Kisah Warga 'Kota Kecil' di Kolong Tol Jakarta, Bertaruh Hidup Dalam Sesak
Merdeka.com - Ibu Kota Jakarta dikenal dengan kawasan gedung-gedung pencakar langit dengan segala hiruk pikuknya. Ternyata di balik gemerlapnya lampu-lampu gedung, masih ada warga rela tinggal di rumah beratapkan Jalan Tol Pluit-Tomang. Mereka tinggal berdekatan dalam ruang yang sempit.
Untuk dapat memasuki pemukiman tersebut, bukan perkara mudah. Terlebih dahulu, warga harus melintas pinggiran Kali Ciliwung atau Jalan Kepanduan 1, Jelambar Baru, Jakarta Barat. Kondisi jalan beralaskan beton yang bergelombang, beberapa diantaranya juga ada retak parah.
Pemandangan di sebelah kanan hanya terlihat sungai Ciliwung mengalir yang di seberangnya terdapat rumah penduduk, namun di sebelah kiri hanya tembok menjulang tinggi. Itu adalah perbatasan jalan tol.
-
Bagaimana warga melintas jembatan rusak itu? Warga harus bertaruh nyawa saat melintas di jembatan penghubung dua kecamatan itu.
-
Bagaimana kondisi jalan di perumahan tersebut? Selain rumah, jalan perumahan juga ambles sedalam tiga meter dan tidak bisa dilalui oleh pengendara sepeda motor apalagi mobil.
-
Kenapa jalan di Lebak Jeunjing sulit dilalui? Untuk jalan di Lebak Jeunjing sebenarnya di beberapa titik sudah mulus dengan konstruksi cor beton dan susunan batu. Namun konturnya menanjak curam dengan belokan tajam di samping jurang. Kondisi jalan juga belum memiliki pembatas sehingga bagi yang belum menguasai wilayah dikhawatirkan akan terjun ke jurang.
-
Di mana jalan rusak yang membuat warga harus menandu pasien? Sejumlah penduduk di Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sumatra Utara, harus berjuang saat merujuk seorang warga sakit menggunakan tandu.
-
Dimana letak permukiman terbengkalai di Jakarta? Baru-baru ini sebuah kawasan di wilayah Jakarta Timur yang terbengkalai terungkap, dengan deretan rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya.
-
Kenapa warga takut lewat jembatan rusak itu? 'Takut kalau lewat, gemetar mah ada. Terus harus pegang, takut ke bawah (jatuh) aja ini mah,' terangnya.
Hingga akhirnya, bertemu sebuah pos dengan kayu sebagai penopang utamanya. Tidak jauh dari itu, terselip tembok beton berwarna oranye dengan sedikit celah.
Merdeka.com menelisik masuk ke dalamnya dan menemukan pemukiman yang berada di kolong tol.
Untuk dapat masuk ke dalam, terdapat celah antara beton bawah jalan tol dengan tanah sekitar 150cm.
Kehidupan Kecil
Sambil berjalan dengan setengah badan yang tertunduk terlihat jelas bangunan rumah yang ditopang dengan kayu di sisi kanan kiri. Lampu berwarna kuning dengan sensasi remang-remang di masing-masing rumah selalu terlihat mengingat kawasan yang gelap.
Hawanya pengap. Suara bising kendaraan melintas di tol terdengar jelas. Meskipun demikian, warga tetap dapat tertidur lelap sambil menemani anaknya yang masih mungil.
Bukan hanya rumah biasa saja, beberapa diantaranya ada juga yang membuka warung kecil dengan menyajikan jajanan anak-anak dan juga gorengan.
Sekitar kurang lebih sembilan meter berjalan dari lorong sempit. Akhirnya badan dapat kembali berdiri tegak sambil berdiri diantara celah ruas tol yang lebarnya kurang dari satu meter.
Ada Sekolah
Tidak seperti sebelumnya rumah warga di kolong tol, di antara celah rol tersebut dapat menghirup udara dengan tenang serta sinar ada sinar matahari. Meskipun terkadang aroma dari kotoran binatang, menyengat di hidung.
