Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

6 Februari 1925: Lahirnya Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Legendaris Indonesia

6 Februari 1925: Lahirnya Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Legendaris Indonesia Pramoedya Ananta Toer. ©2014 Merdeka.com/http://uniqpost.com

Merdeka.com - Siapa tak kenal dengan Pramoedya Ananta Toer? Pram, begitu sosoknya seringkali disapa, adalah seorang sastrawan terbesar dan berpengaruh asal Indonesia. Karya-karyanya sangat fenomenal, dan masih digandrungi hingga saat ini. Mempelajari sastra Indonesia tak akan afdol tanpa menyebut dan membedah tulisannya.

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925, tepat hari ini 97 tahun yang lalu. Ia adalah putra sulung dari delapan bersaudara. Ayah Pram adalah seorang guru, sementara ibunya adalah putri dari seorang petinggi agama terkemuka di Rembang. Perpaduan ini membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang unik.

Saat remaja, Pram pergi ke Jakarta dan bekerja sebagai juru ketik di bawah pendudukan Jepang selama Perang Dunia II. Pada tahun 1945 ketika Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya dan memberontak melawan kekuasaan kolonial Belanda, ia bergabung dengan kaum nasionalis, bekerja di radio dan memproduksi majalah berbahasa Indonesia.

Ia lantas ditangkap oleh pihak berwenang Belanda pada tahun 1947. Novel pertamanya yang berjudul Perburuan terbit pada tahun 1950. Karyanya itu menceritakan tentang pelarian seorang pemberontak anti-Jepang kembali ke rumahnya di Jawa. Berikut kisah hidup sang sastrawan legendaris Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.

Latar Belakang Keluarga

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925, sebagai putra sulung dari pasangan guru dan putri seorang petinggi keagamaan di Rembang. Ibunya adalah murid ayahnya di sekolah dasar pemerintah Hindia Belanda HIS atau Holandse Indische School, mengutip dari publikasi undip.ac.id.

Pada saat orangtuanya menikah, ibunya baru berusia 18 tahun dan ayahnya 32 tahun. Setelah pernikahan tersebut, ayahnya meninggalkan pekerjaannya untuk mengajar di sekolah swasta nasionalis Boedi Oetomo di Blora. Gajinya turun sangat drastis dari 200 gulden menjadi 18 gulden saat menjadi kepala sekolah di institusi pendidikan pribumi tersebut.

Ayah Pram bernama Mastoer yang kemudian akrab disapa Toer, dan ibunya bernama Siti Saidah. Ayah Pram merupakan keturunan priyayi Jawa yang berasal dari Kediri Jawa Timur. Sedang ibunya, Saidah, berasal dari keluarga santri di Rembang Jawa Tengah. Ayah Saidah adalah seorang penghulu.

Latar belakang dan kultur ibu Pram yang santri sangat berbeda dengan kultur ayahnya. Mastoer bercorak kejawen dan dalam beberapa hal percaya pada kepercayaan pagan. Bila dilihat maka Pram dari geneologisnya merupakan percampuran antara kultur santri dan kejawen. Perbedaan ini bukan hanya dalam keyakinan, melainkan juga dalam ranah sosial dan budaya.

Perjalanan Pendidikan

Pram menamatkan pendidikan sekolah dasarnya di Institut Boedi Oetomo di Blora. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Teknik Radio Surabaya (Radio Volkschool Surabaya) selama satu setengah tahun.

Ia tidak memiliki ijazah dari sekolah ini karena ijazah yang dikirimkannya ke Bandung untuk disahkan tidak pernah diterima kembali akibat kedatangan Jepang ke Indonesia pada awal tahun 1942.

Melansir dari ensiklopedia.kemdikbud.go.id, pada Mei 1942 Pramoedya Ananta Toer meninggalkan Rembang dan Blora untuk pergi ke Jakarta. Ia bekerja di Kantor Berita Domei.

Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945) lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah.

Pada Agustus 1945, saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dirinya sedang berada di Kediri. Setahun setelahnya, yakni tahun 1946 ia ikut menjadi prajurit resmi sampai mendapat pangkat Letnan II Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang ditempatkan di Cikampek, dengan sekutu Front Jakarta Timur.

Ia ditahan untuk pertama kalinya pada tahun 1947, tahun ketika dia menulis novel pertamanya, Perburuan (The Fugitive). Pembebasan datang dengan penarikan Belanda pada tahun 1949 dan ia menghabiskan sebagian besar tahun 1950-an bepergian ke luar negeri, pertama di Belanda dan kemudian di Uni Soviet dan Cina.

Karya dan Akhir Hidup

Perjalanan yang ia lakukan membuatnya menjadi lebih kiri dan anti-Jawa di surat kabar dan tulisan lainnya. Pram mengedit bagian dari surat kabar sayap kiri dan mengajar di sekolah jurnalisme di Jakarta.

Pada tahun 1950-1951 Pram bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka dan menerima hadiah sastra dari Balai Pustaka atas novelnya yang berjudul Perburuan. Pada tahun yang sama ia menikah dengan wanita yang sering datang ke penjara, Husni Thamrin. 

Di tahun berikutnya ia kemudian mendirikan Literary and Fitures Agency Duta hingga tahun 1954. Pram juga berselisih dengan pemerintah Presiden Sukarno sedemikian rupa pada tahun 1960 sehingga ia dipenjara selama sembilan bulan. Lima tahun kemudian terjadi kudeta yang gagal dan pemenjaraan lebih lanjut.

