Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

AHY: Beda Akal Jangan Dicap Radikal

AHY: Beda Akal Jangan Dicap Radikal AHY tanggapi KLB Demokrat. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Memakai batik bergambar lambang Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyambut kedatangan tim merdeka.com. Mendapat kesempatan bertamu selepas salat Jumat, pertemuan itu berlangsung cair. Penuh tawa canda meski ada banyak pembahasan serius dibahas.

Pertemuan berlangsung di Markas Partai Demokrat kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu. Beruntung kami mendapat kesempatan bisa melihat langsung ke ruang kerja sang Ketua Umum Partai Demokrat itu. Mengenal lebih dekat dengan sosok lulusan Akademi Militer 1997 ini.

Beragam isu terhangat dalam perbincangan itu dibahas. Mulai dari masalah pandemi Covid-19, hukum dan demokrasi, hingga persiapan untuk Pemilu 2024.

Berikut wawancara lengkap tim merdeka.com dengan Ketua Umum Partai Demokrat:

Apa filosofi di balik kata "Dream Big, Work Hard, Never Give Up" bagi seorang AHY?

Ya jadi itu salah satu moto favorit saya yang saya hadirkan sebagai bentuk refleksi sebagai perjalanan hidup saya, perjalanan karir, bahwa setiap orang termasuk anak muda harus punya mimpi besar.

Dream big, mimpi besar itu tidak ada batasnya. Dulu kita sering mendengar kata-kata gantungkan cita-cita setinggi langit artinya unlimeted, tidak pernah boleh ada yang membatasi mimpi seseorang. Mimpi besar itu dibutuhkan juga untuk mendrive kita untuk bekerja, berbuat sesuatu tentu lebih mimpi besar yang baik ya.

Kemudian saya ikuti dengan kata-kata "Work Hard", jadi mimpi boleh bukan hanya bermimpi. Jangan kelamaan tidurnya segera bangun untuk bekerja keras, berikhtiar, juga berdoa tentunya agar mimpi besar tadi bisa terwujud, tapi dalam perjalanan kehidupan tadi, tentu tidak semuanya indah seperti kita banyangkan. Setiap harapan bisa tercapai dengan cepat dan mudah, banyak lika-likunya banyak jatuh bangun, up and down-nya.

Saya mengalami kegagalan, saya mengalami kekalahan, sakit, kecewa, marah, sedih dan lain-lain itu manusia dan setelah kita tau itu adalah resiko kehidupan maka ada kata-kata never give up, jangan menyerah. Karena begitu kita jatuh sebenarnya yang paling diiuji adalah berapa cepat kita bisa bangkit dan melanjutkan perjalanan tadi. Sampai dengam mimpi tadi tercapai.

Jadi jangan mudah putus asa, jangan muda patah arah. Memang mudah diucapkan tetapi sering kali sulit kita jalankan. Oleh karena itu kita selalu pasang moto itu di mana-mana. Itu gede banget, kader-kader Demokrat juga harus lihat dan membacanya karena itu selalu mengingatkan kita, begitu kita down menghadapi ujian masalah ingat kata-kata "Never Give Up". Semua akan berlalu kalau kita berikhitiar melampaui itu semua.

Jadi saya anggap kadang kita menang, kadang kita belajar. Jadi jangan selalu kita anggap kegagalan kita sebagai sesuatu yang menjadi rekam jejak yang buruk. Justru sering sekalj saya baca biografi orang-orang hebat dan besar itu hampir pasti, semua pernah mengalami kegagalan. Kegagalan dalam hidup, karir yang memecut dirinya untuk bangkit dan berbuat lebih baik lagi dan ternyata setelah melihat fase-fase kehidupan yang tidak mudah seperti itu ya lahir menjadi pemimpin yang besar. Menjadi seorang inovator besar yang mengubah jalannya sejarah dan saya berharap kita semua, mas Angga juga bisa menjadi game changer dalam berbagai hal yang kita lakukan sesuatu yang menjadi sesuatu yang lebih baik.

Berbicara tentang jangan menyerah, sudah setahun lebih pandemi Covid-19 melanda di Indonesia. Banyak sendi kehidupan masyarakat terkena dampak. Seperti apa AHY melihat upaya pemerintah untuk kita keluar dari pandemi ini?

Sekitar dua, tiga tahun lalu kita masyarakat dunia tidak pernah membayangkan bahwa kita akan menghadapi sebuah disaster, bencana yang luar biasa telah mengubah kehidupan kita selamanya. Ada pandemi Covid-19 yang menerpa dunia. Indonesia tentu tidak luput dari itu. Oleh karena itu sejak awal saya sebenarnya bersama-sama partai Demokrat menyampaikan sejumlah rekomendasi yang baik sebenarnya untuk didengarkan untuk membuka mata masyarakat kita yang masih belum sepenuhnya memahami berapa besar dampak atau berapa bahaya covid-19 ini.

Masih ingat Februari, Maret, 2020 yang lalu kita masih simpang siur, apa sih Covid-19, ada apa enggak, hoaks atau bukan benar enggak tidak masuk ke Indonesia karena Indonesia negara tropis jadi banyak sekali yang akhirnya misleading, akhirnya kita juga tidak terlalu paham akhirnya tidak terlalu siap. Ini yang kita sayangkan ketika ada sesuatu yang harusnya serius bisa dijelaskan kepada publik mungkin masih mencari informasi. Saya tidak pandai mencari siapapun, justru kami tahu situasi semacam ini membutuhkan kebersamaan, dalam menghadapi krisis unity, kebersamaan dan persatuan itu yang paling penting, itu kunci kekuatan kita menghadapi krisis.