Sekitar 100 meter mata memandang, terlihat di sisi kanan kiri juga terdapat kayu yang dibuat sedemikian rupa menjadi rumah yang beratapkan jalan tol dengan jalanan tanah diselingi kerikil-kerikil kecil. Bahkan, terdapat sebuah sekolah TK dan SD terselip diantaranya.
Jemuran depan rumah, perabotan dapur, dan alat mandi juga terlihat mejeng di depan rumah. Sesekali juga ada orang yang sedang berbincang dengan tetangganya di teras rumah.
Salah seorang warga bernama Tuti (bulan nama asli) mengaku kehidupan di kolong tol hanya perkara membiasakan diri saja.
Seperti halnya untuk mandi tersedia kamar mandi umum, namun beberapa rumah diantaranya juga ada yang memiliki kamar mandi tersendiri.
"Di sini kita air ngebor sendiri. Nah kalau listrik ada kita bayar ke orang lain," sebut Tuti salah satu penghuni yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga kepada merdeka.com Senin (19/6).
Hidup di Tengah Kebisingan
Bising kendaraan yang melintas seperti truk, mobil, hingga suara ambulan sudah hal biasa baginya. Bagaimana tidak, Tuti sudah menghuni kolong tol selama delapan tahun.
"Denger tuh suara sirine ambulan, kadang polisi. Malah juga pernah denger suara kendaraan tabrakan," bebernya.
Sedangkan untuk mengkonsumsi makanan setiap harinya mereka tetap mengandalkan untuk berbelanja di pasar.
Dengan upah yang sangat minim ibu dengan 4 anak itu mengaku dapat bertahan hidup hingga saat ini.
"Dua anak saya sudah misah (nikah) anak yang ketiga jadi kuli bangunan, terus keempat masih kecil. Kalau suami kerjanya tukang kemana di daerah Kalijodoh," ucap Tuti.
Kebutuhan yang dirasanya serba cukup sudah puas meskipun sehari-hari harus tinggal di kolong tol. Ia hanya berharap istana kecilnya tidak menjadi gusuran oleh pemerintah setempat. (mdk/fik)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Potret kehidupan masyarakat di ibu kotayang tinggal di bawah jalan tol.
Baca SelengkapnyaKondisinya sudah miring, dengan beberapa bagiannya berlubang. Bahkan, salah satu tali baja penopang beban juga putus.
Baca SelengkapnyaMeskipun berdekatan langsung, kawasan elite PIK 2 dan desa-desa di sekitarnya dipisahkan dengan tembok beton yang cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaMenurut Samid, belasan tempat tinggal dan rumah kontrakan milik warganya itu rusak parah karena dampak dari pembangunan Tol Japek 2.
Baca SelengkapnyaKondisi masyarakat setempat masih belum sejahtera karena belum teraliri listrik dengan baik. Kondisi ini diperparah dengan jalan yang berbatu dan berlumpur.
Baca SelengkapnyaBanjir yang berasal dari luapan air Kali Baru itu menyebabkan akses Jalan Raya Bogor tergenang air setinggi 60 cm.
Baca SelengkapnyaBanjir ini terjadi akibat luapan Kali Ciliwung seiring tingginya intensitas hujan di wilayah Depok dan Bogor, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaJakarta dikepung kemacetan panjang jelang Rabu tengah malam.
Baca SelengkapnyaWarga memanfaatkan jalan pipa. Jalan tersebut tidak terhubung dengan jalan utama PIK 2.
Baca SelengkapnyaMereka membangun tenda darurat tersebut karena wilayah pemukiman mereka kerap dilanda banjir hingga ketinggian 1,5 meter.
Baca SelengkapnyaJumlah kendaraan di Indonesia terus bertambah dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaKetinggian banjir yang merendam kawasan tersebut tampak mencapai sekitar 50 cm.
Baca Selengkapnya