Cerita runtuhnya hotel paling mewah se-Asia di Harmoni
Merdeka.com - Tidak semua bangunan kuno di Jakarta bisa lestari hingga sekarang. Ada yang nasibnya tragis, runtuh tak kuat menahan arus zaman seperti Hotel des Indes. Hotel mewah itu pernah menjadi ikon Batavia tempo dulu.
Bahkan, di eranya, ketenaran Hotel des Indes dianggap melebihi hotel-hotel terkenal lainnya di Asia, termasuk Hotel Raffles yang dibangun oleh kolonial Inggris di Singapura. Menurut sejarawan JJ Rizal, kemegahannya sepuluh kali Hotel Raffles di Singapura. "Sayang jika bangunan Hotel des Indes sekarang sudah tidak ada," katanya kepada merdeka.com.
Hotel des Indes terletak di ujung selatan Molenvliet West, kini bernama Jl Gajah Mada, Jakarta Pusat. Hotel ini dibangun masa penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1829. Saat itu, seorang warga negara Prancis, Antoine Surleon Chaulan membeli tanah tersebut dari pemerintah Belanda dalam kondisi sudah terbangun, yakni bangunan asrama pelajar putri Belanda.
-
Dimana Raffles disambut meriah di Yogyakarta? Dalam catatan 'Java Government Gazette' disebutkan, saat sampai di Jalan Malioboro, ia disambut dengan perayaan yang meriah.
-
Kapan Raffles mengunjungi Keraton Yogyakarta? Seperti dikutip dari Facebook Roemah Toea, ia beserta rombongan tiba di Yogyakarta pada 8 Desember 1813.
-
Apa yang Raffles dapatkan selama di Yogyakarta? Selama tinggal di keraton, ia mendapat perlakuan yang Istimewa.
-
Apa julukan Jakarta? Menariknya, sematan kata 'The Big Durian' membuatnya sering disamakan dengan Kota New York di Amerika.
-
Apa prestasi yang diraih Rizki Juniansyah? Atlet kelahiran Banten, Rizki Juniansyah, yang berusia 21 tahun, telah mengukuhkan dirinya sebagai lifter terkuat di kelas 73 kilogram Olimpiade Paris 2024. Pada Olimpiade Paris 2024, Rizki Juniansyah berhasil memenangkan medali emas di nomor 73kg putra.
-
Mengapa RSA UGM memilih hotel bintang lima? Selama terapi, para pasien bisa memilih untuk tinggal di Sheraton dengan pendampingan dari RSA tanpa harus kembali ke daerah asal.'Karena kalau tinggal di RS terus akan sangat stressfull pastinya. Pasien yang bahagia memiliki tingkat probabilitas yang tinggi untuk sembuh,' ujar Darwito.
Antoine kemudian membangun sebuah hotel di atas tanah itu. Hotel itu dinamakannya Hotel de Provence. Namun, pada lelang tahun 1845, Etienne Chaulan membeli hotel itu dari saudaranya dengan harga 25.000 gulden Belanda.
Di tangan Etienne, hotel ini mulai terkenal. Hotel ini pertama menjual berbagai jenis es krim gaya Eropa. Namun, hotel itu kembali berubah nama setelah dibeli oleh Cornelis Denning Hoff pada tahun 1851.
Cornelis menganti nama hotel menjadi Hotel Rotterdam. Cornelis tak lama memiliki memiliki hotel itu. Pada tahun 1852 dia menjual hotel itu kepada orang Swiss bernama Francois Auguste Emile Wijss. Atas usulan Douwes Dekker, Francois kemudian menganti nama hotel itu dengan nama Hotel des Indes pada 1 Mei 1856.
Pada tahun 1860, Hotel des Indes dijual Wijjs kepada orang Prancis bernama Louis George Cressonnier. Di masa kepemilikannya, Hotel des Indes gencar diiklankan. Alhasil, para wisatawan yang tiba di pelabuhan Batavia kala itu memilih Hotel des Indes sebagai tempat menginap.
"Hotel des Indes benar-benar nyaman. Setiap tamu disediakan ruang duduk dan kamar tidur yang menghadap ke beranda, di mana mereka bisa menikmati kopi di pagi hari dan teh di sore hari. Di tengah alun-alun ada beberapa kolam pemandian marmer yang selalu siap untuk digunakan. Sarapan disajikan secara prasmanan pada pukul sepuluh pagi, sementara makan malam dimulai pukul enam sore, semua kemewahan itu dapat dinikmati para tamu dengan harga yang pantas," demikian pengalaman ilmuwan Inggris, Alfred Russel Wallace, dalam buku 'The Malay Archipelago.'
Pihak keluarga Cresonnier kemudian menjual hotel itu kepada Theodoor Gallas, setelah sang pemilik meninggal dunia pada 1870. Namun, hotel itu kembali dijual pada 1886 kepada Yakub Lugt dengan harga 177.000 gulden Belanda.
Jacob Lugt kemudian memperluas hotel secara besar-besaran dengan cara membeli tanah di sekeliling hotel. Masalah keuangan membuat dia kemudian menjadikan hotel itu menjadi sebuah perseroan terbatas N.V. Hotel des Indes pada tahun 1897.
Hotel itu kemudian menjadi sangat terkenal dan sukses di Asia setelah dibeli Gantvoort pada 1903. Namun pada tahun 1942 Jepang merebut hotel itu. Saat itu salah seorang proklamator, Mohammad Hatta ditempatkan sementara di hotel itu oleh Jepang.
Setelah Jepang hengkang dari Indonesia, hotel itu kembali ke dunia bisnis pada Juni 1946. G.P.M. van Weel diangkat sebagai direktur, dengan penasehat co-direktur, A. dan FJ Zeilinga.
Hotel itu menjadi saksi sejarah perundingan Roem-Royen pada 7 Mei 1949 yang menghasilkan penyerahan kedaulatan Indonesia dari Belanda dan dilepaskannya Soekarno dan Mohammad Hatta.
Setelah Indonesia merdeka, hotel itu kemudian dianeksasi tanpa kompensasi pada tahun 1949. Hotel des Indes pun berubah nama menjadi Hotel Duta Indonesia. Namun, hotel itu terus mengalami penurunan pendapatan, terlebih pasca-tahun 1962.
Saat itu, Presiden Soekarno meresmikan berdirinya Hotel Indonesia yang menjadi saingan berat hotel tiga zaman itu. Hotel tua itu pun dihancurkan pada tahun 1971 untuk membuat jalan bagi pusat perbelanjaan Duta Merlin.
Meski telah tiada, nama Hotel des Indes tetap tercatat sebagai bagian sejarah Jakarta, bahkan Indonesia, yang tak akan hilang dihapus waktu.
***
Mulai hari ini hingga sepanjang bulan Juni setiap harinya merdeka.com akan menurunkan tulisan tentang Jakarta dulu dan sekarang. Cerita tersisa ini diharapkan mengingatkan kita pada Jakarta, kota indah di masa kolonial yang kini makin sesak dan padat di zaman modern. (mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
5 Agustus menandai beberapa peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.
Baca SelengkapnyaBangunan ini punya desain moderen dan hadirkan pemandangan langsung menuju laut
Baca SelengkapnyaMereka juga punya hotel-hotel mewah di sejumlah negara Asia Tenggara
Baca SelengkapnyaSuasananya Bikin Merinding, Intip Deretan Potret Rumah Mewah Mendiang Suzzana yang 10 Tahun Ditinggal
Baca SelengkapnyaTercatat, sekitar 10 miliuner termasuk Pansy Ho dari Hong Kong dan Sukanto Tanoto dari Indonesia membangun hotel di Singapura.
Baca SelengkapnyaSiantar Hotel, sebuah penginapan yang menyimpan cerita sejarah masa kolonial Belanda dan Jepang.
Baca SelengkapnyaYang paling mencolok di antara karya seni pada hotel itu adalah lukisan abstrak Shanghai berukuran besar, karya Shi Qi.
Baca SelengkapnyaBisnisnya di China meliputi perusahaan pembotolan Coca-Cola dan kepemilikan Beijing World Trade Centre.
Baca SelengkapnyaTokoh-tokoh Nasional seperti Ir. Soekarno hingga RA Kartini pernah menginap di sana.
Baca SelengkapnyaChangi sudah didapuk sebagai bandara terbaik dunia sebanyak 12 kali lho!
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan penampakan rumah mewah milik miliarder terbengkalai.
Baca SelengkapnyaMenara Saidah tidak lagi menjadi salah satu gedung tertinggi di DKI Jakarta seiring pesatnya pembangunan.
Baca Selengkapnya