Tapi kita tentu berharap sekarang sudah akhir Mei 2021 artinya sudah berjalan lebih dari 1 tahun, artinya sudah berjalan panjang dan akhirnya kita semua banyak yang frustasi. Masyarakat Indonesia, saya alhamdullilah juga tetap menyempatkan diri keberbagai wilayah tanah air untuk memotret secara langsung apa yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat kita. Tentu diawali dengan memahami apa yang dirasakan kader Demokrat, karena partai Demokrat sejatinya adalah masyarakat Indonesia juga. Jadi saya bisa melakukan survei secara langsung di lapangan bahwa memang kondisi kehidupan masyarakat kita semakin sulit dalam arti berkepanjangan pandemi ini dengan sendirinya berkepanjangan pula tekanan ekonomi.

Tapi ketika Maret 2020, saya mengingatkan kepada berbagai kalangan masyarkat bahwa kita harus membedakan mana api mana asap. Pandemi Covid-19 yaitu ancaman langsung terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat adalah apinya, asapnya itu tekanan ekonomi. Resesi kehilangan pekerjaaan, kehilangan penghasilan, nah dua-duanya penting, dua-duanya harus kita selamatkan dan serius kita menangani ini. Tetapi kita jangan sampai kita fokus memadamkan atau memadamkan asapnya tetapi kita tidak fokus memadamkan apinya.

Nah ini yang harus menjadi pemahaman kita semua, negara harus hadir, pemerintah tentu kita apresiasi, telah berupaya kebijakan-kebijakan yang dihadirkan tentu tidak selalu mudah ada masalah antara singkronisasi kebijakan pusat dan daerah, lalu kita jug tahu terkait dengan kedisplinan masyarakat kita sendiri. Perlunya mengedukasi masyarakat, keterbatasan tenaga kesehatan, fasilitas publik dan lain-lain termasuk vaksin hari ini yang suplaynya juga tidak selalu cukup bisa divaksinasi kita secara cepat dan meluas, jadi banyak sekali tantangannya. Belum lagi kita bicara tantangan kesehatan tadi, ekonomi kita juga sangat terdampak, pertumbuhan kita mengalami kontraksi, year on year tahun 2020 kita alami pertumbuhan negatif, tahun ini kuartal pertama negatif, kita berharap kita bisa survive dan rebound, akan bangkit bisa kembali tumbuh ekonomi kita.

Tapi tidak semudah itu negara-negara dunia juga banyak sekali menghadapi tantangan ekonomi. Apalagi kita tahu yang dianggapnya sudah semakin baik tiba-tiba second wave, ledakan baru di India, di negara-negara Amerika latin termasuk di Asia. Nah kita jangan sampai ini sudah berlalu sudah divaksin sudah ok. Ingat tingkat efikasi dari vaksin kita ini sekitar 60-65% dan belum banyak ataupun belum semua divaksin, artinya kita tetap mawas diri dan juga disiplin. Protokol kesehatan, jaga jarak, pakai masker, sering-sering tes, ya mudah-mudahan menyelematkan kita. Nah sekarang saya hanya ingin menggerakan partai Demokrat ini untuk tidak memperkeruh permasalahan tapi juga menghadirkan solusi.

Apa yang perlu dibenahi supaya kita segera keluar dari pandemi covid-19?

Saya melihat modal penting kebersamaan dan persatuan. Jadi kita stop saling menyalahkan tetapi kita juga harus makin lapang dada mendengarkan masukan. Jadi tidak ada satupun pandemi akan berkahir kapan, bulan apa, tahun berap, kita hanya bisa melakukan predikisi-prediksi. Skenario-skenario kita exercise, terburuk, skenario terbaik, skenario yang optimistis, nah kalau elemen-elemen bangsa itu bersatu, bukan hanya pemerintah lagi-lagi ini bukan permasalahan government, pemerintahan, tetapi semua elemen termasuk masyarakat kita sendiri. Demokrat punya kewajiban moral, punya hak juga untuk lebih baiknya penanganan covid ini, termasuk penanganan ekonomi maka ada sejumlah rekomendasi yang harus kita lakukan.

Sekali lagi kita hanya ingin pemerintah bisa tetap fokus yakinkan penyebaran covid ini bisa dikontrol dikelola, sudah bayak kebijakan tetapi harus ditegakan secara paralel dan juga law enforcement yang baik. Dalam arti disiplinnya ditegakan, tapi juga negara bisa berbuat banyak untuk bisa menyakinkan misalnya pasokan vaksin itu juga tetap tersedia dengan baik kemudian kecepatan vaksinasi dilakukan dengan target-target yang lebih cepat lagi sehingga mudah-mudahan masyarakat semakin percaya diri untuk melakukan aktifitas sehari-harinya.

Survei Indikator Politik menunjukkan hanya 17,7 persen menilai kualitas demokrasi Indonesia membaik. Sedangkan 37 persen, melihat Demokrasi Indonesia tidak mengalami perubahan. Setujukan Anda dengan ini? Lantas bagaimana penilaian AHY dengan Demokrasi Indonesia hari ini?

Saya berusaha melihat dari perspektif memang dimasa pandemi, berarti masa darurat serba emergency, ada prinsip menangani darurat dan emergency tadi diperluakan kesatuan komando, komando tegak lurus dari atas ke bawah saya tidak menyangkal itu. Ketika saya dimiliter perjalanan saya dimiliter juga dikenal prinsip-prinsip kepemimpinan seperti itu.

