RSUD Koja Krisis Petugas Pemulasaraan dan Peti Mati, Puluhan Jenazah Belum Dimakamkan
Merdeka.com - RSUD Koja Jakarta Utara kekurangan petugas pemulasaraan dan peti mati jenazah. Alhasil, puluhan jenazah pasien Covid-19 maupun non Covid-19 belum bisa dimakamkan.
Puluhan jenazah itu kini masih berada di RSUD Koja. Polisi melakukan pengawalan di RSUD Koja untuk mencegah hal tak diinginkan dari luar.
"Kami membantu pengamanan," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan saat dihubungi, di Jakarta, Kamis (1/7).
-
Siapa yang disiagakan di pos kesehatan Banyuwangi? Semua layanan kesehatan ini dilengkapi dengan tenaga dokter, paramedis, dan ambulans. Tenaga medisnya diisi oleh dokter dan perawat dari semua rumah sakit dan klinik yang ada di Banyuwangi.
-
Siapa yang menghadang rombongan jenazah? Rombongan penggotong keranda diharuskan meyakinkan juru kunci yang membawa golok agar diizinkan masuk makam.
-
Siapa yang dirawat di rumah sakit? Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, saat ini dirawat di rumah sakit akibat infeksi pernapasan.
-
Dimana jenazah PMI diterima? Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani sambut kepulangan tiga jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) korban kapal tenggelam dari Korea Selatan di Gateway Human Remains, Gedung Duty Free Area Cargo, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (16/3).
-
Dimana lokasi rumah jaga koas di RSCM? Letaknya di belakang barak pasien bedah. 'Dalam satu kamar terdapat, dua sampai empat tempat tidur bertingkat yang dapat kami gunakan untuk berjaga setelah semalam suntuk berjaga,' tulis Firman Lubis dalam buku Jakarta Tahun 1960an, Kenangan Semasa Mahasiswa.
-
Dimana korban disekap? Penyidik Satreskrim Polres Lampung Utara, Lampung, segera merampungkan berkas enam tersangka penyekapan dan perkosaan siswi SMP inisial NA (15).
Guruh menyebut peti mati tersedia di RSUD Koja saat ini hanya dua. Sedangkan jenazah ada puluhan.
"Saat ini di RS Koja kekurangan peti mati, jenazah ada 22, peti ada 2," ujar dia.
Dia mengatakan, hanya membantu pengamanan jenazah di RSUD Koja. "Enggak ada lah (pemulasaraan dari Polri)," kata dia.
Hal senada disampaikan Ketua Tim Pemulasaraan Jenazah DKI Jakarta, AKP Nuryassin. Dia menyebut, tugas dan tanggung jawab pemulasaraan jenazah di Rumah Sakit atau Puskesmas berada di Dinas Kesehatan (Dinkes).
"Saya belum tahu, jadi kalau ke sananya nanti. Karena kalau yang di rumah sakit artinya yang di Faskes ya, rumah sakit, Puskesmas kan tanggungjawabnya Dinas Kesehatan. Kalau saya yang dibentuk di Posko Monas itu adalah yang di luar Faskes, artinya yang tinggal di tempat Isolasi Mandiri (Isoma) apakah di rumah, hotel, apartemen itu tugas saya," kata Nuryassin.
Dia mengaku belum mengetahui mengenai krisis petugas pemulasaraan di RSUD Koja. Dia mengatakan menunggu perintah pimpinan untuk dapat membantu pemulasarsan jenazah yang berada di Rumah Sakit dan juga Puskesmas.
"Saya kurang tahu (ada bantuan enggak), artinya kebijakan nanti dari pimpinan Polri kaya apa. Sekarang kan katanya ada lulusan Bintara yang dari Lido itu, katanya sekarang ada pelatihan yang 70 orang itu katanya mau dididik untuk nanti melayani itu. Tetapi kan butuh waktu mungkin bisa 2 minggu baru bisa keluar dari situ, artinya sekarang kan mungkin," ujar dia.
"Dulu kan kita ada yang dari bekas anak buah saya yang diambil. Dulu kan ada yang dinas 12 jam, ada yang 24 ada yang 48 jam gitu kan. Yang 12 jam itu sekarang diambil untuk jadi tenaga pelatih di sana, yang 70 orang yang dari Lido itu. Tapi selanjutnya programnya bagaimana saya belum tahu," sambungnya.
