Penuh Perjuangan, Ini Kisah Tim Pemulasaran Jenazah COVID-19 di Banjarnegara
Merdeka.com - Di masa pandemi ini, banyak orang meninggal akibat terinfeksi COVID-19. Agar tidak semakin menyebar, pemakaman jenazah pasien COVID-19 harus dilakukan dengan cara khusus. Sanak saudara dan sahabat pun tak diperkenankan untuk ikut membantu mengiringi jenazah.
Yang jelas, tugas berat harus dihadapi para petugas pemakaman jenazah COVID-19. Tak hanya berjuang dalam mengatasi rasa takut akibat tertular virus, mereka juga berjuang melawan lelah karena makin hari jumlah pasien yang meninggal karena COVID-19 semakin banyak. Hal itulah yang dirasakan tim pemulasaran jenazah COVID-19 Rumah Sakit Islam Banjarnegara, Jawa Tengah.
Dari yang semula beranggotakan 15 orang, kini anggota Tim Detasemen Tutup Bumi 19 alias Dentum 19 hanya menyisakan 3 orang. Padahal jumlah jenazah yang harus diurus hari demi hari semakin banyak.
-
Bagaimana orang-orang di makam itu meninggal? Mereka ditemukan di bagian kota yang tidak memiliki karakteristik umum dari sebuah pemakaman, menunjukkan tanda-tanda kematian yang kejam.
-
Siapa yang terlibat dalam pemindahan jenazah? Karena takut ketahuan, mereka kemudian memindahkan jasad korban dan membuangnya ke jurang.
-
Bagaimana korban meninggal? 'Dalam proses dari Lampung ke Jakarta ini (korban) pendarahan hebat. Pelaku juga mengetahui bahwa si korban sedang pendarahan. Pelaku ini mengetahui bahwa korban sedang pendarahan hebat, namun dibiarkan saja, sehingga korban kehabisan darah dan meregang nyawa,' kata dia.
-
Siapa yang menghadang rombongan jenazah? Rombongan penggotong keranda diharuskan meyakinkan juru kunci yang membawa golok agar diizinkan masuk makam.
-
Dimana petugas pemilu di Jateng meninggal? Di Klaten, Jawa Tengah, seorang petugas KPPS meninggal dunia setelah sempat bertugas di TPS 04 Desa Karangturi, Kecamatan Gantiwarno.
-
Bagaimana petugas pemilu di Sleman meninggal? Di Kabupaten Sleman, seorang petugas satuan perlindungan masyarakat (linmas) dilaporkan meninggal dunia sehari setelah mengamankan pemungutan suara Pemilu 2024. Petugas linmas itu bernama Sukidi, bertugas di TPS 1 Bulus Kidul, Candibinangun, Pakem, Sleman.
“Beberapa anggota lama yang akhirnya terpapar COVID-19 menjadi mudah lelah, banyak istirahat. Padahal jenazah yang meninggal karena COVID-19 itu makin banyak. Pemakamannya juga tak kenal waktu,” kata Gunadi, salah satu anggota tim Dentum 19.
Lalu apa saja perjuangan yang harus dihadapi para petugas pemulasaran jenazah COVID-19? Berikut selengkapnya:
Pernah Jatuh ke Liang Lahat
©2021 Merdeka.com/Iqbal Nugroho
Gunadi mengatakan, salah satu pengalaman yang tak pernah terlupakan saat menjadi tim pemulasaran jenazah COVID-19 adalah saat suatu hari dia jatuh ke liang lahat. Pada saat itu, kondisi malam hari dan minim penerangan. Karena sudah lelah, dia akhirnya jatuh ke liang lahat yang telah disiapkan. Tak hanya Gunadi, beberapa temannya juga pernah mengalami kejadian serupa.
Selain itu, yang paling sering dialaminya adalah tersandung batu atau nisan makam. Sepulang dari pemakaman, ia mendapat kakinya telah berdarah.
“Gak sadar tahu-tahu perih, kaki berdarah-darah sampai kantor. Kondisi makam gelap, tangan memegang peti jenazah, otomatis kita tidak bisa jalan cepat. Kadang kaki sering tersandung karena makam di Banjarnegara tidak tertata rapi,” ungkap Gunadi dikutip dari Liputan6.com pada Rabu (14/7).
Hadapi Keluarga Almarhum
©Liputan6.com/Arfandi Ibrahim
Tantangan lain yang harus dihadapi tim pemulasaran jenazah adalah menghadapi keluarga almarhum. Biasanya, mereka menghendaki prioritas pelayanan dan enggan berlama-lama mengantre. Namun di sisi lain, mereka juga harus taat prosedur mengingat jumlah petugas yang terbatas.
“Kami kerepotan, karena saat sampai di rumah sakit kami harus mengantar dan mengubur jenazah lagi. Jadi kami tidak ada prioritas, namun harus sesuai urutan dan antrean,” kata Eko Pranoto, anggota tim yang lain.
Bekerja 27 Jam
©2021 Merdeka.com/Iqbal Nugroho
Walau kaki harus berdarah dan badan kepanasan akibat mengenakan jubah hazmat, semangat para anggota tim pemulasaran jenazah tak pernah luntur. Mereka sadar yang mereka lakukan bukan sekadar pekerjaan, namun juga pengabdian untuk membantu sesama. Karena itulah mereka berani berkorban bekerja tak kenal waktu.
Pernah pada suatu hari tim itu mengurus delapan jenazah. Masing-masing jenazah ditempatkan di makam yang berbeda-beda. Tak jarang mereka harus bekerja hingga subuh sehingga merasakan lelah yang luar biasa.
“Saya pernah menghitung 27 jam saya bekerja. Sangat kami nikmati prosesnya tanpa mengeluh sedikitpun,” kata Eko. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Petugas yang menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan juga akan mendapat santunan lain sebagaimana porsinya.
Baca SelengkapnyaTim SAR gabungan harus bekerja ekstra untuk bisa mengevakuasi ketiga jasad korban yang berhasil ditemukan.
Baca SelengkapnyaLima petugas KPPS di Kabupaten Tangerang, Banten, meninggal dunia seusai mengawal pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka diduga kelelahan.
Baca SelengkapnyaRatusan petugas pemilu di Garut jatuh sakit akibat kelelahan saat bertugas.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti jam kerja para petugas Pemilu 2024 yang sangat berat.
Baca SelengkapnyaLima Petugas Pemilu di Depok Jatuh Sakit akibat Kelelahan
Baca Selengkapnyastres ditandai gejala mual, pusing, hilang nafsu makan hingga sulit tidur.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini Tim SAR gabungan berhasil menemukan tujuh jasad korban dan tersisa tiga korban di lokasi terjadinya longsor di Desa Cibenda, Kecamatan Cipongkor
Baca SelengkapnyaKetua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan, 30 petugas pengawas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaMereka meninggal di saat sedang dan usai bertugas pada Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaPetugas yang meninggal dunia akan mendapatkan santunan sebesar Rp36.000.000
Baca SelengkapnyaPenyebab meninggalnya petugas pemilu di Jatim bervariasi.
Baca Selengkapnya