Manajemen yang komando sifatnya, tapi kita juga saling mengingatkan. Ini negara, bukan korporasi, ini bukan negara kecil, yang bisa diatur lebih sederhana dengan prinsip top down leadership, tetapi leadership dimanapun, termasuk diorganisasi yang serijit yang hirarkinya setegak militer pun tetap ada proses button up. Dari bawah ke atas, bukan hanya direksi atau direktif atas ke bawah. Oleh karena itu kita semua berharap, demokrasi Indonesia juga tidak menjadi korban, korban yang akhirnya kita sendiri akan kesulitan untuk mengembalikan situasi yang kita banyangkan kita harapkan diera-era pasca reformasi, demokrasi yang hidup, tumbuh, berkembang, semakin matang dan semakin mensejahterakan. Nah saya khawatir, atas nama penanganan covid yang harus tegas, disiplin, dan tegak lurus tadi kemudian kita tanpa kita sadari menutup ruang-ruang dialog, membungkam suara-suara kritis dan justru ada upaya untuk melemahkan pilar-pilar demokrasi yang saya katakan pilar demokrasi di antaranya, partai politik, dan media. Termasuk juga civil society.

Kalau 3 elemen ini seolah-olah dilemahkan dan dibungkam maka tidak baik dan tidak sehat, merugikan negara, merugikan masyarakat, tidak ada yang memberikan masukan-masukan yang produktif. Kita tidak ingin mencari siapa salah, tetapi kita ingin membemberikan masukan yang baik. Saya berharap ini bisa dijaga.

Kalau kemudian cukup banyak tapi berdasarkan survei penurunan demokrasi, jadi demokrasi tentu bukan dilihat terselenggaranya Pemilu, terselenggaranya Pilkada, kalau itu yang menjadi ukuran semata maka tidak lengkap. Harus demokrasi diukur juga kualitasnya, apakah kebebasan sipil terjaga, apakah budaya politiknya baik.

Berdasarkan sejumlah survei tadi, dan berdasar economic intelligence unit (EIU), termasuk ada berbagai lembaga survei lain menunjukan adanya penurunan kualitas demokrasi. Bahkan menurut EIU, dalam 14 tahun terkahir demokrasi Indonesia mengalami posisi yang paling tidak baik, terendah. Ada berbagai indikator, terutama dengan kebebasan sipil dan budaya politik, oleh karena itu kita tentu saling mengingatkan walaupun kita serius menangani covid, memulihkan ekonomi tetapi jangan sampai kita lupa menyelamatkan demokrasi, baru-baru ini Demokrat juga menghadapi ancaman terhadap kedaulatan kami dan saya katakan ketika itu upaya pengambilan partai Demokrat yang sah bukan hanya ancaman untuk partai Demokrat tapi juga ancaman demokrasi di Indonesia. Itulah kita suarakan dan kita gaungkan dan alhamdullilah dukungan mengalir, dari berbagai elemen masyarakat, dan selamat kami lulus ujian, dan mudah-mudahan tidak terjadi di tempat-tempat lain.

Pekerjaan rumah apa yang harus dibenahi pemerintah saat ini dan selanjutnya untuk Demokrasi Indonesia?

Sederhananya bukan bermaksud menyederhanakan permasalahan dan situasi, selalu membuka dialog, selalu menghadirkan cek balance, membuka ruang dialog itu penting. Sering kali kita terkotak-kotak dengan sebuah lingkup sempit, akhirnya sering kita dengar dengan echo chamber, kita ribut dalam ruang-ruang kecil kita.

Padahal kalau kita melihat perspektif yang lebih luas lagi, spektrum yang lebih luas lagi banyak hal yang belum menjadi fokus, prioritas dan tugas kita semua mengingatkan dan menyampaikan. Itulah diperlukan ruang-ruang dialog, tidak hanya ruang-ruang dialog yang formal, kita punya lembaga eksekutif, bersama lembaga legislatif, bisa berkomunikasi tapi juga berbagai civil society, pilar-pilar demokrasi tadi harus punya ruang yang cukup luas untuk menyuarakan pendapat, bahkan kritiknya, jadi tidak boleh tipis telinga, dengarkan kritik, kalau ada yang benar, dan ada yang baik ya kita lakukan. Kalau tidak ya kita anggap itu dinamika dalam sebuah demokrasi.

Kedua terkait dengan cek and balance tadi, ini juga keniscayaan dan keharusan bagi sebuah demokrasi yang sehat. Jangan sampai suara sumbang atau dianggap berlawanan langsung dikategorikan suara oposisi, radikal, bahaya, begitu beda suara kita dianggap radikal, langsung dicap, dilabelkan, bahaya. Walaupun ada juga kelompok-kelompok yang memiliki pemikiran radikal, tapi jangan sampai akal beda dicap radikal, langsung melawan negara, dicap langsung tidak pancasilais, siapa mereka kok bisa melabelkan dengan begitu mudahnya kalangan masyarakat kita?

Mencintai itu dengan berbagai cara, gitu. Artinya ini negara kita loh, bukan negara lain, kalau kita enggak bisa berbicara dengan negara sendiri berarti kita bukan merdeka, bangsa yang merdeka, bukan sebagai warga negara yang punya liberty, yang artinya menyuarakan pemikiran kita. Padahal konstitusi menjamin asalkan caranya benar, saya juga tidak suka dengan mengekspresikan kebebasan dengan cara-cara yang anarkis dengan cara-cara yang merusak. Harus beradab, karena kita ingin memiliki bangsa yang beradab, bukan selalu bertabrak-tabrakan tetapi juga kalau tidak menghadirkan ruang itu kita tidak bisa menghadirkan cek and balance, artinya ada suatu pemikiran yang benar terus padahal ada kebutuhan cek and balance tadi. Jangan sampai kita salah arah.

