Kisah Pilu 3 Perempuan Kediri Cari Kerja, Makan Sabun dan Tidur di Bawah Gubuk
Merdeka.com - Tiga perempuan asal Kediri, Jawa Timur diduga mendapat perlakuan semena-mena oleh Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS) di Surabaya. Mereka terpaksa bertahan hidup dengan cara tak manusiawi, seperti makan sabun dan minum air mentah.
Tidak hanya itu, mereka pun terpaksa tidur di bawah gubuk yang tidak tertutup, hanya beralaskan papan. Menindaklanjuti dugaan tersebut, Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia (DPD PSI) Surabaya mengadvokasi tiga perempuan tersebut.
Kronologi Kejadian
-
Apa yang dialami para tahanan wanita di Kamp Plantungan? Selain dibatasi dalam beraktivitas, para tapol juga merasakan tekanan berupa kekerasan, baik kekerasan fisik maupun mental. Sejumlah tahanan politik perempuan di Plantungan pernah mengalami pelecehan seksual, yang menyebabkan trauma bagi mereka.
-
Bagaimana cara para tahanan wanita di Plantungan dihukum? Mereka dipaksa memberikan pengakuan tentang keterlibatan mereka dalam organisasi massa yang berideologi komunis.
-
Siapa yang menjadi korban perundungan? Apalagi saat berkomunikasi melalui panggilan video, R mengaku pada Kak Seto bahwa ia sering menjadi korban perundungan dari teman-temannya maupun guru.
-
Apa saja bentuk pelecehan yang dialami buruh wanita? Buruh Wanita sudah mengalami pelecehan sejak kedatangan mereka di Perkebunan Deli. Peristiwa ini terjadi tahun 1917. Seorang administratur yang mendata para buruh ini akan memberi tanda garis pada buruh wanita yang dianggap menarik. Wanita yang ditandai itu kelak akan dicari untuk memuaskan napsu para Ondernemer perkebunan.
-
Kenapa korban disekap dan diperkosa? Setiap informasi dan dugaan terkait keberadaan pelaku, petugas langsung meluncur.'Kami masih terus melakukan pengejaran terhadap keempat pelaku yang belum tertangkap,' kata Umi.
-
Siapa yang disekap dan diperkosa? Penyidik Satreskrim Polres Lampung Utara, Lampung, segera merampungkan berkas enam tersangka penyekapan dan perkosaan siswi SMP inisial NA (15).
"Asal mula kejadian ini dilaporkan oleh DPD PSI Kediri, Bapak Suliyono, yang disampaikan kepada Ketua DPW PSI Jawa Timur, Teguh Cahyadin dan beliau langsung menghubungi Ketua DPD PSI Surabaya, Yusuf Lakaseng," terang anggota fraksi DPD PSI Surabaya, Tjutjuk Supariono, Kamis (11/3/2021).
Tjutjuk menjelaskan, awalnya pihak LPTKS tidak mengakui perbuatan tersebut. Namun, setelah ditunjukkan bukti obrolan Whatsapp dari pemilik ke penanggungjawab lapangan LPTKS, pihak LPTKS mengakui bahwa pihaknya memperlakukan ketiga korban dengan tidak layak.
"Awalnya pengeluaran ketiga korban tersebut menemui jalan buntu. Setelah melalui proses negosiasi yang panjang, Alhamdulillah, Puji Tuhan, korban dapat kami pulangkan tanpa adanya biaya apapun karena sebelumnya korban dikenakan biaya sekitar hampir Rp5 juta untuk dapat keluar dari lembaga tersebut," imbuhnya, seperti dilansir liputan6.com (12/3/2021).
Pelanggaran HAM dan Hukum
©2021 Merdeka.com/liputan6.com
Koordinator Divisi Perempuan dan Anak, DPD PSI Surabaya, Bernike mengungkapkan, tindakan yang dilakukan LPTKS adalah tindakan yang kejam. Pihaknya mengutuk perbuatan tersebut karena tidak selaras dengan prinsip penghormatan terhadap harkat dan martabat perempuan.
Tindakan yang dilakukan oknum LPTKS merupakan permasalahan serius. Selain melanggar moral, juga melanggar hak asasi manusia (HAM) dan hukum yang ada.
"Ironisnya juga, kemarin bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia, yang seharusnya para perempuan berhak mengutarakan pendapat, bebas berkarya, bebas mendapatkan keadilan akan tetapi oknum LPTKS ini merenggut kebebasan dan hak mereka," ungkap Bernike.
Izin Kedaluwarsa
Setelah mendapatkan laporan, pihak Disnakertrans Jatim langsung turun untuk meninjau LPTKS yang terletak di Kecamatan Gayungan, Kota Surabaya itu. Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Jatim, Tri Widodo mengungkap temuan yang didapat di lokasi kejadian.
"Berdasarkan pantauan, benar adanya bahwa tempat tidurnya kurang layak," terangnya.
Berdasarkan penjelasan Tri Widodo, perusahaan tersebut hanya memiliki izin penyaluran. Dengan demikian, pihak LPTKS itu tidak diperbolehkan menampung tenaga kerja. Bahkan izin yang dimiliki LPTKS tersebut sudah kedaluwarsa.
"Temuan kami, izin LPTKS itu sudah kedaluwarsa pada 2019," tandasnya. (mdk/rka)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Korban mengalami trauma ganda. Selain perlakuan tak manusiawi, ia juga ketakutan karena suasana perang.
Baca SelengkapnyaMemang rumah tersebut sebelumnya dimiliki seorang dokter yang terpampang sesuai papan nama Sukita Kurnia dan Santo Kurnia.
Baca SelengkapnyaCerita korban TPPO Disekap Berbulan-Bulan dan Kerja Tanpa Digaji
Baca SelengkapnyaLima ART di bawah umur itu sempat diperlakukan tidak layak oleh majikannya.
Baca SelengkapnyaSetelah tak ada kabar, keluarga melapor ke polisi. Mereka mengirim pesan singkat agar orangtua tidak mencari karena mengaku sudah bahagia.
Baca SelengkapnyaPerekrutan PMI seolah-olah dibuat resmi. Korban menjalani pemeriksaan kesehatan dan pembuatan paspor.
Baca SelengkapnyaDua wanita asal Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), ditangkap polisi. Mereka diduga terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) antarnegara.
Baca SelengkapnyaAksi penyekapan dan pemerkosaan secara bergiliran selama tiga hari oleh 10 pelaku terhadap siswi SMP di Lampung Utara, Lampung, NA (15), sudah terencana.
Baca Selengkapnya4 Anak asal Sumsel diperbudak jadi pekerja seks komersial (PSK) dan dipaksa melayani tamu 10 sampai 20 orang per hari.
Baca SelengkapnyaTetangga kerap mendengarkan suara rintihan dari rumah pelaku.
Baca SelengkapnyaHeboh pasutri asal Purwakarta, Jawa Barat disekap dan diborgol hingga tak diberi makan saat bekerja di Kamboja.
Baca SelengkapnyaMereka tak menyangka akan ditipu tetangganya sendiri
Baca Selengkapnya