NasDem Tolak Satpol PP Jadi Penyidik Pelanggaran Prokes di Jakarta
Merdeka.com - Ketua Fraksi NasDem Wibi Andrino mengaku keberatan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat menjadi penyidik terhadap pelanggaran protokol kesehatan. Usulan ini dimuat dalam draft revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Dalam rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Kamis (22/7) siang, Wibi menyampaikan keberatannya dikarenakan personel Satpol PP tidak cukup personel untuk melakukan penyidikan.
"Kemudian PPNS, Satpol PP kita, apakah kita memiliki kekuatan yang cukup untuk bisa melakukan penyidikan?" ucap Wibi.
-
Bagaimana kasus viral membuat polisi bergerak? Kasus viral yang baru langsung diusut memunculkan istilah 'no viral, no justice'
-
Apa saja kasus viral yang membuat polisi bertindak? Kasus pertama Jalan Rusak di Lampung Video Tiktok Bima Yudho Saputro membahas alasan Lampung tak maju-maju viral Menurut Bima, penyebabnya buruknya infrastruktur, pendidikan, dan mental koruptif pejabat Kasus kedua Ibu Beri Minum Kopi Kepada Bayi Video seorang ibu memberi minum kopi susu saset kepada bayi berusia 7 bulan viral Januari lalu Kasus ketiga Penganiayaan Mario Dandy Aksi Mario menganiaya David viral di Twitter Kasus ini turut menyeret ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo, pejabat Ditjen Pajak Kasus keempat Penganiayaan Aditya Hasibuan Anak dari eks Kabag Binops Ditnarkoba Polda Sumut ini melakukan penganiayaan ke Ken Admiral AKBP Achiruddin juga dipecat secara tidak hormat dari kepolisian karena ikut terlibat Kasus kelima Koboi Jalanan Tol Tomang David Yulianto 'koboi' penodong senjata ke sopir taksi online, Hendra viral di media sosial David menggunakan mobil Mazda dengan pelat nomot dinas kepolisian palsu
-
Kenapa media sosial sering digunakan untuk mengadukan masalah dengan polisi? Media sosial kerap menjadi sarana masyarakat menyuarakan kegelisahan Termasuk jika berhubungan dengan kepolisian yang tak kunjung bergerak mengusut laporan
-
Kenapa media sosial bisa menjadi beban bagi orang yang sensitif? Maraknya konten yang berbau negatif di media sosial bisa menjadi beban pikiran bagi seseorang yang sensitif terhadap hal tersebut.
-
Apa yang bisa menyebabkan stres akibat media sosial? Pencapaian, prestasi, kekayaan atau hal-hal glamor lainnya yang kamu lihat di media sosial bisa jadi hal sensitif yang membuatmu membandingkan diri. Nggak jarang hal ini bikin minder.
-
Apa yang bikin stres karena media sosial? Meskipun media sosial memiliki manfaatnya, kebiasaan yang tidak sehat dalam penggunaannya dapat menyebabkan perasaan terputus, kesepian, dan stres.
Secara psikologis, kata Wibi, keterlibatan Satpol PP menjadi penyidik dikhawatirkan akan menambah tekanan bagi masyarakat selama pembatasan mobilitas. Hal ini berkaca dari kejadian yang kerap menjadi viral melalui media sosial, perselisihan antara masyarakat dam Satpol PP.
"Dari segi psikologis tenaga-tenaga kita, bagaimana penegakan hukum, berhadapan dengan masyarakat, apakah sudah cukup dalam menghadapi kondisi extraordinary," pungkasnya.
Adanya amanat Satpol PP menjadi penyidik tertuang dalam draft Perda Pasal 28 A yang berbunyi:
"Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi dan/atau penyidik pegawai negeri sipil pada Satpol Pamong Praja, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini."
Diketahui, Pemprov DKI bersama DPRD tengah membahas perubahan atau revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19. Dalam rapat paripurna yang digelar pada Rabu (21/7) Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menyampaikan usulan revisi dilakukan karena belum adanya efek jera terhadap warga yang berulang kali melakukan pelanggaran.
Dalam pelaksanaannya baik ketentuan mengenai sanksi administratif maupun sanksi pidana belum efektif memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan penanggulangan Covid-19," ucap Riza di gedung DPRD, Rabu (21/7).
Politikus Gerindra itu menuturkan, perubahan atas Perda Nomor 2 Tahun 2020 sangat perlu dan mendesak mengingat pandemi Covid-19 telah menyebabkan kondisi darurat dan berdampak pada aspek kesehatan masyarakat, sosial, ekonomi, dan pelayanan publik di Jakarta.
Pada revisi Perda ini, sambungnya, juga ditambah ketentuan pidana yang menjadi materi paling krusial. Sifat dari ketentuan pidana dalam revisi ini yakni ultimum remedium, yang artinya satu ketentuan pidana setiap orang yang mengulangi perbuatan.
"Frasa pengulangan di setiap ketentuan pidana yang telah disampaikan merupakan bentuk konkret dari prinsip ultimum remedium," ucapnya.
Berdasarkan draf pasal yang mengatur tentang pidana yaitu Pasal 32A dan 32B, berikut bunyi dari pasal tersebut;
Pasal 32A
(1) Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(2) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (5) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(4) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hal itu menyusul lantaran banyaknya keterlibatan aparat kepolisian alias Partai Cokelat (Parcok) di Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaPPP mengingatkan, aparat yang tidak netral atau memihak salah satu paslon pemilu akan memancing kerusuhan atau gesekan di masyarakat.
Baca SelengkapnyaLSI Denny JA mewanti-wanti potensi merosotnya kepercayaan publik kepada Prabowo Subianto akibat isu Pilkada oleh DPRD
Baca SelengkapnyaAnggota Satpol PP di Garut yang viral mendeklarasikan dukungannya kepada Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, dilaporkan ke Bawaslu Jabar, Rabu (3/1).
Baca SelengkapnyaUntuk saat ini, pihaknya saling berkoordinasi dengan pihak Bawaslu dan Satpol PP setempat untuk melakukan penertiban.
Baca SelengkapnyaGambar lambang Burung Garuda berlatar biru dengan tulisan 'Peringatan Darurat' membanjiri media sosial. Apa maknanya?
Baca SelengkapnyaJuru Bicara PSI Agus Herlambang menilai usulan tersebut merupakan ide kosong.
Baca SelengkapnyaDalam narasi video disampaikan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin muda di masa depan.
Baca SelengkapnyaBima menerangkan, perlu data-data dan pendapat hukum untuk mengubah aturan mengenai posisi kepolisian.
Baca SelengkapnyaTerbaru, pengendara terlibat kecelakaan lantaran bendera partai di jalan Gatot Subroto, Jaksel
Baca Selengkapnya