Perjuangan sia-sia nelayan segel reklamasi Pulau G
Merdeka.com - Siang itu suasana Kampung Nelayan Kali Adem, Muara Angke, Jakarta Utara, sepi dari aktivitas. Banyak nelayan hanya duduk santai bersama keluarga di teras rumah mereka yang mayoritas terbuat dari bambu maupun papan beratapkan seng.
Beruntung sinar matahari tak terlalu menyengat kulit. Basman, salah satu nelayan Kali Adem, mempersilakan kami duduk di gubuk tempatnya menyantap makan siang dengan lauk ikan goreng dan sayur asem.
"Silakan duduk, ya beginilah. Ikan sepi kita jadi bingung juga melaut," katanya membuka perbincangan siang itu kepada tim merdeka.com, yang datang ke Kali Adem, Jakarta Utara, Senin (25/4) kemarin.
-
Kenapa nelayan Kebumen tenggelam? Saat itu korban bersama rekannya, Parwono (42), hendak berangkat dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pasir menuju ke tengah laut menggunakan “perahu katir“ untuk menangkap ikan. Namun dalam perjalanan perahu tersebut dihantam gelombang hingga terbalik. Sodiran tenggelam di laut dan akhirnya hilang.
-
Apa yang dikeluhkan nelayan Indramayu kepada Ganjar? Mereka mengeluh harus menyetor uang keamanan kepada preman.
-
Apa yang membuat nelayan Kebumen tenggelam? Namun dalam perjalanan perahu tersebut dihantam gelombang hingga terbalik. Sodiran tenggelam di laut dan akhirnya hilang.
-
Di mana nelayan Kebumen tenggelam? Sodiran tenggelam di laut dan akhirnya hilang. Sedangkan Parwono berhasil diselamatkan oleh nelayan lain yang berada di sekitar lokasi kejadian.
-
Bagaimana Ganjar tanggapi keluhan nelayan? Usai berdialog, Ganjar menegaskan bahwa praktik semacam itu tidak dibenarkan. Hal itu menjadi tugas bagi pemerintah memberikan edukasi sehingga membuat nelayan tidak merasa penyetoran uang ke preman adalah kewajiban.
-
Kapan nelayan Kebumen tenggelam? Musibah yang dialami Sodiran terjadi pada Senin (10/7) sekitar pukul 06.30 WIB.
Basman salah satu pengurus Kelompok Nelayan Tradisional Muara Angke. Basman juga ikut saat puluhan nelayan Muara Angke ramai-ramai berlayar ke Pulau G kemudian menyegel salah satu pulau reklamasi milik PT Muara Wisesa Pramono.
Sambil menyalakan rokoknya, Basman menceritakan perjuangan mereka melawan pengembang pulau reklamasi. Pada Minggu 17 April lalu, lewat sebuah spanduk ukuran besar, nelayan menyatakan menyegel pulau pembangunan pulau itu.
"Ah ternyata sama saja," ucapnya lirih.
Nelayan segel Pulau G ©2016 merdeka.com/imam buhori
Rasa kesal terlihat di wajah pria berusia lebih kurang 50 tahun itu. Perjuangannya bersama puluhan nelayan malah dianggap sepele oleh pengembang.
"Bagaimana tidak, sepulang kita dari menyegel pulau pada hari Minggu lalu, eh sorenya langsung kerja lagi itu orang proyek," ucapnya lirih.
Lebih memprihatinkan lagi, proyek tetap jalan sementara pemerintah sudah mengeluarkan keputusan moratorium reklamasi.
"Jadi kita bingung ini, pemerintah katanya setop, tapi pengembang tetap jalan. Ini jadi nasib kita gimana jadinya. Kita sebenarnya kadang bingung antara yang mendukung benaran atau tidak," ucapnya sambil sesekali mengisap rokok kretek di tangan kanannya.
Keluhan serupa juga diceritakan Hery, nelayan Kali Adem yang biasa mencari tangkapan di kawasan Pulau Seribu. Saat mereka melakukan penyegelan, seolah pekerja proyek sembunyi.
"Eh tapi saat kita pulang ke daratan beberapa jam balik lagi," keluh pria yang sudah 15 tahun menjadi nelayan di Kali Adem.
Reklamasi Teluk Jakarta ©2016 merdeka.com/arie basuki
Hery mengaku sudah beberapa hari ini mereka tidak melaut. Selain karena angin kencang, lokasi tangkapan menjadi jauh.
"Kalau dulu kita enggak harus sampai 4 Km, kalau sekarang kadang lebih, mana angin kencang. Biasanya di titik reklamasi itu kita sudah dapat ikan, sekarang harus berputar jauh dan biaya juga nambah," jelas ayah tiga anak ini.
Kini mereka hanya bisa berharap pada pemerintah untuk serius menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta. Pemerintah diharapkan meninjau nasib nelayan pascareklamasi yang membuat penghasilan menurun drastis.
"Kalau sekarang bisa bawa ulang Rp 100.000 saja udah syukur. Makanya kita minta sikap pemerintah lah," pungkasnya.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Baca SelengkapnyaProyek reklamasi di teluk Jakarta berdampak pada banyak hal, salah satunya membuat hidup nelayan Muara Angke semakin susah. Berikut potretnya:
Baca SelengkapnyaHasil tangkapan nelayan Dadap mengalami penurunan drastis akibat gencarnya pembangunan di pesisir utara Jakarta.
Baca SelengkapnyaKapal yang ditangkap berkapasitas di bawah lima Gross tonnage (GT) dan alat tangkap yang digunakan pancing.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan nelayan di tengah laut saat mencari ikan. Terombang-ambing saat hujan badai.
Baca SelengkapnyaInvestasi besar-besaran dari China mengancam kehidupan warga Pulau Rempang yang telah berada di pulau itu lebih dari seabad lalu.
Baca SelengkapnyaAir laut yang terus meninggi diduga merupakan dampak dari pembangunan.
Baca SelengkapnyaRibuan nelayan tradisional di Lebak Banten tak bisa cari nafkah akibat cuaca buruk. Begini kondisi mereka.
Baca SelengkapnyaDulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Baca SelengkapnyaKurangnya penanganan sampah secara maksimal, ditambah dengan pencemaran limbah yang membuat air laut semakin hitam telah merugikan para nelayan.
Baca SelengkapnyaSalah satu suku tua di Indonesia ini hidup sangat dekat dengan alam dan sangat menghormati laut. Mayoritas dari mereka bekerja sebagai seorang nelayan.
Baca SelengkapnyaNilai tukar nelayan belum mencapai angka yang signifikan sehingga mereka masih belum sejahtera.
Baca Selengkapnya