Terkait Demokrasi tentu terkait UU ITE. Sebagai partai yang di luar pemerintah, kita ingin tahu sejauh mana AHY sekaligus Demokrat memandang plus minus UU ITE ini?

Ya sebenarnya saya punya prinsip, saya tidak ingin terjebak ke dalam pembahasan teknis. Tapi bagi kami digitalisasi era yang semakin membuka bahkan membongkar garis-garis batas wilayah ini tidak bisa dikembalikan ke belakang. Ini sudah menjadi sebuah perjalanan sejarah yang kalau kita tutup dan kita kembalikan ke belakang ya historis. Tapi perlu ada tetap koridornya, karena jangan sampai atas nama tadi kebebasan kemudian kita memperkosa kebebasan orang lain.

Misalnya menggunakan teknologi dan informasi, menggunakan media sosial secara tidak bertanggung jawab. Membunuh karakter seseorang, doxing, menghancurkan martabat diri dan keluarga. Kemudian mempropaganda, memproduksi fitnah di luar dari kepatutannya, sekarang kita tahu fenomena buzzer. Buzzer kemudian dihadirkan tadi, melipat gandakan kebohongan misalnya atau fitnah tadi ini bahaya karena akan menghancurkan persatuan diantara kita. Jadi kita sepakat untuk ada pengaturan yang baik dan proposional tapi juga tidak bisa mencegah masyarakat kita untuk bisa berekpresi di dunia luas atau media sosial ataupun di dunia maya.

Kemudian kita tahu penting menjamin dunia kita keamanan cyber, proteksi terhadap data-data private, ini juga jangan sampai itu bahaya sekali keluar dari hak asasi manusia, karena hak asasi manusia bukan hanya disiksa fisik tetapi tidak amannya data private tadi. Itu juga salah satu pelanggaran hak asasi manusia, disebar luaskan dan sebagainya itu kan sesuatu berbahaya, sangat-sangat harus dicegah bersama. Negara harus hadir sekali lagi, jangan sampai, enggak boleh loh ya, negara pilih kasih, tebang pilih, ada yang diprotek, ada yang enggak. Katanya hukum harus adil, Undang-Undang itu kan produk hukum artinya harus sama, berlaku untuk semua, jadi tidak boleh dispesialkan dan sengaja dieskploit, karena dianggap berbeda politik dieskploit, yang satu diamankan seaman-amannya nah ini tidak boleh. Artinya kita kembali kepada penanganan hukum, kembali kepada etika demokrasi kita.

Publik disuguhkan kegaduhan tes wawasan kebangsaan (TWK) petugas di KPK. Apa yang menjadi kegelisahan AHY dan Demokrat atas situasi ini?

Kalau saya sebenarnya gini ya, saya sampaikan dulu ya, bahwa kami keluarga besar partai Demokrat itu insyallah akan konsisten dan serius untuk membantu negara menegakan hukum secara adil. Terutama menyelamatkan negara dari kerugian-kerugian, penyelewengan oleh siapapun individu, atau kelompok, yang tentunya sekali lagi merugikan negara, rakyat.

Oleh karena itu kita harus mendukung upaya-upaya otoritas yang memang ditugaskan atau mendapatkan amanah untuk bisa menegakan hukum atas kasus-kasus korupsi kita punya polri, kita punya kejaksaan, KPK.

Oleh karena itu kita tidak boleh punya niat untuk melemahkan institusi-institusi tadi, walaupun dengan catatan tentu harapan itu juga dengan konsekuensi, kita berharap lembaga-lembaga tadi bisa menjalankan tugas luar biasa, amanah yang tidak mudah untuk bisa menegakan itu secara adil.

Jadi penegak hukum berat sekali?

Iya berat sekali. Dicatat. Dunia selamat, akhirat ditanya juga. Jadi kita selalu menaruh hormat kepada penegak hukum yang adil yang amanah. Sebaliknya rakyat punya harapan tinggi terhadap mereka yang tidak dianggap tidak amanah, agar tidak terjadi seperti itu. Nah ketika kita-kita itu berharap bisa berjalan dengan baik, kita juga tidak ingin ada kekisruhan-kekisruhan yang tidak perlu.

Misalnya kemudian ada isu tes wawasan kebangsaan, apakah relevan dengan tugas-tugas pokoknya untuk bertugas di KPK misalnya, saya rasa tidak sangat relevan, kalau hanya untuk diketahui kepribadian seseorang sebagainya ya wajar-wajar saja jangan sampai kemudian dijadikan itu penentu apakah itu dia fit atau tidak untuk menjadi petugas di KPK.

Saya dengar Presiden sudah menyampaikan bahwa itu tidak boleh menjadi parameter untuk mendiskualifikasi siapapun apalagi kemudian dimodifikasi alasannya seolah-olah karena alasan tersebut, tetapi ada alasan lain, nah ini enggak boleh.

Pada akhirnya rakyat akan mengetahui kebenaran akan terkuak. Saya selalu menyakini kebenaran cepat atau lambat akan berjalan sendiri, jadi kami warga besar Demokrat ada lembaga-lembaga penegak hukum ini rollmodel buat yang lainnya, agar masyarkat bisa menilai ada harapan terhadap negara-negaranya institusi memang yang menjalankan tugas-tugas yang tidak mudah tadi menegakan kebenaran tadi.

