Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kubu Rizieq Pertanyakan Penggunaan Pasal Berlapis Dalam Kerumunan di Petamburan

Kubu Rizieq Pertanyakan Penggunaan Pasal Berlapis Dalam Kerumunan di Petamburan Imam Besar FPI Rizieq Shihab Tiba di Petamburan. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Kuasa hukum pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab mempertanyakan penggunaan pasal berlapis yang dipakai kepolisian dalam membidik pelaku penyebab kerumunan pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan Jakarta.

Sebagaimana diketahui bahwa polisi memakai pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan melakukan tindak pidana oleh kepolisian dalam mendalami kasus kerumunan pelanggaran protokol kesehatan.

Atas hal itu, Pengacara Habib Rizieq, Aziz Yanuar menilai jika pasal 160 KUHP itu terkait putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak bisa berdiri sendiri dan harus bersandar dengan tindak pidana lainnya.

"Menariknya terkait pasal 93 bukan bermaksud menggurui pihak penegakan hukum. Akan tetapi pasal 93 ini ada frase dapat menyebabkan kedaruratan kondisi kesehatan masyarakat," kata Aziz saat di Polda Metro Jaya pada Senin (1/12).

Sedangkan, bagi Aziz, terkait kerumunan di Tebet dan Petamburan tidak memiliki unsur kedaruratan kesehatan yang dikeluarkan. Oleh karena itulah, penggunaan kedua pasal tersebut tidak lah sesuai.

"Menurut hemat kami bahwa penerapan 160 dan apalagi ditambah pasal 93 yang tidak memenuhi unsur kedaruratan kesehatan masyarakat maka seharusnya tidak dapat dikenakan ke Habib Rizieq Syihab," jelasnya.

Kemudian, Aziz menanggapi terkait muncul kluster Covid-19 setelah acara Habib Rizieq yang dinilai belum bisa dipastikan dengan medis. Termasuk, ia menilai jika pemerintah belum pernah mengumumkan keadaan darurat kesehatan, sementara aturan tersebut digunakan.

"Kedua kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat itu harus diumumkan dan dinyatakan melalui peraturan pemerintah pusat artinya bukan statement-statement seperti sebagaimana Pak Jokowi mengumumkan Pepres No 11 Tahun 2020 terkait wabah Covid artinya ada kondisi kedaruratan masyarakat dan diumumkan. Kita tidak melihat hal itu terkait kerumunan di Petamburan dan Tebet," katanya.

Polisi Pakai Pasal Berlapis

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus merinci pasal berlapis untuk membidik pelaku penyebab kerumunan massa di Petamburan Jakarta Pusat. Ada tiga pasal utama disangkakan terhadap pelaku.

Pertama Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kedua, Pasal 160 tentang penghasutan melakukan tindak pidana. Dan terakhir, Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tidak menuruti Undang-Undang.

"Dua pasal itu didapat berdasar hasil gelar perkara penyidik," katanya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/11).

Untuk itu, dia menerangkan, penyidik tengah memeriksa lima orang yang diduga menjadi penyebab timbulnya kerumunan. Mereka adalah Camat Tanah Abang, ketua panitia acara, Ketua RW, Ketua RT dan sekuriti setempat.

"Semua tengah diperiksa, hanya ketua panitia acara berinisial HU yang minta dijadwalkan ulang, karena ada acara keluarga," jelasnya.

Yusri menambahkan, ada tiga orang lagi yang akan diperiksa dengan sangkaan tiga pasal yang sama. Mereka dijadwalkan hadir Selasa 1 Desember 2020 di Polda Metro Jaya.

"Kami juga akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi besok. Mereka adalah Rizieq Syihab, Hanif Alatas (menantu Rizieq Syihab dan Biro Hukum FPI)," tutupnya.

Berikut Rincian Bunyi Tiga Pasal Sangkaan Penyebab Kerumunan Massa di PetamburanPasal 93: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang- halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100 juta.

Pasal 160 KUHP: Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500.

Pasal 216 ayat (1): Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.

(mdk/eko)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Massa Pro Putusan MK Gelar Aksi di Patung Kuda Jelang Sidang MKMK
FOTO: Massa Pro Putusan MK Gelar Aksi di Patung Kuda Jelang Sidang MKMK

Mereka memberikan dukungan terhadap putusan MK terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden di bawah 40 tahun.

