Jeritan mereka berjuang di Jakarta

Merdeka.com - Jakarta seakan menjadi magnet perekonomian di Indonesia. Ribuan orang dari berbagai daerah tiap tahun mengadu nasib di ibu kota berharap mendapatkan masa depan cerah. Mereka datang dan siap berjuang.
Ada juga mereka datang ke Jakarta hanya berharap nasibnya lebih baik. Sehingga tidak sedikit mereka harus bekerja serabutan hingga hidup di bawah kolong jembatan layang dan tidur di pinggir jalan.
Meski begitu, para kaum urban tetap banyak mereka bernasib baik, karir cemerlang dan kehidupannya mapan secara ekonomi. Tentu mereka kaum urban beruntung ini tidak sembarangan ketika berjuang di Jakarta.
Sedangkan bagi kaum urban tengah berjuang, tentu saja doa mereka sama: sukses menaklukkan ibu kota. Seperti dilakukan Tiara (27). Wanita asal Yogyakarta ini selepas menyelesaikan kuliah langsung memutuskan mengadu nasib ke Jakarta. Bermodal selembar kertas ijazah Strata 1 (S1) dirinya mencoba melamar ke pelbagai lembaga pemerintah dan perusahaan swasta di Jakarta.
Impiannya begitu lucu. Dia hanya bercita-cita kerja di gedung pencakar langit. "Bagi saya Jakarta itu jantung perekonomian. Waktu pertama kali menginjakkan kaki di sini (Jakarta) saya berharap bisa bekerja di gedung pencakar langit yang ada di Sudirman dan Thamrin, ya cuma modal ijazah S1," kenang Tiara, menceritakan pertama kali niat datang ke Jakarta pada 2014 silam kepada merdeka.com, Jumat (24/6).
Meski berbekal ijazah S1, ternyata tidak mudah mendapatkan kerja di Jakarta. Dia bahkan pernah merasakan pahitnya menunggu panggilan kerja hingga berbulan-bulan. Lantaran tak ada panggilan, alhasil Tiara cuma menambah daftar pengangguran di Jakarta.
"Berbulan-bulan nunggu panggilan pekerjaan, sudah banyak surat lamaran yang saya kirim ke perusahaan tapi nggak diterima. Uang tabungan saya bawa dari kampung sudah menipis buat makan dan bayar kosan, ya terpaksa kerja serabutan," keluhnya.
Bagi Tiara, meraih kesuksesan di ibu kota Jakarta itu tidak segampang membalikan telapak tangan. Meski pendidikan tinggi tidak menjadi jaminan bisa mendapatkan pekerjaan layak. Butuh jaringan dan keberuntungan.
Lain halnya dirasakan Folly Akbar. Lajang berusia 27 tahun ini merupakan kaum urban asal Cirebon. Dia nekat merantau setelah tertarik mendengar cerita sahabatnya kerja di Jakarta.
Kisah Folly bisa dikatakan beruntung. Lamarannya sebagai wartawan di media cetak nasional langsung diterima. "Datang ke Jakarta sama teman-teman, pas ada lowongan kerja coba masukin lamaran. Terus diterima di salah satu perusahaan media," cerita Foly kepada merdeka.com
Foly mengaku tingal di Jakarta sudah setahun lebih. Bahkan Jakarta telah mengubah banyak hal dalam hidupnya termasuk finansial. Sebab, gaji diterimanya saban bulan baginya sangat cukup. "Secara ekonomi kehidupan gue tentunya sudah semakin baik," ucapnya.
Dia mengaku selama bekerja di Jakarta sudah bisa mengirim uang ke kampung untuk orang tuanya. Bahkan pengasilan yang didapatnya selama sebulan sudah lebih dari cukup untuk bertahan hidup di kerasnya ibu kota. "Semua serba cukup," tegasnya.
Selain itu, kata Foly, semenjak mendapatkan pekerjaan di Jakarta, dirinya mendapat pengalaman dan pelajaran hidup. Namun, dia tidak mau berlama-lama tinggal di Jakarta lantaran lebih cocok hidup di kampung halaman.
"Soal karir untuk saat ini Jakarta emang yang paling bisa diberi harapan, karena di kampung susah berkarir. Tapi kayaknya gue enggak lama-lama di sini (Jakarta) soalnya biaya hidup makin mahal sementara gaji belum naik-naik," keluhnya.
Akan tetapi, masih saja tiap tahun orang dari daerah berbondong-bondong datang ke Jakarta nekat mengadu nasib meski tak memiliki keterampilan bahkan pendidikan. Bagi mereka Jakarta adalah sumber penghidupan dan tempat mengubah nasib.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya