Terpukul Kenaikan Harga Kedelai, Begini Cara Pembuat Tempe Temanggung Tetap Produksi
Merdeka.com - Awal tahun umumnya disambut oleh sebagian besar orang dengan penuh semangat. Namun tidak begitu dengan para pengrajin tempe di Temanggung. Hal ini dikarenakan, harga kedelai impor yang merupakan bahan pokok pembuatan tempe mengalami kenaikan beberapa waktu belakangan.
Junaedi, salah satu pengrajin tempe mengatakan, pada awalnya harga kedelai impor di angka Rp7.000 hingga Rp 8.000 per kilogram. Kini di awal tahun, harganya mencapai Rp 10.000.
“Dalam waktu kurang lebih dua bulan terakhir harga kedelai impor terus naik. Semula naiknya masih dalam batas kewajaran yakni menjadi Rp 9.000 per kilogram. Namun saat ini harga sudah mencapai Rp 10.000 per kilogram,” terang Junaedi mengutip dari ANTARA pada Senin (11/1).
-
Bagaimana perajin tempe menghadapi kenaikan harga kedelai? Karena hal ini, para perajin tempe terpaksa mengurangi jumlah produksi tempe. Ada pula dari mereka yang mengecilkan ukuran tempe dan ada juga yang menaikkan harga jual.
-
Bagaimana pengusaha tempe tahu mengatasi kenaikan harga kedelai? Akibat dampak ini, sejumlah produsen menaikkan harga jualnya, memperkecil ukuran tahu dan tempe, hingga mengurangi produksi.
-
Kenapa tempe banyak diminati? Rasanya yang gurih tidak pernah gagal memanjakan lidah dengan berbagai hidangan olahannya.
-
Kenapa harga kopi Temanggung naik? Salah satu kopi yang harganya mengalami kenaikan ada di Desa Gemawang. Kepala Desa Gemawang, Musiran, membenarkan hal itu. Menurutnya, harga jual kopi yang naik drastis salah satunya disebabkan oleh kualitas kopi yang meningkat.
-
Kenapa tempe menjadi populer di berbagai negara? Saat ini, tempe tidak hanya populer di Asia Tenggara, tetapi juga di Amerika, Eropa, dan Australia sebagai alternatif protein nabati yang sehat.
-
Mengapa impor kedelai sangat penting untuk produksi tempe dan tahu? Dari jumlah keseluruhan volume impor tersebut, sekitar 70 persen dialokasikan untuk produksi tempe, sedangkan untuk yang 25 persennya untuk membuat tahu, dan sisanya untuk produksi lain.
Junaedi mengatakan kondisi itu memberatkan para pengrajin tempe karena kenaikannya di atas kewajaran. Apalagi, kedelai impor memang dinilai bagus sebagai bahan baku tempe. Lalu bagaimana cara agar mereka tetap bisa produksi? Berikut selengkapnya:
Proses Produksi Tempe
©2020 Merdeka.com/indonesia.go.id
Junaedi mengatakan bahwa setiap lima kilogram tempe paling banyak hanya bisa menghasilkan 60 tempe yang dibungkus dengan daun. Sedangkan harga jual per bijinya hanya Rp300. Padahal untuk menunggu tempe siap konsumsi membutuhkan waktu selama dua hari.
“Proses membuat tempe itu membutuhkan waktu cukup lama, mulai dari harus dicuci bersih, dimasak, kemudian dibungkus dan difermentasi. Waktu fermentasi sendiri paling tidak membutuhkan waktu dua hari,” jelas Junaedi.
Serba Sulit
©2021 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho
Menurutnya, dengan naiknya harga kedelai impor, keuntungan pengrajin tempe menjadi berkurang. Bahkan bisa dibilang tidak ada keuntungan sama sekali. Apalagi, dalam pembuatan tempe juga dibutuhkan daun pisang dan kertas yang semuanya harus beli, kemudian tenaga kerja juga harus dibayar. Jika kondisi seperti itu terus berlangsung, Junaedi mengatakan para pengrajin bisa bangkrut. Sementara itu pengrajin lainnya, Muhammad Jayadi mengatakan meskipun harga bahan baku mengalami kenaikan, dirinya tidak menaikkan harga jual tempe.
“Kalau harga jual dinaikkan bisa jadi pelanggan komplain dan berpindah ke yang lain,” kata Jayadi mengutip dari ANTARA.
Kurangi Ukuran Tempe
©2021 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho
Oleh karena itu, agar tetap bisa berproduksi, dia terpaksa mengurangi sedikit ukuran tempe. Namun pengurangan yang dilakukan tidak sampai mengurangi kualitas tempe yang diproduksinya.
Dia terpaksa melakukan itu agar pelanggan tetap bisa memahami mengingat kondisi ekonomi saat ini memang sedang susah. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kenaikan harga kedelai impor sebagai dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah kembali memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga dolar AS ini menyebabkan nilai tukar Rupiah melemah dan harga kedelai impor pun melonjak drastis.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga membuat penjual dan pembeli sama-sama merana
Baca SelengkapnyaIndustri tahu di Dusun Kanoman muncul sejak tahun 1956. Kini mereka mengalami masa-masa sulit.
Baca SelengkapnyaNaiknya harga kedelai sejak awal November membuat produsen tahu menjerit
Baca SelengkapnyaSimak perjalanan panjang tempe hingga jadi kuliner favorit di tanah air!
Baca SelengkapnyaKondisi global turut berkontribusi naiknya harga sejumlah komoditas.
Baca SelengkapnyaPara pembuat pisau, pembuat tusuk sate, dan perajin tempat panggangan sate panen rezeki saat hari raya kurban tiba.
Baca SelengkapnyaBenny mengaku bahwa produksi tempenya tak terlalu berpengaruh oleh adanya pembatasan mobilitas masyarakat saat pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaDia berkesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), Indonesia selama setahun.
Baca SelengkapnyaBerbeda dengan beras, minyak goreng justru mengalami lonjakan harga. Minyak goreng curah kini dihargai Rp18.500 hingga Rp21.000/liter.
Baca SelengkapnyaBapanas mencatat, harga sejumlah bahan pokok menjelang Natal dan Tahun Baru kian melonjak.
Baca Selengkapnya