Diwariskan Turun-Temurun, Begini Kisah Petani Bawang Putih di Temanggung
Merdeka.com - Juwarlan (45), merupakan seorang petani bawang putih yang tinggal di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung.Juwarlan mengatakan, mata pencahariannya sebagai petani sudah diwariskan secara turun-temurun dari orang tuanya.
“Kalau orang tua sendiri sebenarnya sudah dari kakek moyang di sini yang petani. Dari dulu yang kami lakukan memang mengolah tanah, karena yang kami punya memang tanah itu. Karena dari dulu kakek moyang kami nggak ada yang sampai pendidikan tinggi,” kata Juwarlan dikutip dari kanal YouTube Kementerian Pertanian pada 14 Juli 2021.
Lalu bagaimana kisah petani di sana dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka?
-
Di mana petani Pangandaran tanam sayur? Mereka harus berjalan jauh dari tempat tinggal, bahkan harus menginap di saung-saung yang dibangun untuk beristirahat dan mengumpulkan hasil panen sayur dan buah.
-
Di mana petani bawang merah Brebes panen? Sejumlah petani bawang merah melakukan panen di ladangnya di Brebes, Jawa Tengah, Kamis (11/1/2024).
-
Siapa yang menanam sayur di Pangandaran? Seperti disampaikan oleh Jerry, selaku kreator video, para petani ini harus berkeliling hutan untuk mencari bahan makanan.
-
Dimana warga menanam sayur? Lahan seluas 900 meter persegi disulap menjadi kebun produktif yang mendatangkan cuan bagi masyarakat.
-
Apa yang ditanam oleh petani Kendeng? Selama ini, petani Kendeng memang cukup akrab dengan tanaman jagung. Jagung dianggap sebagai varietas yang cocok dengan kondisi tanah di Pegunungan Kendeng. Namun wilayah itu kini mulai berkembang. Varietas yang ditanam tidak hanya jagung, namun juga ada yang mulai menanam cabai dan tomat. Ada juga yang coba menanam pepaya California dan alpukat.
-
Kapan masa jayanya bawang putih di Desa Tuwel? Masyarakat di Desa Tuwel merasakan masa kejayaan produksi bawang putih pada tahun 1980.
Mengalami Pasang Surut
©YouTube/Kementerian Pertanian
Walaupun sudah bertani bawang putih secara turun temurun, namun hasil panen itu sempat mengalami masa sulit. Pada tahun 2000, petani bawang putih di sana merugi karena harga jual yang anjlok. Kerugian itu membuat petani di sana memilih menanam tanaman yang lain.
Pada tahun 2016, melalui program swasembada bawang putih dari pemerintah, petani di Desa Petarangan mendapat bantuan dari pemerintah untuk kembali menanam bawang putih.
“Akhirnya di tahun 2018, itu kami untung dengan harga di kisaran dari bawang basah di kisaran 10-15 ribu rupiah, hingga ke pembibitan pada tahun 2018 itu mencapai Rp80 ribu,” terang Juwarlan.
Bawang Istimewa
©YouTube/Kementerian Pertanian
Juwarlan mengatakan, waktu terbaik untuk menanam bawang putih adalah pada Bulan November-Desember. Sebelum menanam bawang, benih disimpan terlebih dahulu selama 7 bulan. Pada Bulan November, lahan disiapkan untuk penanaman benih itu.
“Walaupun repot, tapi kami senang menanam bawang karena prospeknya memang bagus. Bahkan kemarin kami merasa bangga karena ada penilaian dari bapak menteri di mana dia menilai bahwa bawang yang istimewa, bawang yang mewah. Itu menjadi kebanggaan buat kami,” kata Juwarlan dikutip dari YouTube Kementerian Pertanian.
Ancaman Virus
©YouTube/Kementerian Pertanian
Sebagai petani bawang, Juwarlan juga harus waspada akan serangan virus yang dapat menyerang tanaman bawangnya. Namanya Virus Nematoda. Virus ini biasanya menyerang organ tumbuhan yang vital seperti akar, daun, dan bunga.
“Jadi sekitar di umuran 60 hari, virus itu menyerang. Sehingga umbinya menjadi busuk,” ujar Juwarlan.
Berani Bersaing
©YouTube/Kementerian Pertanian
Juwarlan mengatakan kalau bawang putih di tempatnya berani bersaing dengan bawang putih dari tempat lain baik dari harga maupun kualitas. Bahkan dia mengatakan bahwa secara kualitas bawang putih di tempatnya bisa dibandingkan dengan bawang putih impor dari China.
“Kalau dibandingkan dengan bawang impor China masalah ukuran memang kami kalah, tapi masalah kualitas saya yakin aroma dan rasa tetap bagus kami itu. Misal satu siung bawang lokal sini, lalu tiga siung bawang impor luar, saya yakin masalah rasa tetap menang bawang lokal di sini,” kata Juwarlan.
Harapan Petani Bawang Putih
©YouTube/Kementerian Pertanian
Juwarlan mengatakan, dalam satu hektar, petani bawang putih di Desa Petarangan bisa memproduksi antara 15-20 ton. Dari jumlah yang bisa dihasilkan itu, dia berharap agar harga bawang putih bisa tinggi sehingga mereka bisa untung.
Tapi yang paling penting menurut Juwarlan adalah, pemerintah harus memperhatikan nasib mereka sebagai petani bawang putih.
“Pemerintah harus memperhatikan nasib kami sebagai petani bawang putih. Jangan biarkan harga jual rendah yang membuat kami lesu. Karena sebagai petani kami juga ingin menyumbangkan sebisa kami untuk bangsa ini,” pungkas Juwarlan. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pada tahun 1980-an, komoditas bawang putih di Jateng memasuki masa jaya. Kini petani berharap campur tangan pemerintah agar komoditas itu bisa bersaing di pasar
Baca SelengkapnyaTak ada pilihan lain bagi Pak Kasimin selain tinggal di tengah hutan. Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya.
Baca SelengkapnyaSebuah kampung terpencil tengah hutan dihuni para lansia. Bagaimana kehidupan mereka di sana?
Baca SelengkapnyaBerikut potret pasangan muda asal Jogja yang optimis sukses menjadi petani di Kalimantan Utara.
Baca SelengkapnyaKampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaPertanian bawang merah di Ngajuk sudah ada sejak 1950-an. Hingga kini, petani Nganjuk tetap pilih menanam bawang merah walau harga di pasar naik turun.
Baca SelengkapnyaSebagian besar masyarakat di dusun tersebut berprofesi sebagai pengrajin wayang kulit. Keahlian mereka sudah diwariskan secara turun-temurun
Baca SelengkapnyaDibianto, petani asal Blitar menganggap pohon belimbing adalah ATM.
Baca SelengkapnyaOmzet hariannya berkisar antara Rp2 juta hingga Rp3 juta rupiah.
Baca SelengkapnyaKabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaSandjoko menjadi pegawai BUMN selama 33 tahun. Setelah pensiun, ia memutuskan untuk jadi petani di kampungnya.
Baca SelengkapnyaSuprianto nekat mencari modal usaha dengan cara jadi buruh migran. Ia lalu pulang untuk membangun bisnis sendiri dan kini jadi tokoh pertanian penting di desa.
Baca Selengkapnya