Polisi Periksa 3 Petugas Krematorium di Karawang, Usut Dugaan Pidana Kartel Kremasi
Merdeka.com - Polres Metro Jakarta Barat terus mendalami kemungkinan adanya unsur pidana dengan memeriksa sejumlah saksi terkait kasus kartel kremasi jenazah yang viral seseorang bernama Martin dipatok harga fantastis untuk mengurus proses kremasi keluarganya.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono menyebut pihaknya telah memeriksa tiga orang saksi di Karawang, Jawa Barat. Dimana satu orang merupakan staf Yayasan Kematian dan Rumah Duka Mulia, sedangkan dua orang lainnya merupakan saksi terkait kasus kartel kremasi.
"Jadi gini, kemarin ada pemeriksaan dari karawang tiga orang memang, satu staf mulia dua itu saksi lain terkait," kata Joko saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (23/7).
-
Siapa yang menemukan mayat? Mayat tersebut diduga merupakan korban pembunuhan lantaran terdapat luka-luka di tubuhnya. Mayat pertama kali ditemukan oleh petugas kehutanan, Suyitono.
-
Siapa yang dikuburkan di makam? Dia juga menduga orang yang dimakamkan di dua kuburan itu mungkin adalah orang Romawi yang datang ke daerah ini selama penjajahan Romawi.
-
Siapa yang menemukan mayat itu? 'Awalnya saksi melintas di jalan tersebut, saksi menemukan bungkusan kasur yang menghalangi jalan,' kata Kapolresta Tangerang Kombes Pol Baktiar Joko Mujiono di Tangerang.
Sebelumnya tercatat penyidik sudah memeriksa Martin selaku penyebar informasi soal kartel kremasi dan satu orang pengelola Rumah Duka Abadi, Grogol Petamburan, Jakarta Barat untuk dimintai keterangan pihak kepolisian.
Adapun dalam kasus tersebut, Joko mengungkap sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan, sehingga penyidik dalam mengusut kasus ini berbekal informasi viral yang tersebar di media sosial.
"Nah jadi gini itukan tidak ada yang melapor ke polisi, cuman ada berita yang viral iya kan. Nah kita sudah lidik yang nota itu kita tanya ke 'orangnya bu mau lapor tidak, tidak mau juga'. Yang membuat berita viral itu (Martin) juga tidak mau lapor juga kan," ungkapnya.
"Nah jadi kita mulai, menindaklanjuti dari viral itu kita lidik ini dari berita viral dan itu belum ada laporan polisi. Karena laporan polisi kan dibuat kalau ada dugaan tindak pidana, nah kita belum tau nih apakah ada pelanggaran pidana disni," lanjutnya.
Sebelumnya, Kapolres Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Polisi Ady Wibowo mengatakan kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan untuk memastikan adanya unsur pelanggaran pidana atau tidak pada praktek kremasi jenazah.
"Target kami buka masalah ini, apa masuk ranah hukum atau belum karena kita tidak mau cepat sampaikan ke publik yang pasti kami tindak lanjut yang cukup marak di media," terang Ady kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (22/7).
Adapun sampai saat ini, kata Ady, penyidik telah memanggil dua orang selaku pengelola yayasan Rumah Duka Abadi, Jalan Daan Mogot, Tanjung Duren, Grogol Petamburan, Jakarta Barat untuk dimintai keterangan.
"Kami sudah panggil beberapa orang terkait. Jadi kami akan maraton untuk pastikan kejadian sebenarnya," terangnya.
Dia pun berharap dengan adanya penyelidikan kasus ini tidak ada lagi pihak- pihak mencoba mengambil keuntungan peribadi yang membuat susah masyarakat ditengah Pandemi Covid-19
"Kami harap hal ini tidak terjadi, karena pandemi cukup susah jadi jangan ambil keuntungan dalam kesulitan orang. Pastinya dalam case ini kami belum bisa sampaikan hal yang banyak karena masih proses penyelidikan," ucapnya.
Sementara terkait proses penyelidikan, Ady mengatakan bahwa kasus dugaan kartel kremasi tersebut sedang ditangani Unit Reskrim Polres Jakarta Barat yang bakal memeriksa beberapa pihak.
"Sementara baru diperiksa dua orang kemungkinan bisa lebih kami periksa," tambahnya.
Kabar Kartel Kremasi Jenazah
Sebelumnya, keluhan terkait mahalnya kremasi saat pandemi Covid-19 disampaikan seorang warga Jakarta Barat, Martin. Pada 12 Juli 2021, ibu mertua Martin meninggal dunia di salah satu Rumah Sakit (RS). Saat berduka, Martin sempat dihampiri petugas yang mengaku dari Dinas Pemakaman DKI Jakarta. Petugas menawarkan bantuan untuk mencarikan krematorium.
Hanya saja kremasi saat itu hanya dapat dilakukan di Karawang, Jawa Barat dengan tarif Rp48,8 juta. Martin terkejut dengan nominal yang disebutkan.
Sebab proses kremasi untuk kakaknya yang meninggal beberapa pekan lalu tidak mencapai Rp10 juta. Bahkan dua anggota kerabatnya yang kremasi akibat Covid-19 hanya Rp24 juta per orang.
"Kami terkejut dan mencoba menghubungi hotline berbagai Krematorium di Jabodetabek, kebanyakan tidak diangkat sementara yang mengangkat jawabnya sudah full," kata Martin saat dikonfirmasi, Minggu (18/7).
Dianggap tarifnya terlalu tinggi, Martin sempat menanyakan kepada pengurus kremasi sang kakak beberapa waktu lalu. Ternyata tarifnya pun begitu tingginya.Lalu mereka menawarkan kremasi di Cirebon, Jawa Barat dengan tarif Rp45 juta yang dapat dilakukan pada keesokan harinya.
Lantaran terdesak pihak RS minta jenazah segera dipindahkan, Martin menyanggupi tawaran kremasi di Karawang. Namun, saat itu petugas menyatakan sudah penuh dan akhirnya menyanggupi yang di Cirebon.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPK juga sempat mengumpulkan ponsel para pegawai yang bertanggung jawab atas perencanaan keuangan dan administrasi.
Baca SelengkapnyaAgung melanjutkan pemeriksaan kejiwaan ini bertujuan untuk mengetahui kepribadian.
Baca SelengkapnyaTerkait kasus ini, KPK sudah mencegah empat orang. Dua di antaranya, wali kota Semarang dan suaminya.
Baca SelengkapnyaAktivitas pelayanan publik di Kantor Disdukcapil Kota Semarang tetap berjalan sebagaimana mestinya saat penyidik KPK melakukan penggeledahan.
Baca SelengkapnyaPolisi menetapkan dua eksekutor pembakaran rumah wartawan yang menewaskan satu keluarga di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Baca SelengkapnyaRutan yang digeledah antara lain Rutan di Gedung Merah Putih KPK, Rutan di Pomdam Jaya Guntur, dan Rutan KPK di Gedung Pusat Edukasi
Baca SelengkapnyaKasus dugaan perusakan makam itu diselidiki kepolisian setempat.
Baca SelengkapnyaPemeriksaan tersebut sehubungan dengan kasus korupsi dugaan gratifikasi hingga pemerasan pada Pemkot Semarang.
Baca Selengkapnya