Ini alasan Ahok terbitkan Pergub larangan iklan rokok di media luar
Merdeka.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengeluarkan aturan agar perusahaan rokok tidak dapat memasang iklan pada media luar ruang. Peraturan ini dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, dasar untuk pembuatan Pergub ini karena banyak anak-anak di Jakarta mengonsumsi rokok. Sehingga, perlu ada pembatasan publikasi atas produk-produk tembakau yang dapat menyebabkan kanker.
"Dasarnya terlalu banyak, salah satunya meningkat anak-anak merokok dan bahaya rokok, kanker segala macam terlalu tinggi," jelasnya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (26/1).
-
Bagaimana cara berhenti merokok? 'Dan kita tahu cara melakukannya, dengan menaikkan pajak rokok dan meningkatkan dukungan penghentian,' lanjutnya.
-
Bagaimana cara mengatasi keinginan merokok? 'Perasaan atau pikiran saat ingin merokok dapat dialihkan dengan melakukan kegiatan lain yang positif seperti makan-makanan yang sehat, berolahraga, atau bahkan ngobrol bersama keluarga dan teman,' tambahnya.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
Untuk melakukan kontrol terhadap iklan reklame, Pemprov DKI Jakarta tidak akan menerima lagi penerbitan izin untuk iklan pada media luar. Namun, mantan Bupati Belitung Timur ini tidak dapat memastikan apakah ini efektif untuk mengurangi pengonsumsi rokok.
"Efektif nggak efektif pokoknya kami larang aja. Kalau larang iklan kan lebih gampang. Reklame billboard juga mau kami potong, kami mau pake LED. LED nanti semua dinding-dinding. Kami bisa kontrol dari locknya iklannya apa aja, kayak tv kabel," tutup Ahok.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan, larangan ini sudah mulai berlaku semenjak tanggal 13 Januari 2015. Namun, untuk iklan yang sudah mendapatkan izin tetap dapat terpasang, tetapi tidak dapat diperpanjang.
"Sudah efektif karena sudah diundangkan pada 13 Januari 2015. Tidak boleh lagi ada izin lagi untuk media di luar ruang itu. Kecuali yang sudah ada entah di pelosok mana dan izinnya udah ada sampai izinnya habis. Tidak bisa diperpanjang," tegasnya di Balai Kota DKi Jakarta, Jumat (23/1).
Dia mengungkapkan, Pergub ini dibuat sebagai bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap masukan dari masyarakat. Selain itu ada seruan dari pihak internasional untuk tidak mempublikasi iklan tembakau dan produknya di publik.
"Itu seruan dunia dan perhatian pemda saja terhadap masukan dari masyarakat dan LSM anti tembakau. Dan itu benar merokok itu tidak sehat," jelasnya.
Mantan Walikota Jakarta Pusat ini menyakini, tidak akan ada pengaruhnya pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak reklame dengan adanya aturan ini. Terlebih, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih memilih sehat.
"Kami lebih memilih sehat, kalau duit gak ada pengaruhnya," ungkapnya.
Saefullah menegaskan, bangunan dan kios yang dibentuk dengan muatan iklan perusahaan rokok juga akan ditertibkan. Sebab, itu semua termasuk dalam iklan media di luar ruang.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkes Budi Gunadi Sadikin tengah membuat Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaFabianus menyatakan bahwa PP 28/2024 maupun RPMK memiliki potensi besar untuk mempengaruhi keberlangsungan industri media luar griya.
Baca SelengkapnyaJanoe Arijanto menegaskan selama ini pelaku industri periklanan telah menaati peraturan dalam mengiklankan produk tembakau dan turunannya.
Baca SelengkapnyaAturan kemasan rokok polos tanpa merek menjadi polemik baru bagi perusahaan yang menjalankan usahanya secara legal.
Baca SelengkapnyaPeredaran rokok perlu dikendalikan di tingkat masyarakat selaku konsumen.
Baca SelengkapnyaIklan rokok televisi (TV) yang jam tayangnya semakin sempit dari semula jam 21.30 – 05.00 menjadi 23.00 – 03.00.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan disusun tanpa melibatkan para stakeholder yang terlibat di dalamnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah semakin memperketat peredaran dan penjualan rokok melalui PP Nomor 28 Tahun 2024.
Baca SelengkapnyaGAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaKerugian Rp9,1 Triliun Hingga PHK Massal Membayangi Industri Media Jika Iklan Rokok Dilarang
Baca SelengkapnyaDia menyayangkan sikap pemerintah yang tidak melibatkan industri periklanan maupun industri kreatif
Baca SelengkapnyaJanoe juga memperkirakan adanya potensi penurunan yang dapat terjadi jika pembatasan dan penyempitan iklan rokok diberlakukan.
Baca Selengkapnya