Alexander Pulalo, pemain Primavera yang kini jadi sopir

Merdeka.com - Karirnya di dunia sepak bola nasional telah berakhir. Nama besarnya mulai dilupakan seiring munculnya wajah-wajah baru pesepak bola Indonesia. Dialah Alexander Pulalo, pria kelahiran Jayapura, Papua 8 Mei 1973 ini merupakan salah satu pemain Tim Nasional jebolan PSSI Primavera. Namun kini nasibnya tak sewangi namanya dulu, Alexander Pulalo kini memilih jalan hidup menjadi seorang sopir.
"Pernah juga masuk tim Primavera bersama Bima Sakti dan Kurniawan. Waktu itu kami sama-sama diberangkatkan ke Italia untuk berlatih di sana, " ujar Alexander Pulalo membuka perbincangan denganmerdeka.com, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu pekan kemarin.
Nama Alex, begitu Alexander Pulalo dikenal memang tak asing di telinga. Dulu sewaktu masih aktif, dia pernah membela klub-klub sepak bola tanah air seperti Persija Jakarta, Pelita Jaya, Persib Bandung, Arema Malang dan terakhir Mitra Kukar. 25 tahun kakinya menendang bola buat klub papan atas hingga menjuarai beberapa turnamen dan liga.
Jalan panjang karir Alex yang dikenal sebagai pemain bek kiri ini dimulai saat usianya 12 tahun. Alex yang kala itu merupakan pemain sebuah klub sepak bola kecil di Papua, mencoba mencari peruntungan dengan mengikuti turnamen Komite Nasional Pemuda Indonesia tingkat Kabupaten. Klub yang ia bela masuk babak penyisihan tingkat Provinsi untuk bertanding ke Jakarta. Nama Alex semakin terlihat ketika klubnya menjadi juara dua di turnamen KNPI.
Potensi bakat yang dimiliki Alex mulai tercium oleh Edi Santoso, seorang pencari bakat dan bibit sepak bola nasional. Alex kemudian direkrut untuk dibina di Sekolah Sepak Bola PSSI di Kawasan Ragunan, Jakarta Selatan tahun 1993. "Saya enggak ikut pulang ke Papua. Saya dilatih di Ragunan untuk mengikuti seleksi timnas U16," kenang pria yang mengidolakan Paolo Maldini menuturkan perjalanan karirnya.
Setelah lulus seleksi, Alex kemudian membela Timnas Indonesia untuk bertanding di semua turnamen. Beberapa tahun Alex dipercaya sebagai tim inti di U16, selanjutnya ia terpilih membela Timnas U19 untuk berlaga di Pra Piala Dunia dan juga Piala Asia. Memakai kostum merah putih di lapangan hijau adalah mimpi Alex sejak kecil. Cita-citanya pun tak muluk-muluk, mengharumkan nama bangsa Indonesia sampai puncak juara. Namun sayang cita-cita itu urung tercapai. Selama berkarir di Timnas, Alex tak sempat mengangkat tropi kejuaraan. "Dulu kita pingin pakai garuda di dada, ada bendera merah putih di kostum itu paling senang, bangga sekali, " ujarnya.
Jalan panjang karir Alex Pulalo tidak hanya sampai di situ, setelah dia bergabung dengan Tim Nasional, dia kemudian bergabung dengan Klub Semen Padang. Perlahan namun pasti, kerja kerasnya membela Semen padang mulai menuai hasil. Sejumlah Klub besar berebut untuk mendapatkan Alex yang dikenal sebagai pemain kidal. Dari Klub Semen Padang, Alex menaruh hati pada Pelita Jaya sebagai klub kedua yang ia bela. Setelah itu dia pindah ke PSM Makassar, Persija Jakarta, Persib Bandung, dan Arema Malang. Terakhir klub yang di bela Alex ialah Mitra Kutai Kertanegara. Klub yang bermarkas di Tenggarong, Kalimantan Timur itu dia bawa hingga promosi ke ISL. Dalam sejarah soal bayaran, Alex mengaku jika saat dia gabung dengan Arema Malang, saban bulan dia menerima Rp 40 juta.
Sayang selama berkarir 25 tahun di dunia Sepak Bola, ternyata tak menjamin jika hidup Alex akan indah menuju hari tua. Kini jalan hidupnya benar-benar melenceng dari profesi yang pernah dia geluti dulu. Bekas Kapten lapangan Arema Malang itu saat ini menjadi sopir di salah satu perusahaan televisi swasta ternama di Jakarta. Penghasilannya pun tidak seperti dulu lagi. Jika dulu uang puluhan hingga ratusan juta dia peroleh dari keringatnya menendang bola, kini ayah tiga orang putri itu hanya mengandalkan gaji saban bulan untuk membiayai keluarga kecilnya.
"Mau gimana lagi, saya pikir daripada saya menganggur. Apalagi pemerintah kan tidak ada memerhatikan atlet- atlet yang sudah berjasa membawa bangsa dan negara, " tutur Alex.
Memutuskan untuk keluar dari dunia yang ia geluti memang bukan tanpa alasan. Karut marut dunia sepak bola tanah air yang berujung lahirnya dualisme kompetisi membuat dia ragu meneruskan kariernya di dunia yang telah membesarkan namanya dulu. Banyak klub menurut Alex yang tak mampu membayar gaji pemain turut mempengaruhi keputusan nya menjadi seorang sopir.
"Saat ini saya masih nyaman sebagai driver. Enjoy saja, " ujar Alex singkat. (mdk/arb)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya