Meramal nasib lewat garis tangan di Kota Tua, bayar seikhlasnya
Merdeka.com - Seni membaca atau meramal gurat nasib melalui garis tangan mungkin sudah bukan hal yang baru lagi. Tapi bagaimana jika hal ini bisa kita lakukan di pinggir jalan dengan memberi imbalan seikhlasnya? Ya kita bisa mencobanya di Kawasan Kota Tua, Jakarta dengan para anggota Komunitas Para Psikolog Kota Tua (KPPKT).
Menurut salah satu anggota KPPKT, Darin Suhendar, komunitas ini sudah didirikan sejak lama.
"Kami sudah disini sejak tahun 1996, dulu kami biasanya ada di depan kantor pos. Tapi sejak tahun 2002 kami pindah ke lorong Mandiri," ujar Darin di kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (23/10).
-
Siapa yang mengukir jejak kaki? Menariknya, hanya satu jejak cheetah yang ditemukan dalam koleksi seni batu ini.
-
Bagaimana tradisi upah-upah dilakukan? Tradisi upah-upah biasanya dilengkapi dengan jamuan kecil maupun besar serta doa dan selamat atas tercapainya suatu hal.
-
Dimana tradisi tukar takjil dilakukan? Hingga kini, tradisi ini masih dilakukan oleh warga di perkampungan Kecamatan Seberang Ulu I Palembang.
-
Siapa yang melakukan tradisi upah-upah? Masyarakat yang tinggal di Rantau Prapat terdiri dari berbagai suku dan agama.
-
Bagaimana cara kerja di mana saja? Semua pekerjaan dalam daftar menawarkan peluang jarak jauh penuh waktu atau paruh waktu, tidak memiliki batasan lokasi dan tidak memerlukan waktu di kantor.
-
Dimana praktik penumbalan ini terjadi? Penelitian ini dilakukan setelah evaluasi ulang sebuah kuburan tua yang ditemukan di Saint-Paul-Trois-Châteaux, Prancis selatan, lebih dari 20 tahun lalu.
Kini anggota KPPKT ini sudah semakin bertambah. Bahkan, terdiri dari beragam suku dan daerah asal.
"Awalnya cuma tiga orang, sekarang ada 12 orang. Ada yang dari Jawa, Sunda, Banten dan Bali," jelasnya.
Mereka mulai membuka praktik membaca garis tangan dan kartu ogan dari pagi sampai malam.
"Kami membuka praktik di sini dari jam sembilan sampai jam sepuluh malam, karena sejak dua bulan terakhir ini semua aktivitas di Kota Tua dibatasi cuma sampai jam 10 malam gak 24 jam kayak dulu lagi," ujarnya.
Dengan semakin majunya zaman, peminat membaca nasib melalui garis tangan semakin menurun. Mereka sudah cenderung tidak mempercayai hal-hal yang bersifat ramalan. Hal itu membuat penghasilan para pembaca garis tangan menjadi menurun.
"Sehari paling cuma dapat Rp 60.000 kalau weekend pernah dapat Rp 120.000. Enggak dapat uang sama sekali pun kami pernah," ujar Darmin diamini oleh teman-temannya.
Darmin menegaskan, yang dia dan teman-temannya lakukan hanya sekedar seni saja. "Ya kami biasanya hanya sekedar memberi saran dan nasihat saja, percaya boleh tapi tetap yang utama itu keyakinan dan kepercayaan pada Tuhan," pungkasnya. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Melakukan penukaran uang dipinggir jalan berisiko merugikan masyarakat atas potensi peredaran uang palsu.
Baca SelengkapnyaLelahnya fisik seolah hilang, setelah hasil mengamen mereka belanjakan untuk makan.
Baca SelengkapnyaAksi seorang pria telanjang dada memamerkan uang pecahan Rp100 ribuan di tengah jalan. Bak penuh rasa percaya diri, ia menantang siapapun yang merasa kaya.
Baca SelengkapnyaSeorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli.
Baca SelengkapnyaPada sistem jual beli hewan ternak orang Minang cukup unik karena tradisi ini sering kali membuat orang yang menyaksikan menjadi penasaran.
Baca Selengkapnya