Skala penderitaan semasa ia ditahan di pulau Buru akhirnya terungkap melalui The Mute's Soliloquy, sebuah karya otobiografi yang diterbitkan beberapa dekade kemudian dengan banyak insiden yang ditulis pada secarik kertas yang diselundupkan oleh seorang imam Katolik yang simpatik.

Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun masih dapat menyusun serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, yang adalah 4 seri novel semi-fiksi sejarah Indonesia yang menceritakan perkembangan nasionalisme Indonesia dan sebagian berasal dari pengalamannya sendiri saat tumbuh dewasa.

Novel semi-fiksi lainnya, Gadis Pantai, ditulis berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995) dan Arus Balik (1995). Ia juga menulis buku berjudul Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi mengenai para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita penghibur selama masa pendudukan Jepang. 

Sementara Pramoedya dapat bertahan dari diktator dan penahanan, ia tidak dapat mengatasi penyakit yang dipicu oleh keterikatannya pada rokok kretek. Kesehatannya mulai memburuk dan ia menghembuskan napas terakhir pada 30 April 2006 di umur 80 tahun. (mdk/edl)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Kisah Hidup Herman Pratikto, Novelis Legendaris dari Blora Teman Masa Kecil Pramoedya Ananta Toer
Kisah Hidup Herman Pratikto, Novelis Legendaris dari Blora Teman Masa Kecil Pramoedya Ananta Toer

Herman Pratikto tidak pernah menyebut dirinya sebagai pengarang cerita

Baca Selengkapnya
Sosok Amir Hamzah, Sastrawan Asal Langkat Bergelar Pahlawan Nasional
Sosok Amir Hamzah, Sastrawan Asal Langkat Bergelar Pahlawan Nasional

Sosok Amir Hamzah, sastrawan asal Langkat dengan segudang karyanya dan dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional

Baca Selengkapnya
Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan
Mengenang Dja Endar Moeda Harahap, Pelopor Pers di Indonesia asal Padang Sidempuan

Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.

Baca Selengkapnya
Mengenal Aming Aminoedhin Presiden Penyair Jawa Timur, Pandai Bikin Puisi hingga Main Teater
Mengenal Aming Aminoedhin Presiden Penyair Jawa Timur, Pandai Bikin Puisi hingga Main Teater

Kemampuan dan dedikasi Aming dalam dunia kesenian membuatnya diganjar sejumlah penghargaan.

Baca Selengkapnya
Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat
Mengenal Sosok Djamaluddin Adinegoro, Jurnalis dan Sastrawan Kawakan Indonesia Asal Sumatra Barat

Namanya semakin terkenal ketika ia membuat novel berjudul Asmara Jaya dan Darah Muda.

Baca Selengkapnya
Mengenal Lebih Dekat Sosok Sitor Situmorang, Penulis dan Wartawan Indonesia Asal Samosir
Mengenal Lebih Dekat Sosok Sitor Situmorang, Penulis dan Wartawan Indonesia Asal Samosir

Pria berdarah Batak ini sudah malang melintang di dunia sastra maupun jurnalistik yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Baca Selengkapnya
Sosok Ibrahim Marah Sutan, Kaum Intelek Masa Hindia Belanda Asal Padang Pariaman
Sosok Ibrahim Marah Sutan, Kaum Intelek Masa Hindia Belanda Asal Padang Pariaman

Seorang tokoh intelektual, pendidik, penulis, dan tokoh pergerakan asal Minangkabau ini hidup di masa Hindia Belanda dan Orde Lama.

Baca Selengkapnya
Mengenal Lebih Dekat Sosok Lesi Keti Ara, Pengarang Kondang Asal Aceh
Mengenal Lebih Dekat Sosok Lesi Keti Ara, Pengarang Kondang Asal Aceh

Selain di bidang menulis, ia juga terlibat dalam dunia seni pentas.

Baca Selengkapnya
26 Juli: Peringatan Hari Puisi Indonesia, Berikut Sejarah dan Tujuannya
26 Juli: Peringatan Hari Puisi Indonesia, Berikut Sejarah dan Tujuannya

Tanggal ini dipilih untuk memperingati hari lahir sang penyair, yang telah memberikan kontribusi besar dalam dunia sastra Indonesia.

Baca Selengkapnya
Mengenal Sosok AA Navis, Penyair Asal Minang yang Tanggal Lahirnya Dijadikan Perayaan Internasional
Mengenal Sosok AA Navis, Penyair Asal Minang yang Tanggal Lahirnya Dijadikan Perayaan Internasional

Salah satu nama seniman Indonesia berdarah Minang terpampang di perayaan Internasional pada keputusan UNESCO baru-baru ini.

Baca Selengkapnya
Nama Sastrawan Marah Roesli Diabadikan Sebagai Nama Jalan di Kota Padang
Nama Sastrawan Marah Roesli Diabadikan Sebagai Nama Jalan di Kota Padang

Sastrawan Marah Roesli terkenal dengan karyanya Siti Nurbaya

Baca Selengkapnya
Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei Lengkap Beserta Tujuan dan Maknanya
Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2 Mei Lengkap Beserta Tujuan dan Maknanya

Ada sejarah penting di balik tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Baca Selengkapnya