Miris, Ini Kisah Keluarga di Gunungkidul yang Tinggal di Kandang Sapi
Merdeka.com - Nasib setiap orang tidaklah sama. Ada yang hidup melimpah, ada yang berkecukupan, ada pula yang hidup serba kekurangan. Hidup kekurangan itu yang harus dijalani pasangan suami istri Ngadiono (52) dan Sumini (44), warga Padukuhan Kedungranti, Kalurahan Nglipar, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul.
Bersama kedua anaknya, Ngadiono dan Sumini tinggal di kandang sapi berukuran 2x2,5 meter. Mereka pun harus berbagi ruang dengan sapi yang mereka pelihara.
Untuk memasak, ia membuat tungku seadanya di luar kandang sapi. Untuk keperluan mandi dan mencuci, ia mengambil air di Sungai Oya yang letaknya tak jauh dari kandang tersebut.
-
Dimana kambing Sumut dipelihara? Daging kambing merupakan salah satu bahan makanan yang populer di banyak belahan dunia, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki budaya kuliner kaya akan hidangan daging.
-
Dimana keluarga ini tinggal? Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya. Jalan berliku harus dilalui untuk sampai di rumah Kasimin. Perjalanan kemudian harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tebing.
-
Bagaimana Delia merawat sapi-sapi miliknya? Delia tak segan turun langsung merawat sapi-sapi miliknya. Penyanyi kelahiran 1990 ini tampak memberi makan sapi. Ia terlihat telaten saat merawat sapi yang dijualnya.
-
Bagaimana cara memelihara anak kambing? Setiap jenis anak kambing tersebut pun memiliki cara memeliharanya yang hampir sama. Kendati cukup tak mudah untuk memeliharanya, namun ternak kambing hingga saat ini merupakan sektor bisnis yang masih digemari banyak orang.
-
Kenapa Delia merawat sapi-sapi miliknya? Delia tak segan turun langsung merawat sapi-sapi miliknya. Penyanyi kelahiran 1990 ini tampak memberi makan sapi. Ia terlihat telaten saat merawat sapi yang dijualnya.
-
Dimana kambing itu berada? Ada kambing bertanduk 5 yang menggegerkan masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat.
Lebih memprihatinkan lagi, kandang sapi yang mereka tempati adalah tanah milik orang tua mereka. Apabila musim hujan datang, tanah itu rawan terkena banjir.
Lalu apa yang menyebabkan mereka tinggal di tempat seperti itu? Berikut selengkapnya:
Memulai Usaha
©2021 Liputan6.com
Dilansir dari Liputan6.com pada Kamis (2/9), Ngadiono bercerita bagaimana ia bisa tinggal di kandang sapi itu. Kisahnya berawal sejak 2007 lalu di mana keluarga itu dapat bantuan pembangunan rumah sederhana dari sebuah lembaga sosial.
Saat itu, Ngadiono sudah memiliki usaha sablon kecil-kecilan. Sementara sang istri jualan sayur keliling pakai sepeda motor Honda Astrea. Karena mulai punya anak yang masih kecil, pasangan suami istri ini mulai berani ajukan utang.
“Utang pertama saya ke BPR BDG dengan agunan sertifikat tanah yang ada rumah bantuannya itu. Dapat Rp10 juta,” kata Ngadiono.
Tak Mampu Bayar Utang
©Instagram/@ceritagunungkidul
Dana dari BPR itu mereka gunakan untuk menambah modal usaha. Namun dalam perjalanan mereka tak mampu lagi bayar cicilan itu. Pada 2012, Ngadiono memutuskan pergi ke Pulau Bangka untuk bekerja di perkebunan sawit demi bisa membayar cicilan itu.
Namun nyatanya di Bangka dia tak dapat pekerjaan. Istrinya kembali mengajukan utang ke koperasi syariah dengan agunan BPKB sepeda motor.
“Saya utang lima juta. Ya untuk hidup karena tidak ada kiriman uang. Jualan saya juga nggak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari,” kata Sumini.
Berutang ke 7 Rentenir
©Instagram/@ceritagunungkidul
Selain meminjam uang di koperasi syariah, Sumini juga meminta bantuan pinjaman uang dari para rentenir. Tak tanggung-tanggung, ada tujuh rentenir yang ia minta bantuan.
Namun nyatanya, pinjaman yang menumpuk itu tak sanggup ia bayar. Satu-satunya sepeda motor yang ia pakai untuk berjualan disita koperasi jika pinjamannya ingin dianggap lunas.
“Saat suami saya pulang, kita menjual rumah bantuan itu ke adik untuk menutup utang di Bank BDG,” tutur Sumini.
Merantau ke Sumatra
Sementara itu utang di rentenir tak ada yang bisa mereka bayar. Lelah dikejar rentenir membuat mereka merantau ke Sumatra. Namun setelah lima tahun Ngadiono dan keluarga memutuskan untuk kembali pulang ke Gunungkidul.
Awalnya mereka pulang ke rumah orang tua Sumini di Kapanewon Semanu. Namun mereka hanya bertahan 4 bulan karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan.
“Terus saya balik ke Kedungranti. Saya awalnya tinggal di rumah yang saya jual dulu. Namun karena tidak enak saya akhirnya tinggal di hutan,” kata Sumini.
Tinggal di Kandang Sapi
Ngadiono, Sumini, dan anak-anaknya tinggal 3 tahun di hutan milik Perhutani. Untuk bertahan hidup, mereka menanam berbagai tanaman seperti ketela dan sayur-mayur. Di sana, keluarga itu merasa hidup tenteram meski jauh dari keramaian.
Beberapa waktu lalu, mereka mendapat tawaran untuk memelihara dua ekor sapi milik saudara mereka. Awalnya mereka ingin membangun kandang di dekat rumah mereka di perhutani.
Namun pihak perhutani tidak mengizinkan. Karena itulah mereka meminta izin pada orang tua mereka membangun kandang di tanah orang tua mereka yang ada di dekat sungai.
Karena capek bolak-balik perhutani ke kandang, mereka memutuskan membangun kamar yang menyatu dengan kandang itu sekedar untuk tidur. Akhirnya mereka benar-benar tinggal seatap dengan sapi mereka sendiri.
“Awalnya sapi ini hana dua, terus beranak satu. Anaknya milik saya,” ungkap Sumini dikutip dari Merdeka.com pada Kamis (2/9). (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Saat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaPria ini tinggal di gubuk yang terletak di tengah kebun jati milik seorang warga bersama anaknya.
Baca SelengkapnyaDua kakak beradik itu pun bertahan hidup dengan memprihatinkan.
Baca SelengkapnyaAda seorang warga kampung yang hilang dan keberadaannya belum diketahui hingga kini.
Baca SelengkapnyaSebuah keluarga yang memiliki dua bocah perempuan terpaksa harus tinggal di kampung mati tengah hutan dan setiap hari makan nasi pakai garam.
Baca SelengkapnyaAsal-usul Desa Mertelu dibuktikan dengan adanya petilasan Migit Tiban yang berasa di Dusun Beji, Desa Mertelu.
Baca SelengkapnyaSaat musim tanam tiba, para perantau itu pulang sebentar untuk menanam jagung dan selanjutnya pergi merantau lagi
Baca SelengkapnyaMayoritas warga di sana merupakan petani yang menggarap lahan tadah hujan. Kalau musim kemarau lahan itu dibiarkan kosong.
Baca SelengkapnyaDitinggal orangtua, dua bocah ini harus tinggal sebatang kara. Aksi kakak rawat adik seadanya begitu menyayat hati.
Baca SelengkapnyaDua akor siamang dievakuasi dari rumah pemeliharanya dengan kondisi memprihatinkan
Baca SelengkapnyaTak ada pilihan lain bagi Pak Kasimin selain tinggal di tengah hutan. Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya.
Baca SelengkapnyaSuasana hangat terasa di salah satu desa di Gunungkidul saat Iduladha.
Baca Selengkapnya