Berbicara masalah korupsi, masih banyak ketum parpol, menteri, terlibat korupsi. Apa evaluasi agar korupsi bisa pergi dan hilang dari Indonesia?

Ini pekerjaan kita semua, saya juga terus mengingatkan diri, maksud saya keluarga besar partai Demokrat untuk sama-sama kita menghindarkan diri kita dari praktik-praktik yang tadi merugikan negara, termasuk korupsi. Saya melihat memang godaan itu selalu ada, godaan manusiawi, orang hidup bekerja untuk mendapatkan kesejahteraan, penghidupan, kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Bisa dikatakan tidak ada batasnya, kapan cukup adalah cukup itulah sifat dasar manusia, selalu punya ambisi selalu bisa tergoda.

Nah ini saya hanya bisa mengingatkan kita manusia biasa yang sama-sama saling mengingatkan, dan lebih baik kita mawas diri daripada kita mempergunjingkan siapapun. Nah tapi begini masyarakat kita ini punya ekspektasi, demokrasi yang adalah produk dari reformasi 1998 itu kan bukan hanya sesuatu yang indah untuk diucapkan, demokrasi itu banyak implikasinya.

Salah satu untuk tetap sehat demokrasi hukum tegak di negara kita. Adil untuk semua, justice fo all. Ada yang masih terlibat apalagi seharusnya jadi rollmodel tadi bagi masyarakat tapi justru terlibat kasus-kasus korupsi. Tentu kita sayangkan, tapi kita juga tidak boleh hanya menunjuk siapa yang salah atau justru menyalahkan ini sistem yang salah tetapi sama-sama mari kita hadirkan solusi.

Ada beberap hal, menurut saya pentingnya edukasi karakter building, pendidikan itu bukan hanya intelektual tapi karakter. Karena membentuk karakter, kepribadian jauh lebih sulit, membentuk kemampuan intelektual seseorang. Jadi integritas itu penting, termasuk kejujuran yang sifat amanah, memang tidak mudah tetapi sedini mungkin diterapkan, bukan hanya pada saat mereka dewas tetapi sejak kecil. Dari keluarga maupun lembaga pendidikan dan seterusnya, termasuk pada posisi tertentu juga selalu dilakukan pembangunan karakter, karena itu tidak berhenti, itu unfinished business sampai kapanpun termasuk, kata Pak Jokowi, dulu revolusi mental sebetulnya, upaya untuk membangun karakter yang berintegritas. Pertama pendidikan tadi, kedua pencegahan, prevention, mencegah dengan cara aturan-aturan yang memang bisa diaplikasikan, jangan membuat aturan tidak bisa diaplikasikan.

Tetapi masalah korupsi itu akarnya soal birokrasi. Bagaimana kita bisa menciptakan sistem yang maksimal?

Ada yang mengatakan itu sistem turun temurun yang menjadi kultur, maka tadi saya katakan butuh pendidikan yang menyeluruh sehingga membentuk karakter yang membudaya, dan juga bersih. Tapi juga saya mengatakan birokrasi juga harus terus direform. Makannya ada birokrasi terus dibenahi, karena tidak semudah membangun organisasi baru, ini kan sudah puluhan tahun, turun temurun sejak Indonesia merdeka artinya tadi perlu ada pencegahan. Berikutnya pengawasan, diawasi, cek n balance tadi tidak boleh ada proses cek n balance yang di by pass.

Terakhir, penegakan atau penindakan, baru setelah itu, kalau ada penindakan, bagaiamana rehabilitasnya. Jadi dengan adanya siklus besar ini kita berharap, kita dukung, kita awasi, dan ada langkah-langkah represif, kalau ada yang baik kita apresiasiasi kasih reward, kalau ada yang berbuat salah mendapatkan hukuman.

Kuncinya adalah menciptakan good governance?

Good governance open accountable governace. Jadi saya melihat, upaya sudah dilakukan pemerintah daerah, tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Dewan-dewan banyak sekali pimpinan negara dan juga berada di daerah, dan ini juga terus dilakukan pembenahan dan upaya-upaya pencehan tadi.

Nah kalau good governance menjadi napas para birokrat kita, para ASN, semua yang mendapatkan gaji dari negara maka harus punya kebersihan, nah ini butuh leadership, butuh kepemimpinan, butuh manajemen, dan juga pada akhirnya kalau itu menjadi keberhasilan maka itu akan terasa bisa terbaca negara-negara, kota-kota yang pemerintahan bersih, terbuka dan akuntabel, itu rata-rata jauh lebih makmur rakyatnya. Lebih maju, lebih modern, lebih beradab, jadi insentifnya ketika kita bisa membersihkan pemerintahan kita.

Sudah satu tahun lebih jadi Ketum Partai Demokrat, terkahir survei elektabilitas Demokrat naik. Apakah ini menegaskan bahwa mesin partai sudah dipanaskan?

Seperti kendaraan mesin itu tidak boleh dingin. Selalu harus dipanaskan jadi ketika saya mendapatkan mandat dan amanah dari seluruh kader Demokrat dalam kongres kelima, tanggal 15 Maret 2020 yang lalu, di Jakarta untuk menjadi ketum Periode 2020-2025, sejak saat itu saya memiliki etikat dan juga visi untuk bisa mengembalikan Demokrat pada posisi yang lebih terhormat. Sederhana, satu kalimat saja itu, tapi kalau dijabarkan luar biasa pekerjaannya. Apalagi, pada saat kongres itu kita awal-awal dinyatakan pandemi covid, jadi banyangan saya ketika itu untuk bisa melakukan konsolidasi keliling daerah, saya kan kegiatan lapangan, griliya dan bertemu kader buyar semua karena berlaku pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau lockdown di sana-sini, dan saya harus menjadi contoh tidak boleh seenaknya ke sana, ke sini terbang ke sana-kesini seolah-olah tidak perduli dengan situasi covid ketika itu.

