Kenang Satu Dekade Letusan Besar Merapi, Ini Kisah Evakuasi Mbah Maridjan yang Gagal
Merdeka.com - Tepat sepuluh tahun yang lalu, hari Selasa, 26 Oktober 2010, Gunung Merapi meletus besar. Letusannya disebut-sebut terbesar dalam 100 tahun terakhir. Saking besarnya, letusan itu menewaskan 353 orang, termasuk sang juru kunci, Mbah Maridjan.
Seperti pada letusan tahun 2006, Mbah Maridjan menolak untuk dievakuasi. Sama halnya dengan beberapa warga lain yang ada di sana. Padahal tim evakuasi harus menempuh perjuangan berat untuk mencapai Desa Kinahrejo, tempat Mbah Maridjan tinggal. Mereka harus berjalan di tengah hujan abu yang lebat. Bahkan abu yang turun ukurannya hampir sebesar ibu jari orang dewasa.
Proses evakuasi yang gagal itu terangkum dalam sebuah video eksklusif yang diunggah kanal YouTube Jogja Magazine. Berikut momen evakuasi Mbah Maridjan, sepuluh tahun lalu.
-
Siapa saja yang menjadi korban letusan Marapi? Data 75 orang pendaki itu merupakan data dari pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat berdasarkan sistem booking online.
-
Siapa yang meninggal di Gunung Marapi? Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat menyebabkan 22 pendaki ditemukan meninggal dunia.
-
Apa yang terjadi di Gunung Merapi? Gunung Merapi yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta mengalami 71 kali gempa guguran.
-
Apa yang terjadi pada Gunung Marapi? Gunung Marapi yang terletak di Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar) meletus sebanyak 186 sejak awal Desember 2023 hingga hari ini, Sabtu (24/2).
-
Apa yang terjadi di Gunung Marapi? Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat menyebabkan 22 pendaki ditemukan meninggal dunia.
-
Kapan letusan Marapi terjadi? 'Data terbaru ada 22 korban dalam keadaan meninggal dunia, 1 orang dalam pencarian yang hingga keberadaannya belum diketahui dan 52 orang selamat,' jelas Kepala Basarnas Padang Abdul Malik saat konferensi pers, Rabu (6/12).
Proses Evakuasi Mbah Maridjan
Perjalanan menuju kediaman Mbah Maridjan begitu mencekam. Di tengah perjalanan, mereka bertemu banyak relawan menyelamatkan warga, yang kebanyakan ibu-ibu. Dari merekalah tim penyelamat mendapat informasi kalau masih ada orang di atas.
Mereka pun langsung memacu kendaraan menuju Kinahrejo. Tapi semakin ke atas hujan abu semakin lebat. Bahkan, sudah muncul bau belerang yang makin menyengat dan sirine peringatan bahaya tak henti berbunyi.
Tim relawan sampai di Kinahrejo sekitar pukul 18.30 WIB. Namun sesampainya di sana, Mbah Maridjan tetap tak mau juga dievakuasi.
©2020 Kapanlagi.com
Selain juru kunci Gunung Merapi itu, ternyata di sana ada pula enam orang warga yang berkumpul di rumah depan gang menuju rumah Mbah Maridjan. Tapi mereka juga menolak untuk dievakuasi.
Akhirnya tim penyelamat memutuskan untuk turun ke bawah mengakhiri evakuasi itu. Pada pukul 18.45 WIB, luncuran awan panas sampai di Desa Kinahrejo.
Desa Kinahrejo Tersapu Awan Panas
Pada pagi harinya, Desa Kinahrejo telah tersapu awan panas. Keenam warga yang berkumpul itu ditemukan telah tewas. Total, ada 16 jasad yang ditemukan pagi itu. Begitu pula dengan sang juru kunci, Mbah Maridjan.
Jenazah Mbah Maridjan ditemukan meninggal dunia dalam kondisi sujud di rumahnya yang telah luluh lantak. Begitu pula Desa Kinahrejo yang tak lagi ditemukan tanda-tanda kehidupan di sana.
©2020 liputan6.com
Seluruh bangunan rumah penduduk hancur. Hewan-hewan mati, tanaman-tanaman hangus. Udara terasa panas. Bahkan, debu di jalanan yang tebalnya mencapai 10 cm itu, masih terasa hangat.
Bentuk Tanggung Jawab
Menurut Asih, putra Mbah Maridjan, apa yang dilakukan ayahnya itu merupakan bentuk tanggung jawabnya pada Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang telah menunjuknya sebagai juru kunci.
Bahkan dia menjelaskan, dari posisi kematiannya menunjukkan keteguhan, kemantapan, dan kekonsistenannya dalam menjaga titah dan tanggung jawab yang diemban.
Walaupun begitu, sebenarnya Mbah Maridjan sudah mempersilahkan warganya untuk mengungsi, termasuk Asih. Dia masih ingat obrolannya dengan sang ayah menjelang meletusnya Gunung Merapi. Waktu itu, Mbah Maridjan melihat Asih yang sedang mempersiapkan motor agar siap digunakan untuk evakuasi kalau Gunung Merapi meletus.
©2020 Merdeka.com
“Asih, kamu mau ke mana? Saya jawab, saya tidak mau ke mana-mana. Kalau kamu mau turun Merapi, turun sekarang. Kalau saya tidak akan turun. Kalau turun, saya nanti ditertawakan oleh ayam,” kenang Asih mengenang obrolannya dengan Mbah Maridjan. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Karena erupsi, Ridho bersama dua teman lainnya pun terpisah dari rombongan.
Baca SelengkapnyaPada tahun 2010, kampung itu terkena lahar panas letusan Gunung Merapi. Kini yang tersisa hanyalah rumah-rumah tak berpenghuni
Baca SelengkapnyaMasyarakat di sekitar Gunung Marapi dan pengunjung atau wisatawan tidak diperbolehkan mendaki Gunungapi Marapi pada radius 3km dari kawah/puncak.
Baca SelengkapnyaGunung dengan aktivitas vulkanik paling tinggi di Pulau Sumatera ini tak lepas dari mitos
Baca SelengkapnyaSulitnya medan dan tingginya intensitas erupsi Gunung Marapi membuat upaya evakuasi tidak bisa berjalan baik.
Baca SelengkapnyaNolianus menceritakan detik-detik sebelum terjadi letusan.
Baca SelengkapnyaHingga kini status Gunung Marapi berada pada level II (Waspada).
Baca SelengkapnyaErupsi Gunung Marapi mengeluarkan abu vulkanik sekitar 3.000 meter.
Baca SelengkapnyaSaat ini masih ada 4 mahasiswa asal Riau lainnya dalam pencarian.
Baca SelengkapnyaSebanyak 11 orang pendaki ditemukan dalam keadaan meninggal dunia pascaerupsi Gunung Marapi, Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaTim SAR Basarnas Jambi diberangkatkan untuk membantu evakuasi korban erupsi Gunung Marapi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaTotal pendaki yang naik ke Gunung Marapi sebanyak 70 orang.
Baca Selengkapnya