Baca Selengkapnya
MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres, Kenapa Ambang Batas Presiden Ditolak?
MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres, Kenapa Ambang Batas Presiden Ditolak?

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat capres dan cawapres di UU Pemilu menuai kontroversi. MK dianggap tidak konsisten.

Baca Selengkapnya
Anwar Usman Soal Putusan MK jadi Sorotan Publik: Harus Dipandang Sebagai Keberkahan
Anwar Usman Soal Putusan MK jadi Sorotan Publik: Harus Dipandang Sebagai Keberkahan

Dia menyebut bahwa putuskan MK itu tak bisa memuaskan semua pihak.

Baca Selengkapnya
Yusril Balas Mahfud Soal Mahkamah Kalkulator: Tidak Relevan Mengutip Pendapat 2014
Yusril Balas Mahfud Soal Mahkamah Kalkulator: Tidak Relevan Mengutip Pendapat 2014

Yusril mengakui pernyataan itu disampaikannya pada 2014 lalu atau sebelum terbentuknya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ketua MK Tegur Saksi Ahli AMIN Sebut Gibran Tak Akan Jadi Cawapres Jika KPU Tidak Melanggar
VIDEO: Ketua MK Tegur Saksi Ahli AMIN Sebut Gibran Tak Akan Jadi Cawapres Jika KPU Tidak Melanggar

Patra M Zen sempat mendapat teguran dari Ketua MK Suhartoyo dalam sidang.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Yusril Kritik Putusan MK
VIDEO: Yusril Kritik Putusan MK "Cacat Hukum Serius!"

Yusril menduga ada penyelundupan hukum dalam putusan tersebut

Baca Selengkapnya
Bikin Merinding Orasi Reza Rahadian Sorot Tajam DPR Begal Putusan MK soal Undang-Undang Pilkada
Bikin Merinding Orasi Reza Rahadian Sorot Tajam DPR Begal Putusan MK soal Undang-Undang Pilkada

Aktor papan atas Reza Rahadian ikut turun ke jalan sampaikan orasi di depan gedung DPR RI.

Baca Selengkapnya
Massa Demonstran Kawal Sidang MK Salat Zuhur Berjemaah di Kawasan Patung Kuda
Massa Demonstran Kawal Sidang MK Salat Zuhur Berjemaah di Kawasan Patung Kuda

Salah seorang orator menghentikan sementara orasi di kawasan Patung Kuda dan dilanjutkan dengan salat Zuhur.

Baca Selengkapnya
Ragam Protes di Depan MK, Mulai dari Mahkamah Keluarga hingga 'Bocah Kosong jadi Cawapres'
Ragam Protes di Depan MK, Mulai dari Mahkamah Keluarga hingga 'Bocah Kosong jadi Cawapres'

Beberapa isinya seperti, 'Hakim MK adalah wakil tuhan bukan wakil setan'.

Baca Selengkapnya
Hakim MK Potong Sesi Bicara Hotman Paris & Ketua KPU: Pertanyaan Bapak Apa?
Hakim MK Potong Sesi Bicara Hotman Paris & Ketua KPU: Pertanyaan Bapak Apa?

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menegur Anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran Hotman Paris lantaran bertele-tele menyampaikan pendapat

Baca Selengkapnya
Hakim MK Sentil Ahli Kubu Prabowo: Sesama Guru Besar Tak Boleh Saling Mendahului seperti Bus Kota
Hakim MK Sentil Ahli Kubu Prabowo: Sesama Guru Besar Tak Boleh Saling Mendahului seperti Bus Kota

Arief Hidayat tak sepaham dengan apa yang disampaikan ahli tersebut

Baca Selengkapnya
Zainal Arifin Mochtar Sebut Melawan Putusan MK dengan Merevisi UU Pilkada Alarm Bahaya Demokrasi
Zainal Arifin Mochtar Sebut Melawan Putusan MK dengan Merevisi UU Pilkada Alarm Bahaya Demokrasi

Menurut Zainal, upaya merevisi UU Pilkada dalam rapat digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR hari ini menjadi alarm tanda bahaya bagi demokrasi.

Baca Selengkapnya