Tetapi saya tidak berhenti berfikir apa yang kita lakukan real nyata untuk masyarakat kita, karena bukan lagi urusan politik, tapi urusan keselamatan kita, jadi Alhamdullilah bisa menggunakan momentum kongres itu untuk menjelaskan kepada kader partai Demokrat untuk mari sama-sama kita bantu masyarakat, akhrinya kita keluarkan insturksi dan juga inisiatif gerakan nasional partai Demokrat lawan corona. Ketika itu sangat sulit bisa menghadirkan, bantuan kepada masyarakat, dan tenaga kesehatan, baik APD, masker dll. Harganya mahal sekali, jadi sulit tetapi saya bangga karena kader tergerak dan sama-sama swadaya memberikan bantuan. Termasuk sembako dan bantuan lainnya untuk masyarakat yang membutuhkan.

Jadi justru melalui kegiatan kemanusiaan dari awal kami juga menjalankan mesin partai, saya sudah melakukan exercise kepemimpinan dan juga manajemen organisasi dimasa krisis, karena sulit bertatap muka langsung, serba virtual, semua serba online, tetapi tidak menghentikan niat kami untuk turun ke masyarakat, nah itu suatu yang baik untuk masyarakat. Bukan hanya di masa pandemi, tetapi juga politisi semakin sering turun kepada masyarakat maka semakin baik. Karena artinya merasakan betul apa yang dirasakan masyarakat.

Tugas politisi mendengarkan, menyuarakan, sukur-sukur bisa membantu langsung tapi kalau tidak ada forum menyuarakan itu, misalnya parlemen, pemerintahan daerah, jadi kita itu semangat yang kita bangun, bersama-sama di tahun 2020. Berganti tahun 2021 Januari awal kita sama-sama melakukan langkah-langkah konsolidasi kick off, awal 2021 untuk semakin menggerakan mesin partai dan membantu masyarakat, lain-lain sebagainya.

Eh tiba-tiba ada sebuah prahara yang menurut saya juga menghadirkan pelajaran dan hikmahnya. Bagi saya itu ujian yang insyallah naik kelas. Jadi ada ancaman serius nyata ada upaya pengambil alihan partai Demokrat secara ilegal dan inkontitusional dan kami tentu tidak hanya marah dengam menunjukan perlawanann karena kami ingin mempertahankan hak dan kedaulatan kami termasuk eksistensi partai Demokrat sekaligus menyelematkan demokrasi, nah akhirnya 2,3, bulan itu bisa dikatakan Januari, Februari, Maret itu benar-benar kami itu pagi, siang malam melakukan konsolidasi internal partai. Jadi kami bersyukurnya, lagi-lagi ini hikmah justru karena kita semacam memiliki musuh bersama dari luar, karena pelakunya adalah faktor eksternal yang juga dalam lingkaran kekuasan, kita seolah-olah menghadapi musuh bersama dari luar, padahal itu paling sulit dalam politik, punya musuh bersama, punya dalam arti sesuatu menggerakan untuk solid bersama-sama mempertahankan rumah kita.

Akhirnya kita melakukan pemanasan, ya belum bisa dikatakan, woh Demokrat panas sekali, mesinnya, bergerak, karena kalau tidak panas, ya bisa kehilangan kendaraan kita, kalau ada ancaman. Bahwa ini sebuah proses yang tidak kita sangka-sangka akhirnya orang menilai wah Demokrat justru punya sesuatu yang dianggapnya mengkonsolidasikan kekuatan, akhirnya mendapatkan keuntungan-keuntungan secara politik, elektoral, tetapi bukan itu, sekarang kita tidak punya maksud seperti itu, tapi kita ingin menyelematkan dulu karena jangan sampai kepentingan elektoral, belum tentu yang ada kita ditendang dari rumah sendiri, kemudian itu semua tidak akan terjadi, justru kami bersyukur ini kabar baik untuk kami dan demokrasi Indonesia dan akhirnya setelah ini kembali fokus kerja-kerja untuk rakyat.

Bagaimana seorang AHY memandang pentingnya loyalitas di tubuh Partai Demokrat?

Loyalitas itu tidak bisa dikuantifikasi, jadi memang takarannya itu benar-benar sulit ditakar secara matematis, enggak bisa menilai dia kesetiannya 10 yang ini 8, ini 7, tidak setiap kali kasat mata, tidak setiap kali, kesetiaan itu pakai hati, bukan pikiran dan juga bukan hanya diucapkan jadi kita tidak mengukur hati seseorang.

Ujian kemarin itu menunjukan bahwa alhamdullilah sekali, secara umum ditingkat pusat diakar rumput itu memiliki kesetiaan dan loyalitas terhadap partai dan pemimpinnny saya bersyukur itu dan saya anggap sangat penting.