Petugas Pemulasaraan Jenazah Kewalahan
Nuryassin bersama 11 anggotanya mengakui belakangan kewalahan menangani jenazah selama pandemi Covid-19. 11 orang itu sendiri yakni delapan orang polisi, satu petugas dinas pemadam kebakaran, satu orang Satpol PP serta satu orang sopir dari Dinas Umum.
"Nah sekarang saya pun juga kewalahan, saya yang sekarang yang meninggal rata-rata itu di atas 40 setiap hari. Saya mampunya setiap hari yang di luar Faskes itu saya sehari semalem itu paling hanya 12, non stop enggak tidur itu 12. Sehari semalam 12 itu, karena berpindah dari satu tempat ke tempat lain kan makan waktu. Semua kewalahan, baik yang diluar Faskes kaya saya ini maupun di dalam Faskes kewalahan semua, sama-sama kewalahan," ujar dia.
"Kemudian yang kedua kan kita enggak berdiri sendiri, ada dari dinas pemakaman yang membawa peti kemudian yang nanti mengubur jenazah dari Puskes yang menyediakan peralatannya baik APD maupun perlengkapan jenazah itu," sambungnya.
Dengan kewalahannya dalam melakukan pemulasaran jenazah hingga pemakaman, ia pun ingin agar masyarakat khususnya yang bertugas sebagai tim Pengurusan Jenazah dan Ziarah Kubur (Janaiz) di sebuah masjid atau musala ikut dapat membantunya.
"Saya sarankan begini, kan di setiap musala atau masjid itu kan ada tenaga atau seksi, karena saya ketua DKM juga kan. Seksi Janaiz ngurusi khusus jenazah, nah saya kira itu yang lebih bagus dikondisikan, artinya dilengkapi. Kemudian kan banyak RT/RW masjid itu yang sudah punya ambulan. Karena kalau mengandalkan dari palang hitam sendiri kaya begitu. Walaupun sudah kita tangani, dua hari baru diambil," jelasnya.
"Karena memang disana tempat nguburnya juga antri, kuburannya hanya satu, yang muslim kan hanya di rorotan saja. Kemudian nguburnya antri, kemudian mobilnya juga terbatas hanya 20, kalau enggak dibantu dari masyarakat enggak akan teratasi ini," sambungnya.
Selain itu, tak hanya kewalahan untuk pemulasaran dan pemakaman jenazah saja karena kekurangan tenaga. Namun juga kurangnya peti untuk para jenazah itu sendiri yang juga dianggap menjadi kendala dalam bekerja.
"Betul (kendala peti juga), ya peti ya kemudian perlengkapan jenazah sendiri. Karena Puskesmas sendiri yang meninggal banyak, kadang-kadang kan mestinya papan dan sebagian dari Puskesmas," paparnya.
"Karena Puskes enggak, kadang-kadang yang belikan, kadang-kadang pribadi dari orang yang sudah meninggal atau dari Masjid atau dari Lurahnya seperti itu begitu. Artinya kendala masalah-masalah ini sangat banyak, artinya kita bertemu seperti itu loh. Usulan ini bagaimana cara pemecahannya, peti barangkali pun didrop saja di kelurahan-kelurahan, kira-kira begitu semestinya," tambahnya.
Karena, apabila jenazah tidak menggunakan peti. Maka di pemakaman pun tidak akan diterima, karena memang aturannya itu jenazah harus masuk dalam peti.
"Sudah, didalam peti itu sudah ada kantong jenazah ada. Tapi kan SOPnya sampai masuk kantong peti dan petinya itu harus dirapting lagi, kalau enggak dirapting saja (harus pakai peti) betul, dipemakaman sana dia enggak mau terima. Karena SOP harus peti, kemudian harus pakai dirapting lagi begitu. Enggak dirapting di sana enggak mau terima, dibalikan lagi," tutupnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 11 jenazah dipindahkan dari RSUD Karawang ke RS Polri Kramat Jati
Baca Selengkapnya12 Korban kecelakaan maut di KM 58 Tol Jakarta-Cikampek yang sudah teridentifikasi diserahkan kepada pihak keluarga di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur
Baca SelengkapnyaLima orang mengaku sebagai keluarga korban sudah mendatangi RS Polri.
Baca SelengkapnyaLima jenazah terduga Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) berhasil dievakuasi ke RSUD Dekai. Selanjutnya kelima jasad tersebut akan dilakukan autopsi.
Baca Selengkapnya