasDem sudah mulai ancang-ancang untuk menarik dukungan jika Ahok ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
-
Siapa yang diusulkan untuk Pilkada? Dalam Pilkada 2005, calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik atau gabungan beberapa partai politik.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Siapa yang dipilih di Pilkada? Pilkada adalah proses pemilihan demokratis untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
-
Siapa yang dipilih dalam Pilkada? Pilkada adalah proses di mana masyarakat memilih pemimpin lokal, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, yang akan memegang kendali atas pemerintahan daerah mereka selama beberapa tahun ke depan.
-
Siapa saja yang dipilih dalam Pilkada? Pilkada memilih beberapa posisi penting yang mencakup: 1. Gubernur dan Wakil Gubernur, 2. Bupati dan Wakil Bupati, 3. Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
-
Apa arti dari Pilkada? Pilkada artinya Pemilihan Kepala Daerah, Berikut Tahapannya Pilkada artinya proses pemilihan umum di Indonesia yang dilakukan untuk memilih kepala daerah.
Lalu bagaimana jika partai politik menarik dukungan terhadap Ahok?
Ketua Lembaga Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Veri Junaidi mengatakan, tak ada sanksi bagi partai politik menarik dukungan kepada calon bermasalah atau calon tersangkut kasus hukum.
"Kalau itu tak ada pengaturan, sanksi pidana enggak ada. Dalam proses pencalonan dilarang dia memberikan dukungan ganda," kata Veri saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Senin (14/11).
Dia melanjutkan, partai politik bisa melakukan pergantian dukungan bila calonnya berhalangan tetap. Yaitu misalnya meninggal dunia. Hal ini, tegas Veri, semata-mata demi kepastian hukum.
"Ini demi kepastian hukum, meski konteksnya pencalonan bisa ditafsirkan sampai proses pemilihan, supaya proses tetap berjalan," tegasnya.
Menurutnya, konsep awal UU Pilkada dibuat dan memberikan sanksi terhadap partai atau calon yang mengundurkan diri karena hanya memajukan calon boneka. Misalkan dalam suatu wilayah ada satu pasang calon kuat dan tak ada pesaing yang maju, kemudian calon boneka dibuat.
Dengan kata lain, lanjut Veri, pada dasarnya sanksi bagi calon yang mundur juga untuk menghindari adanya barter dalam pilkada.
Jika Ahok berstatus tersangka dan mundur dari pencalonan, kata Veri, Ahok akan menerima sanksi. Yaitu Ahok terancam mendapatkan sanksi pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar jika mengundurkan diri. Hal ini berdasarkan Pasal 191 ayat (1) UU 6/2016 tentang revisi kedua UU 8/2015 ayat 1 yang menyebutkan larangan pasangan calon yang sudah ditetapkan mengundurkan diri.
"Kasus Ahok ketentuannya dilarang mengundurkan diri. Kedua kalau ditetapkan sebagai tersangka, ada asas praduga tak bersalah sampai ada keputusan dari pengadilan sifatnya tetap. Misalkan Ahok tersangka, tetap bisa maju dalam Pilgub DKI," jelasnya.
"Kasus di DKI satu sisi tak boleh mundur dalam proses pencalonan, ada sanksi pidana. Sisi lain, proses ini masih berjalan dan calon masih memiliki hak politik hingga ada keputusan tetap dari pengadilan," tandasnya.
(mdk/sho)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dody menjelaskan, hal tersebut sudah tertuang dalam Pasal 43 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015.
Baca SelengkapnyaUsai gugatan dikabulkan, Partai Buruh mempertimbangkan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta bersama PDIP dan Hanura.
Baca SelengkapnyaAhok mengungkapkan peniadaan Pilgub merupakan wacana yang sudah lama ia ketahui.
Baca SelengkapnyaKesempatan itu diberikan karena KPU berkomitmen mendorong daerah-daerah agar tidak ada calon tunggal selama proses pencalonan pada Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaMenurut Said, banyak orang yang menganggap Anies sudah tidak lagi memiliki peluang maju.
Baca SelengkapnyaAhok menanggapi pertanyaan adanya kemungkinan koalisi antara paslon 03 dengan paslon 01 jika ada putaran kedua
Baca SelengkapnyaPutusan MK itu membuat partai politik tidak meraih kursi di DPRD dapat mengusung calon di Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaMengumpulkan dukungan untuk maju sebagai calon independen bukan merupakan perkara mudah.
Baca SelengkapnyaFraksi PDIP akan terus memperjuangan agar keputusan MK dapat diakomodir.
Baca SelengkapnyaMuzani tetap berharap internal KIM tetap solid dalam Pilkada 2024 demi meraih kemenangan yang maksimal.
Baca Selengkapnya"Hampir di semua tempat provinsi, kabupaten kota akan bisa mengubah peta ya, peta politik pencalonan nanti," kata Waketum Golkar.
Baca SelengkapnyaPDIP bicara peluang Anies Baswedan berpasangan dengan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok di Pilgub Jakarta.
Baca Selengkapnya