Jadi kalau saya boleh cerita sedikit mengapa kita bisa selamat dan dianggap memenangkan proses secara sah, baik secara politik maupun hukum, karena tiga faktor yang pertama cepat, kecepatan itu penting ada yang menghadapi situasi serupa yang tidak cepat bergerak, melakuakan deteksi dini, tidak cepat mengambil keputusan lewat juga, kedua keberanian, kita berani menyampaikannya kepada publik, kita bongkar kepada rakyat dan akhirnya semenjak saat itu juga paham apa yang terjadi, dan segera memberikan simpatinya, dukungannya kepada kita karena kita tahu sesuatu yang kelewatan, ketiga soliditas tadi, kalau soliditas tidak lepas dari kata-kata loyalitas, dua kata satu paket satu tarikan napas. Enggak mungkin solid kalau enggak loyal, enggak penting loyal kalau enggak solid artinya ini harusnya jadinya jadi satu kesatuan, barengan harus menyakinkan organisasi kita solid, kader-kadernya loyal dan militan.

Jadi kuncinya loyalitas dan soliditas tadi?

Ada mengatakan loyal itu tegak lurus, saya juga mencegah adanya pengkultusan individu, jangan mengkultuskan siapapun. Termasuk pemimpinnya, karena sesuatu dikultuskan itu bisa mengandung resiko tersendiri, tapi setia dan loyal itu jangan menjadi figur saja, tetapi tujuan besarnya.

Tujuan besar organisasi, kalau si pemimpin organisasi itu tujuannya masih benar cara-cara yang dijalankan masih benar, maka dijalankan untuk setia. Kecuali sebaliknya sudah tidak menjukan keinginannya, visi yang benar, cara-carapun ngaco, banyak mudaratnya boleh kita tidak terlalu loyal, artinya yang begini-begini kan kita pertanyakan, pokoknya tegak lurus, masuk jurang-masuk jurang, jadi loyalitas bukan hanya dengan emosi tapi dengan rasio, dengan rasional yang tepat. Kenapa saya loyal dengan dia, karena dia akan membawa misalnya organisasi ini kearah tujuan yang benar, maka saya setia dengan perjuangannya, disitu. Karena orang kapan saja bisa datang dan pergi, bisa berubah, sekarang bisa sehat dan enggak sehat dan harus setia kepada arah perjuangannya. Visinya sama, misinya sama atau enggak.

Bagaimana cara AHY mengembalikan masa keemasan Demokrat?

Tahun 2021, Demokrat Insha Allah masuk usia 20 tahun. Dua dekade Demokrat berdiri dari tahun 2001, dan dalam 20 tahun ini mengalami pasang surut up and down. Saya sedikit mengulas bahwa partai Demokrat tentu perlu banyak bersyukur juga karena berdiri 2001, 2004 dalam pemilihan umum pertama secara langsung rakyat Indonesia memilih kader terbaik partai Demokrat yaitu Pak SBY menjadi presiden republik Indonesia ke-6 dan kembali terpilih secara Demokratis tahun 2009.

Artinya Demokrat menjadi partai pengusa itu 10 tahun ini tentunya banyak hal yang kita dapatkan termasuk keuntungan besarnya secara elektoral, karena kita punya presiden yang sangat kuat elektabilitasnya pada 2008-2009, sehingga pada saat pemilihan kedua, 2009 karena pak SBY sangat kuat tadi ketokohannya maka partai Demokrat sangat terbantu meroket yang awalnya 7,5 persen tahun 2004, 2009, 21 persen, luar biasa. Kita punya 148 anggota DPR, mungkin belum kejadian lagi sekarang, nah tapi Tuhan juga adil, artinya dengan segala kemuliaan, masalah yang harus dihadapi bersama, krisis kepemimpinan saya tidak bahas terlalu panjang. 2011, 2013 akhirnya terjadi penurunan kepercayaan publik, dan akhirnya memang pada 2014 kita tidak memiliki kandidat sebagai capres dan cawapres akhirnga dari 21 persen jadi 10 persen, separuhnya. Kemudian berjalan 2019 juga banyak sekali situasinya, pembelahan politik, akhirnya kami sebagai partai tengah partai yang moderat dan sering dikatakan nasionalis religius ini juga mendapatkan dampak yang tidak baik, akhirnya berkurang lagi suara kami di 7,7 persen.

Ada harapan besar dari kita semua agar Demokrat kembali pada posisi yang lebih terhormat lagi, itulah akhirnya dalam kongres kelima kita bertekad sama-sama berjuang dan berikhtiar mewujudkan, Januari, Februari, Maret ada ujian, dan dijadikan hikmah.

Pemimpin harus dapat challenge?

Harus. Justru bersyukur dan Allah itu maha adil, ujian dan cobaan menghadapinya. Jadi dengan mendapatkan ujian itu justru memperkuat kita, mentalitas kita makin kuat, ada yang mengatakan otot politik kita makin kuat, jadi saya pernah mengalami ujian dan terpaaan yang luar biasa, ketika di TNI di Politik kemarin itu syukuri dengan segara dinamikanya.

Beberapa bulan terakhir AHY melakukan safari politik ke beberapa ketum Partai. Apakah ini penjajakan untuk 2024?

Pemilu Serentak 2024 itu banyak mengatakan lembaran baru untuk semuanya. Walaupun tidak ada sebenarnya benar-benar ada lembar baru, karena ini sebuah keberlanjutan dan saling kait mengait antar generasi. Tetapi memang benar, banyak yang berharap 2024 itu terbuka peluang-peluang baru untuk siapapun, untuk partai-partai politik, untuk tokoh-tokoh politik hari ini.

Sosok Ketum selalu masuk survei capres. Bahkan Golkar dan Gerindra menyatakan sikap sementara tetap mengusung Ketum mereka di Pilpres 2024. Apakah Demokrat juga akan mengusung kadernya sendiri?

