Greenpeace Meyakini Konsentrasi Paracetamol di Teluk Jakarta Meningkat Saat Pandemi
Merdeka.com - Juru Kampanye Laut Greenpeace, Arifsyah Nasution menilai temuan konsentrasi zat paracetamol di teluk Jakarta akan semakin tinggi seiring dengan penggunaan obat-obatan di masa pandemi Covid-19. Namun, asumsi ini perlu diteliti lebih lanjut oleh pemerintah.
"Kondisi pandemi yang sudah hampir berjalan dua tahun ini berpotensi menambah persoalan, namun tetap perlu kajian lanjut," ucap Arifsyah kepada merdeka.com, Senin (4/10).
Arif berpandangan, dugaannya tersebut mengacu dari waktu pengambilan sampel oleh peneliti di tahun 2017, di mana belum terjadi pandemi Covid-19. Jika pada tahun tersebut zat parasetamol terdeteksi di teluk Jakarta, Arifsyah meyakini kontaminasi parasetamol akan semakin tinggi di masa pandemi.
-
Kenapa kasus ISPA meningkat di Jakarta? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencatat kasus infeksi saluran pernapasan (ISPA) di DKI Jakarta terus meningkat akibat polusi udara yang kian memburuk di Jabodetabek.
-
Mengapa polusi udara di Jakarta berbahaya? Angka itu memiliki penjelasan tingkat kualitas udaranya masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif yakni dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
-
Apa masalah utama pencemaran lingkungan? Sampah plastik masih menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah maupun laut.
-
Mengapa Indonesia punya paparan mikroplastik tinggi? Sejumlah penelitian terbaru mengungkap bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan paparan mikroplastik yang sangat tinggi. Hal ini tentu menimbulkan dampak kesehatan yang tidak main-main dan tak bisa disepelekan.
-
Kenapa Pemprov Jateng sangat fokus memberantas narkoba? Sebab, kasus kejahatan narkoba di Jawa Tengah butuh perhatian khusus.
-
Bagaimana narkoba bisa mengancam keberlanjutan negara? 'Kalau generasi muda kita sudah dihancurkan siapa yang akan melanjutkan keberlanjutan negara ini kalau kita tidak selesaikan dari generasi muda,' pungkasnya.
"Jadi konsentrasi dan akumulasinya sudah berjalan lama jauh sebelum pandemi menurut dugaan kami," imbuhnya.
Hal yang kemudian menjadi sorotan dan patut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat adalah pengelolaan limbah farmasi. Dari temuan peneliti tentang kontaminasi zat parasetamol, Arifsyah mengatakan hal itu justru menunjukkan buruknya pengelolaan limbah farmasi.
Kondisi itu, kata Arif, kemudian diperparah oleh pengetahuan masyarakat yang minim tentang bagaimana pengelolaan limbah rumah tangga.
Dia juga menyebutkan, proyek reklamasi juga menyumbang atas buruknya sirkulasi air laut di Jakarta yang diyakini dapat meningkatkan konsentrasi zat parasetamol atau obat-obatan.
"Konsentrasi parasetamol yang terdeteksi tersebut, dapat menunjukkan pula proses sirkulasi dan pergantian masa air di Teluk Jakarta tidak lancar/terhambat karena berbagai proyek reklamasi yang bertahun-tahun berjalan di kawasan pesisir Jakarta."
Sebelumnya, hasil penelitian tersebut masuk dalam publikasi LIPI yang diunggah pada 14 Juli 2021 melalui laman resminya lipi.go.id, terkait tingginya konsentrasi paracetamol di Teluk Jakarta, dengan judul: High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia.
Peneliti tersebut di antaranya Wulan Koagouw dan Zainal Arifin. Keduanya dari dari Pusat Penelitian Oceanografi itu menemukan dari empat titik yang diteliti di Teluk Jakarta, dua di antaranya, yakni di Angke terdeteksi memiliki kandungan paracetamol sebesar 610 nanogram per liter dan di Ancol mencapai 420 nanogram per liter.
Sementara itu, berdasarkan lampiran VIII PP Nomor 22 Tahun 2021, parameter baku mutu air laut mencapai 38 jenis yakni warna, kecerahan, kekeruhan, kebauan, padatan tersuspensi total dan sampah.
Kemudian, suhu, lapisan minyak, pH, salinitas, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimia, ammonia, ortofosfat, nitrat, sianida, sulfida, hidrokarbon petroleum total, senyawa fenol total, poliaromatik hidrokarbon, poliklor bifenil, surfaktan, minyak dan lemak.
Selanjutnya, pestisida (BHC, aldrin/dieldrin, chlordane, DDT, heptachlor, lindane, methoxy-chlor, endrin dan toxaphan), tri buti tin, raksa, kromium heksavalen, arsen, cadmium, tembaga, timbal, seng, nikel, fecal coliform, coliform total, pathogen, fitoplankton dan radioaktivitas.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Zat tersebut sudah pasti membahayakan kehidupan organisme akuatik
Baca SelengkapnyaPenyakit Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA tengah menjadi ancaman di Indonesia, khususnya warga sekitar Jakarta.
Baca SelengkapnyaPencemaran udara ditambah dengan perubahan iklim dan pemanasan mengancam kesehatan manusia.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kasus ISPA itu melonjak akibat polisi udara yang kian memburuk di Jabodetabek.
Baca SelengkapnyaSampah plastik masih menjadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan.
Baca SelengkapnyaBareskrim Polri menaikkan status hukum penanganan kasus dugaan keterlibatan pihak BPOM.
Baca SelengkapnyaPerlu dilakukan intervensi demi masyarakat berkembang dan perekonomian tumbuh pesat.
Baca SelengkapnyaPenampakan perumahan warga yang terletak di sekitar kawasan Kampung Aquarium lebih rendah dari pada air laut.
Baca SelengkapnyaPenelitian terbaru yang dilakukan Cornell University ungkap paparan berlebih mikroplastik terhadap masayarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaSejak 27 November sampai 3 Desember kenaikan sebanyak 30 persen.
Baca SelengkapnyaPadahal, delapan miliar manusia yang hidup di bumi saat ini sangat tergantung pada keanekaragaman hayati termasuk kualitas udara yang bersih.
Baca SelengkapnyaFenomena tersebut ditakutkan akan mengakibatkan kekurangan produktivitas pangan karena kurangnya ketersediaan air. Simak selengkapnya!
Baca Selengkapnya