Pengamat Pendidikan Ingatkan Guru Hati-Hati Membuat Soal, Tak Pakai Nama Pejabat
Merdeka.com - Dunia pendidikan sempat dihebohkan dengan nama 'Anies' dan 'Mega' dalam soal ujian salah satu SMP Negeri di Jakarta Selatan. Ada dua soal, soal pertama hanya mencantumkan nama Anies saja beserta jabatannya, yakni sebagai Gubernur yang menjabat pada tahun 2017. Sementara itu, di soal kedua tertulis "Anies selalu diejek Mega".
Soal kedua tersebut cukup menimbulkan polemik di masyarakat. Pengamat Pendidikan dari Komnas Pendidikan, Andreas Tambah menyatakan soal tersebut tidak etis. Menurutnya, seorang guru maupun pembuat soal ujian tidak diperbolehkan untuk melibatkan nama-nama tokoh politik maupun tokoh publik yang bisa menimbulkan polemik.
"Dalam hal ini mengapa saya katakan sangat tidak etis karena nama 'Mega' dan 'Anies' merupakan nama tokoh politik di Indonesia," kata Andreas saat dihubungi merdeka.com, Minggu (13/12).
-
Mengapa kalimat fakta dianggap objektif? Fakta bisa teridentifikasi dalam kalimat jika bersifat objektif yang menyatakan pernyataan netral atau tidak memihak siapapun yang sedang dibicarakan.Kalimat fakta memberikan konteks umum yang sudah diakui kebenarannya oleh banyak pihak.
-
Mengapa data harus objektif? Untuk memenuhi syarat sebagai data, sebuah data harus objektif, relevan, up to date, dan representatif.
-
Bagaimana cara mengerjakan tes mental ideologi? Tes tertulis meliputi soal-soal yang berkaitan dengan pengetahuan dasar tentang Pancasila, UUD 1945, sejarah bangsa, paham komunis, dan isu-isu terkini. Tes wawancara meliputi pertanyaan-pertanyaan yang menguji kemampuan berkomunikasi, berpendapat, dan bersikap sesuai dengan mental ideologi.
-
Apa pengertian dari bias? Bias mengacu pada kecenderungan untuk lebih menyukai perspektif atau ideologi tertentu dibandingkan yang lain. Sehingga menghasilkan representasi informasi dan gagasan yang tidak adil atau tidak seimbang.
-
Apa tujuan utama dari kata-kata semangat ujian? Kata-kata semangat ujian sekolah dapat membawa energi positif dan motivasi untuk menempuh tes di depan mata.
-
Bagaimana cara mengontrol bias? Untuk mengontrol bias, langkah pertama adalah dengan merenung secara kritis terhadap penilaian kita terhadap orang lain. Hal ini melibatkan kesadaran akan adanya titik-titik buta dalam pandangan kita. Dan mendorong kita untuk membuat pilihan yang disengaja tentang perilaku terhadap orang lain.
Andreas mengatakan, meskipun tidak ada dasar atau aturan tertulis mengenai prinsip pembuatan soal, namun menurutnya seorang guru sudah memahami jika lebih baik untuk mencantumkan nama-nama yang familiar atau yang sudah biasa tertera dalam soal. Seperti Budi, Ani, Adi, Ali, dan sebagainya.
"Aturan yang mendasar tentang pembuatan soal seperti itu memang tidak ada, tapi kita sebagai pembuat soal atau guru pada umumnya punya kode etik untuk tidak menggunakan nama-nama pejabat," ujarnya.
Meskipun begitu, jika nama yang digunakan adalah nama-nama yang sudah umum digunakan dalam soal, namun ternyata sama dengan nama pejabat atau tokoh, Andreas mengimbau para pembuat soal untuk tidak mencantumkan nama lengkap maupun jabatannya.
"Kalau mencantumkan nama lengkap, apalagi disertai jabatan, dan terbukti bersifat/ bertujuan menjelek-jelekkan, maka bisa dikenakan pasal pencemaran nama baik," kata Andreas
"Bisa saja gurunya mengelak, 'Anies' atau 'Mega' yang dimaksud bukanlah Pak Anies Baswedan atau Ibu Megawati, tapi tetap saja kedua nama itu adalah nama pejabat publik yang sangat terkenal, apalagi kita tahu keduanya mungkin dalam kubu yang berbeda atau berbeda pendapat," kata Andreas.
Oleh sebab itu, ia meminta para guru untuk berhati-hati dalam membuat soal agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat maupun di kalangan pejabat itu sendiri.
"Kalau yang buat soal memang guru, perlu dipertanyakan, seharusnya dia betul-betul menjaga situasi dengan menggunakan nama yang tidak menimbulkan polemik," ujarnya.
"Apalagi dalam soal keduanya ditempatkan dalam posisi yang berbeda. Seolah-olah ada yang baik dan buruk. Jelas saja jika hal ini membuat pendukung Pak Anies maupun Ibu Mega tersinggung," lanjut Andreas.
Senada dengan Andreas, Pengamat Pendidikan Doni Koesoema juga menyatakan bahwa ada beberapa prinsip dalam membuat soal dalam ujian pelajaran, yaitu objektif, netral, dan tidak bias. Dia menilai, soal tersebut tidak relevan dengan tujuan pembuatan soal.
"Prinsip soal tes yang baik salah satunya objektif, netral dan tidak bias atau tidak ada prasangka. Jadi kalau mengacu pada tokoh publik, sebaiknya tidak digunakan karena tidak relevan dengan tujuan pembuatan soal," kata Doni saat dihubungi merdeka.com, Minggu (13/12).
Dia melihat, guru pembuat soal itu tidak memahami cara membuat soal yang baik sesuai dengan prinsip yang ia sebutkan itu. Selain itu, kata Doni, guru harus bisa menjaga kode etiknya dengan tidak memasukkan kepentingan politiknya dalam proses belajar-mengajar.
"Sebagai pendidik anak bangsa, harus jaga kode etik. Tidak boleh ada afiliasi politik apalagi mempengaruhi pengajaran. Guru harus berpihak pada kebenaran bukan prasangka," kata Doni.
Pemerhati pendidikan itu berharap guru pembuat soal itu tidak memiliki kepentingan politik apapun. Dia pun mengimbau Disdik DKI Jakarta untuk mendampingi guru pembuat soal tersebut maupun guru lainnya agar kejadian ini tidak terulang lagi.
"Bila ini dilakukan secara sadar, maka pembuat soal ini memiliki niat atau intensi tertentu yang kita tidak tahu apa motivasinya. Sebaiknya Disdik memberikan pendampingan agar guru dapat membuat soal-soal yang baik," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI, Nahdiana, mengatakan pihaknya tidak pernah meminta pihak sekolah tersebut membuat soal ujian dengan menyebutkan nama pejabat publik tertentu.
"Dinas Pendidikan tidak pernah mengimbau kepada guru di sekolah untuk membuat soal ujian sekolah dengan menyebutkan nama pejabat publik tertentu," kata Nahdiana, Sabtu (12/12).
Oleh sebab itu, pihaknya telah meminta guru yang membuat soal itu untuk berjanji tidak mengulanginya lagi. Selain itu, ia juga mengimbau seluruh lingkungan pendidikan di DKI Jakarta untuk menjaga netralitas.
"Kami telah mengarahkan guru yang membuat soal ujian sekolah tersebut untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi karena hal tersebut berpotensi menjadi unsur pelanggaran netralitas terhadap posisi ASN," ujarnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tidak menutup kemungkinan tindakan itu karena ada kemarahan yang memuncak.
Baca SelengkapnyaSyarifuddin menyebut, para pejabat MA juga saling mengingatkan untuk menjaga netralitas.
Baca SelengkapnyaHal ini semakin krusial mengingat Undang-Undang (UU) Pilkada yang baru memberikan sanksi pidana bagi pejabat yang terlibat dalam politik praktis
Baca SelengkapnyaPernyataan sikap 'Seruan Ciputat' ini disampaikan untuk menanggapi penyelenggaraan dan kondisi demokrasi saat ini.
Baca SelengkapnyaPernyataan sivitas akademika dan alumni UIN dilakukan setelah menimbang dan memperhatikan perkembangan penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaBasuki menekankan bahwa dia tidak akan memberikan arahan para PNS di kementeriannya untuk memilih pasangan calon tertentu.
Baca SelengkapnyaJokowi ingin KPU bertindak sesuai aturan pada pesta demokrasi lima tahunan.
Baca SelengkapnyaDalam waktu 8 hari akan diselenggarakan Pemilu 2024 untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, anggota DPR/DPD/DPRD Provinsi.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/11).
Baca SelengkapnyaGuru memiliki andil besar dalam mencetak anak-anak yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Baca SelengkapnyaJokowi mengingatkan bahwa tiap gerak-gerik pejabat selalu dipantau publik
Baca SelengkapnyaNetralitas ASN tersebut tidak sama dengan golongan putih (golput). Para PNS maupun PPPK tetap memiliki hak politik, yakni hanya pada bilik suara.
Baca Selengkapnya