5 Fakta Sejarah Kota Wates, Makin Maju Seiring Dibangunnya Bandara Baru di Jogja
Merdeka.com - Wates adalah ibukota Kabupaten Kulonprogo, yang kini terus berkembang seiring berdirinya bandara YIA (Yogyakarta International Airport). Para pendatang mulai mendatangi Wates untuk memulai peruntungan bisnis di sana.
Para warga asli juga tak segan menjual tanah mereka kepada para pendatang. Bisnis-bisnis baru bermunculan. Bahkan, beberapa lembaga pendidikan tinggi mulai membangun kampus di sana.
Di balik keadaan Wates yang semakin berkembang, kota itu punya nilai sejarah. Dulunya Wates merupakan daerah rawa-rawa yang menandakan batas Kerajaan Mataram. Berikut 5 fakta Wates, salah satu kota sarat sejarah di Yogyakarta yang kini dijadikan lokasi bandara baru, YIA.
-
Siapa arsitek Bandara Banyuwangi? Berdirinya Bandara Banyuwangi berkat peran besar sang arsitek, Andra Matin.
-
Apa konsep Bandara Banyuwangi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
-
Dimana letak Yogyakarta? Yogyakarta terletak di Pulau Jawa, Indonesia, dan dikenal sebagai pusat budaya dan seni Jawa.
-
Apa saja keistimewaan Yogyakarta? Pengaturan keistimewaan DIY dan pemerintahannya selanjutnya diatur dengan UU No 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. UU ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 131-133 UUDS 1950. Pengaturan Daerah Istimewa terdapat baik dalam diktum maupun penjelasannya.
-
Dimana bandara baru di Sulawesi Utara? Bandar udara (bandara) di Provinsi Sulawesi Utara kian bertambah, kini baru saja beroperasi bandara Lolak di Bolaang Mongondow, Minggu (18/2).
-
Apa yang dibangun di Banyuwangi? Pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di Desa Balak, Kecamatan Songgon sudah mencapai 99 persen.
Bermakna sebagai Batas
Dikutip dari Liputan6.com, Kamis (5/3), menurut sejarawan Ahmad Athoillah, secara etimologi Kota Wates artinya "Batas". Kota itu dulunya menjadi batas antara Negara Gading (Mataram Selatan) dan Mataram Krajan (Mataram Kulon) saat kekuasaan Kerajaan Mataram masih berpusat di Kartasura.
Namun posisinya semakin betul-betul menjadi batas ketika wilayah bekas negara Gading yang membentang dari Galur sampai Temon menjadi Kadipaten Karang Kemuning pada 1813. Waktu itu, posisi Wates menjadi titik perbatasan antara kadipaten itu dengan wilayah Kasultanan Yogyakarta di Pengasih.
Wilayah Kabupaten Adikarto
Sebelum tahun 1951, wilayah di Kabupaten Kulon Progo terbagi atas dua, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Adikarto. Kabupaten Kulonprogo merupakan wilayah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, sementara Kabupaten Adikarto merupakan wilayah Kesultanan Pakualaman.
Berdasarkan situs kulonprogokab.go.id, sebelum berada di Wates, ibukota Kabupaten Adikarto berada di Brosot, namun pada 1903 pindah ke Wates.
Pakualam VI Membangun Wates
Sebelum menjadi sebuah kota, wilayah Wates dulunya merupakan daerah rawa-rawa. Kemudian pesawahan mulai dibangun agar bisa membangun perekonomian masyarakat sekitar.
Portrait of Indonesia
Kemudian Pakualam VI membangun Wates didukung oleh para diaspora dari Tionghoa. Setelah kekuasaannya berganti ke tangan Pakualam VII, para Tionghoa itu diizinkan mengontrak tanah di Wates selama 75 tahun.
"Setelah penanda tanganan kontrak itu, para Tionghoa kemudian sukses dengan warung opium dan jenis perdagangan lain," kata Athoillah dilansir dari Liputan6.com, Kamis (5/3).
Patung Kuda
Bila mengunjungi Kota Wates, kita akan menjumpai sebuah patung yang berada di tengah-tengah persimpangan jalan. Oleh masyarakat setempat, patung itu dinamakan patung kuda.
2020 Merdeka.com
Namun sebenarnya, patung itu merupakan patung dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Serang yang mengendarai kuda tersebut.
Nyi Ageng Serang merupakan pahlawan nasional yang ikut bertempur melawan Belanda dalam Perang Diponegoro. Dia bersama para prajurit lainnya berperang melawan Belanda di wilayah Pegunungan Menoreh, Kulonprogo.
Banyak Orang Tak Tahu
Walaupun sarat dengan sejarah, namun banyak orang tak tahu sejarah Wates. "Saya orang Wates tapi saya tidak tahu kenapa dinamakan Wates," kata Agus, salah seorang warga Wates dikutip dari Liputan6.com, Kamis (5/3).
Selain dengan Agus, Joko, warga Pengasih juga tak tahu kenapa dinamakan Wates. Dulu kata simbah, pusat kotanya juga ada di Wates. Tapi kenapa dinamakan Wates saya juga tidak tahu walaupun dekat dengan Pengasih," kata Joko dikutip dari Liputan6.com. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jauh sebelum ada Bandara YIA, Yogyakarta ternyata sudah punya bandara udara yang dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Kini jejaknya hilang tak bersisa
Baca SelengkapnyaNama bandara ini diambil dari nama Perdana Menteri Indonesia terakhir
Baca SelengkapnyaBerikut potret Yogyakarta tempo dulu yang masih begitu banyak pepohonan dan delman.
Baca SelengkapnyaPembangunan Bandara Kertajati sangat rumit. Bahkan proyek ini sempat mangkrak selama beberapa tahun.
Baca SelengkapnyaBelum banyak yang tahu bahwa Kabupaten Sidoarjo dulunya merupakan lautan. Bukti fisiknya pun masih bisa disaksikan hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaDi belakang masjid, terdapat makam Panembahan Purbaya I, putra dari Panembahan Senopati
Baca SelengkapnyaDanau buatan itu dibangun untuk berbagai macam keperluan, mulai dari tempat rekreasi hingga latihan perang.
Baca SelengkapnyaPatok-patok proyek tol sudah dipasang di sekeliling desa
Baca SelengkapnyaPulau Jawa adalah pusat kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi negara Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan membangun groin di kawasan pesisir Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) untuk mencegah abrasi.
Baca SelengkapnyaBekasi sudah dikenal sebagai kota industri sejak zaman kerajaan. Kini di sana juga ditemukan sumber minyak baru.
Baca Selengkapnya