Asah tuah, jangan sampai pemerintah 'inflasi' kebijakan ekonomi
Merdeka.com - Kemarin, Satuan Tugas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi mengeluarkan hasil suvei persepsi terhadap 300 pengusaha. Diketahui, tingkat pengetahuan dunia usaha terhadap 13 paket kebijakan ekonomi yang sudah diluncurkan pemerintah rata-rata hanya mencapai 57, 6 persen.
Paket deregulasi IV terkait pengupahan menjadi kebijakan yang terbanyak diketahui pengusaha, sebanyak 91,3 persen. Adapun yang terendah diketahui adalah paket kebijakan pertama terkait pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kilang minyak dalam negeri (39,7 persen).
Secara keseluruhan, hasil survei ini cukup disayangkan. Mengingat, pemerintah sudah lebih dari setahun meluncurkan paket kebijakan ekonomi.
-
Siapa saja yang termasuk Bank Pemerintah di Indonesia? Daftar bank BUMN di Indonesia antara lain adalah BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Mengapa realisasi perlinsos Kemensos tahun 2023 rendah? 'Ini yang menjelaskan pada saat kami menjelaskan kenaikan 2 bulan pada bansos Kemensos mencapai cukup tinggi adalah akibat baseline 2023 dari bansos Kemensos pada bulan Januari—Februari yang memang waktu itu rendah akibat masih adanya penataan kembali kerja sama antara Kemensos dan perbankan,' ujarnya seperti dilansir dari Antara.
-
Kapan pertumbuhan ekonomi RI di atas 5 persen? “Bahkan hal ini sudah berlangsung selama 7 kuartal atau hampir 2 tahun berturut-turut.
-
Bagaimana capaian realisasi investasi tahun 2023? Capaian tersebut, kata Bahlil, juga mencapai 129 persen dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar Rp 1.099 triliun.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
Itu dimulai dengan peluncuran paket kebijakan ekonomi pertama pada September 2015. Kemudian disusul 12 paket kebijakan ekonomi selanjutnya hingga Agustus lalu. Dan, kemungkinan besar masih bakal ada banyak lagi paket kebijakan ekonomi diterbitkan pemerintah di masa mendatang.
Pemerintah meyakini berbagai terobosan yang sudah dan akan dimunculkan tersebut bertujuan menjaga ekonomi Indonesia tumbuh berkelanjutan dengan bertumpu pada kekuatan domestik. Tujuan yang diakui tak mudah dicapai di tengah tren pertumbuhan ekonomi global masih melemah.
"Kita sendiri mendengarkan apa yang disampaikan Bank Dunia. Situasi global melemah selama beberapa tahun terakhir, tapi banyak negara Asia Pasifik cukup resilience, termasuk Indonesia," kata Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo saat seminar terkait Prospek Perekonomian Indonesia ke Depan: Dampak Paket Kebijakan Ekonomi, Jakarta, Kamis (6/10).
Kunci pertahanan negara-negara Asia Pasifik tersebut ada pada penguatan perekonomian domestiknya. Berupa pembuatan kebijakan fiskal ekspansif namun tetap menjaga asas kehati-hatian dan pelonggaran moneter yang tak abai pada pengendalian inflasi dan stabilitas nilai tukar.
"Paling penting buat indonesia mendorong sektor domestik itu adalah memerbaiki sektor ril," katanya.
"Nah, inilah sebetulnya yang dihadapi Indonesia. Selama ini kita dianggap cukup baik menjaga ekonomi makro tapi kalau bicara sektor ril maka itu yang kita lihat kelemahan utama."
Kelemahan itu coba ditambal pemerintah dengan menggunakan paket kebijakan ekonomi. Sayangnya, dari 13 paket kebijakan sudah diterbitkan sejak setahun lalu, tak semua bisa langsung memberikan efek positif pada perekonomian.
"Paket kebijakan ekonomi meng-cover atau menjaga daya beli masyarakat, membentuk iklim investasi dan dunia usaha yang kondusif dan meningkatkan daya saing. Pada akhirnya bertujuan memerkuat struktur ekonomi nasional," kata Lukita.
"Namun, ada kebijakan yang dampaknya relatif instan bisa dirasakan. Tetapi ada juga paket kebijakan yang tak serta merta langsung dirasakan. Ada paket yang sebenarnya bisa langsung dirasakan tapi implementasi masih diperdebatkan, seperti penurunan harga gas."
Kalangan pengusaha mengakui maksud baik pemerintah meluncurkan paket kebijakan ekonomi. Celakanya, untuk merealisasikan niat baik itu, pemerintah masih terbentur persoalan klasik: pembuktian di lapangan.
Benny Soetrisno, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin Indonesia, memberikan ilustrasi sederhana. Pada oktober 2015, Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan pemberian diskon listrik kepada pelanggan industri golongan 3 dan 4 sebesar 30 persen. Ini berlaku untuk pemakaian listrik mulai pukul 23.00 hingga 08.00.
Setahun berlalu, Benny merasakan kebijakan itu belum dilaksanakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
"Saya menilainya terjadi pembangkangan dari Badan Usaha Milik Negara yang notabene milik pemerintah dan juga pemerintah daerah lewat peraturannya yang bertentangan," katanya dalam kesempatan sama.
"Demikian juga dengan harga gas, sampai presiden harus berungkali mengulang lagi soal penurunan harga gas."
Berdasarkan itu, Benny menyarankan pemerintah agar menghentikan sementara penerbitan paket kebijakan ekonomi. Kemudian fokus membuktikan keampuhan serangkaian terobosan yang sudah dibuat.
"Paket ini sudah cukup banyak, ada 13, kalau efektifitasnya kurang nanti ada inflasi paket," selorohnya.
"Awalnya, pelaku usaha percaya sekali paket kebijakan jadi shortcut untuk membantu kita, tapi belum juga terasa." (mdk/yud)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.
Baca SelengkapnyaEkonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,94 persen (yoy) di Kuartal III-2023.
Baca SelengkapnyaKetua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir tidak beranjak dari angka 5 persenan.
Baca SelengkapnyaDi tengah ketidakpastian ini, kebijakan di Indonesia harus lebih cepat.
Baca SelengkapnyaMenghitung utang tidak sama dengan membagi secara rata jumlah utang pemerintah Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini yang mencapai 270 juta jiwa.
Baca SelengkapnyaKebijakan PPN 12 persen mengancam masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi terus memantau realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah.
Baca SelengkapnyaPT Mandiri Sekuritas memperkirakan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tetap stabil di sekitar 5,1 persen pada tahun 2025.
Baca SelengkapnyaPemerintah menargetkan inflasi Indonesia bisa turun di bawah 3 persen.
Baca SelengkapnyaDia menjelaskan dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen dalam jangka menengah berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil buruh.
Baca SelengkapnyaMacetnya pertumbuhan ekonomi karena selalu bergantung pada konsumsi domestik.
Baca Selengkapnya