Tentu tidak dipungkiri bahwa salah satu pilihan bagi kepemimpinan nasional di negara manapun tentunya yang bersumber dari pemimpin partai politik, wajar saja karena itulah ikhtiar yang dilakukan partai politik tapi saya melihat begini 2024 itu saya melihat masih agak panjang, saya berharap kita tetap fokus pada penanganan covid ini, karena kalau semua fokus dan berpikir 2024 saya khawatir enggak ada yang menangani covid, ekonomi dan demokrasi kita juga berantakan tapi ya juga tidak bisa dicegah, dan melarang masyarakat berimajinasi, kalau ke warung-warung kopi kadang-kadang nguping, tapi mereka enggak sadar, banyak yang membicarakan tentang bagaimana 2024. Wah seru sendiri, pasti akan seru sendiri, tapi inilah dinamika demokrasi yang memang harus terjadi.

Saya rasa masih cukup waktu bagi partai-partai politik termasuk Demokrat juga bagi politisi yang punya keinginan maju 2024 untuk sama-sama saling mengenal satu sama lain karena berbicara misalnya pilpres, kalau dipartai politik ini ingin menyakinkan bahwa partai Demokrat ini bisa mengikuti rangkaian pemilu 2024 dengan baik, mudah-mudahan sukses, suksesnya pun sukses besar, artinya dari sekarang kita sudah menata kira-kira apa yang kita butuhkan untuk menjadi partai yang sukses, misalnya elektabilitas misalnya kita tahu elektabilitas itu disokong atau dikontribusi oleh beberap faktor, misalnya faktor itu sendiri, partai Demokrat, punya bendera, harus makin kuat, termasuk ketua umumnya, termasuk AHY, tapi juga ada ketokohan lokal para anggota legislatif atau para calon angota legistlatif.

Para kepala daerah dari partai Demokrat itu merupakan tokoh-tokoh lokal itu juga punya tanggung jawab menaikan elektabilitas, kemudiam pilpres, sangat complicated, itu tidak mungkin kita berbicara diri sendiri, karena pasti harus mencari kebersamaan koalisi, mungkin hanya 1 partai di Indonesia mencalonkan internal saja, tetapi yang lainnya harus berkoalisi dengan partai lainnya.

Jadi kita masih mencari masih melihat kira-kira mana yang cocok, kan cocok itu bukan hanya visi misi tapi juga chemistry, komunikasinya, akhirnya kita melakukan silaturahmi, dan saya lihat parpol lain juga melakukan itu dan itu sangat baik dan sangat wajar, beriring dengan berjalannya waktu makin juga mana yang makin cocok dengan Demokrat dan partai lainnya.

Jika diberi mandat oleh partai, apakah AHY siap untuk maju di 2024?

Pertanyaan nakal ini, jadi saya melihatnya saya itu terbiasa untuk terus menjalankan amanah apapun yang saya dapatkan. Apalagi kalau amanah itu berasal dari para pemegang hak suara yang sah di Partai Demokrat.

Contoh ketika didaulat dalam sebuah aklamasi untuk jadi ketua umum saya ingin fokus, mangkannya yang saya lakukan setiap hari itu ingin benar-benar mengkosolidasikan partai dan juga meningkatkan peluang-peluang dimasa depan. Termasuk juga elektabilitas partai ini, tapi kalau ada harapan-harapan lainnya tentu kita harus siapkan bersama-sama.

Saya terbiasa untuk membiasakan diri untuk apapun, tentara gitu mas. Tentara itu tiap hari latihan, ditanya kapan perangnya, enggak tau. Tetapi jangan sampai begitu ada perang kita enggak siap. Nah begitu, sama saya juga membawa nilai itu, hanya tuhan yang tau momentum sejarah dan hanya tuhan yang punya kuasa tetapi jangan sampai pada saatnya memontum itu datang dibukakan peluang oleh Maha Kuasa, terus kita mengatakan saya belum siap. Karena itu tidak akan datang lagi, kesempatan biasanya tidak datang dua kali. Jadi merugi kita ketika tidak mempersiapkan diri dengan baik.

Saya pikir semua profesi seperti itu ya. Cuma kadang kala tidak menyadarinya bahwa kita harus mempersiapkan ini day by day setiap hari.

Sama seperti kesempatan ketika ditunjuk memimpin Kogasma di Demokrat?

Ya, merdeka.com masih ingat, apa sih Kogasma? Banyak yang nyinyir. Saya mengatakan bukan saya yang minta peran seperti itu tapi dibutuhkan sebuah unit waktu itu yang bisa keliling daerah dengan gesit dengan sangat dinamis untuk membantu kampanye partai Demokrat termasuk caleg-caleg berjuang. Justru kami ini tidak memikirkan yang lain-lain justru kami fokus untuk membantu, akhirnya baru tau oh begitu merasakan terbantu. Artinya kalau saya prinsipnya, begitu mendapatkan amanah jalankan sebaik-baiknya mungkin ada yang belum memahami manfaatnya, tetapi kita jalankan serius dengan hati insyallah lambat laun akan dimengerti dan diapresiasi oleh siapapun.

(mdk/ang)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Memaknai Hari Kemerdekaan dengan Merangkul Perbedaan
Memaknai Hari Kemerdekaan dengan Merangkul Perbedaan

Kemerdekaan yang dirayakan bangsa Indonesia adalah untuk mengingat lepasnya Indonesia dari penjajahan negara asing.

Baca Selengkapnya