Bangun koalisi, kalahkan Jokowi
Merdeka.com - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak Prabowo Subianto ke ruang kerjanya. Berbicara empat mata. Membahas kemungkinan berkoalisi untuk melawan Joko Widodo (Jokowi). Selang beberapa saat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diminta ikut berdiskusi. Di sana pembahasan lebih mendalam. Hanya mereka bertiga ditemani teh hangat.
Selama 1,5 jam mereka berbincang. Di luar ruangan, para elit Partai Demokrat dan Gerindra berkumpul. Tak tahu isi perbincangan di dalam. Mereka asyik berbincang. Tertawa. Karena sebagian dari mereka sudah kenal lama. Pertemuan dilakukan di kediaman SBY kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. Sebuah rumah mewah hadiah dari negara.
SBY, Prabowo dan AHY keluar. Wajah mereka ceria. Para elit kedua partai berkumpul. Mendengarkan hasil diskusi ketua umum mereka. Dari situ diketahui koalisi Demokrat dan Gerindra selangkah lagi. Masih perlu pendekatan. Mereka keluar bersama-sama. Menemui para pewarta.
-
Kenapa Prabowo-Gibran dianggap punya elektabilitas tinggi? Menurut Pradana, salah satu hal yang disorot oleh The Economist adalah terkait elektabilitas Prabowo-Gibran karena komitmen keberlanjutan terhadap berbagai program Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus digaungkan keduanya.
-
Kenapa elektabilitas Prabowo naik? Menurut Saifullah Yusuf, elektabilitas Prabowo terus naik karena cawapres Muhaimin dan PKB tidak efektif mendulang suara.
-
Apa yang membuat Prabowo unggul? Survei yang selesai mereka lakukan pada 6 Februari atau delapan hari jelang pemungutan suara itu menemukan bahwa elektabilitas Prabowo-Gibran sebesar 53,5 persen. Pasangan tersebut unggul telak dibanding dua kompetitornya, Anies-Muhaimin yang elektabilitasnya 21,7 persen dan Ganjar-Mahfud dengan tingkat keterpilihan 19,2 persen.
-
Mengapa Prabowo-Gibran unggul? Peneliti Litbang Kompas, Bambang Setiawan menjelaskan, meroketnya elektabilitas Prabowo-Gibran lantaran pergerakan akar rumput pasangan nomor urut 2 itu sangat masif.
SBY menyampaikan lima poin hasil diskusi. Dari kondisi ekonomi, hukum, politik sikap anti kapitalisme dan terkait ideologi. Pendapat itu disampaikan di hadapan para pewarta dan elit kedua partai. Untuk menuju koalisi, dua partai ini membentuk tim kecil.
Dari pertemuan itu, kami mendapat informasi bahwa SBY menawarkan AHY untuk menjadi cawapres Prabowo. SBY menampik. Dalam pertemuan itu, kata dia, dua partai masih fokus membangun koalisi. Semua putusan ada di tangan calon presiden nantinya. Pihaknya juga menghormati Gerindra telah menetapkan Prabowo sebagai capres.
Prabowo terlihat lebih santai. Berterima kasih kepada SBY. Di sana dia juga menegaskan senang dengan sosok AHY. Apalagi dirinya butuh pasangan berasal dari anak muda untuk di Pilpres 2019. Semua keinginan Prabowo dirasa ada pada sosok putra sulung SBY tersebut. "AHY, why not?" kata Prabowo, Rabu pekan lalu.
Esok harinya, Demokrat mengundang Partai Amanat Nasional (PAN). Sama seperti undangan Gerindra. Mereka tengah penjajakan koalisi. Pertemuan digelar di tempat sama. Bedanya, tidak ada pertemuan khusus. Hadir Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bersama para elit partainya. Datang serombongan. SBY menyambut langsung.
Pertemuan berlangsung 1 jam lebih. Pembahasan inti adalah koalisi. SBY mengaku tidak membahas soal capres dan cawapres. Fokus membangun koalisi. Menjadi rekan koalisi dengan PAN bukan hal baru. Sepuluh tahun menjadi presiden, SBY mengaku sudah mengerti rasanya bekerja sama dengan PAN. Apalagi Zulkifli dulu pernah diberi kesempatan menjabat menteri kehutanan.
Informasi kami dapat, PAN dan Demokrat sempat menyinggung nama capres dan cawapree. SBY menawarkan Prabowo-AHY. Sedangkan PAN menginginkan calon alternatif untuk capres. Mereka mengusulkan nama Gubernur Anies Baswedan.
Kami mengonfirmasi langsung kepada Zulkifli ketika menghadiri acara Ijtima Ulama pada Jumat malam lalu. Dia berkilah. Menegaskan belum memutuskan nama capres. "Tidak ada. Itu keputusannya nanti," tegas Zulkifli kepada kami.
Lalu bagaimana nasib Partai Keadilan Sejahtera PKS? Dari awal Partai Gerindra dan PKS selayaknya dua sejoli. Berjanji dalam satu koalisi. Mereka bertekad mengganti Presiden Jokowi. Sembilan nama telah disetor ke meja Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Demi bersanding dan maju bersama.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera tak malu mengakui bila PKS terus mendesak Prabowo. Memilih satu dari sembilan nama hasil keputusan Dewan Syuro PKS. Sebagai kubu penantang petahana, dia mengakui harus ambil start lebih awal. Cara itu dirasa perlu dilakukan. Terutama untuk merebut hati rakyat.
PKS, kata Mardani, sebenarnya meminta deklarasi pasangan capres-cawapres dilakukan sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 27 Juni lalu. Mereka punya alasan sendiri. Deklarasi itu diharapkan berdampak pada elektabilitas para calon kepala daerah mereka usung. Andai saja itu terjadi, Mardani yakin banyak daerah meraup kemenangan. Apalagi terbantu dengan maraknya tagar #2019GantiPresiden.
Penundaan deklarasi penantang Jokowi mengubah peta politik PKS. Tujuannya kini menggemukkan koalisi. Berduet dengan Gerindra sudah cukup untuk mendaftarkan capres dan cawapres ke KPU. Tapi tak ada salahnya memperbanyak mitra koalisi. Termasuk dengan PAN dan Demokrat.
PKS sempat gusar. Romantika Gerindra-PKS terusik. Hadirnya Demokrat jadi alasan berat. Mereka tahu, bahwa SBY menyodorkan nama AHY buat Prabowo. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menepis pihaknya menyodorkan AHY sebagai syarat koalisi. Dia menegaskan bahwa Demokrat sedang fokus menentukan arah kebijakan partai.
Syarif menegaskan partainya tak lagi menjadi penyeimbang. Cukup lima tahun berada di tengah-tengah. Mereka sudah putuskan tahun 2019 sebagai tahun terakhir menjalani kebijakan tersebut."Tahun ini kita akan memilih. Kita akan dukung salah satunya," ungkap Syarief kepada merdeka.com.
AHY dalam pertemuan SBY dan Prabowo ©2018 Istimewa
Prabowo capres harga mati
Partai Gerindra menegaskan tidak ada skenario King Maker bakal dilakukan Prabowo. Maju sebagai capres menjadi harga mati. Mereka ingin mengantarkan pimpinan partainya menang. Tidak ingin hanya menjadi pencetak bintang.
"Bagi Pak Prabowo dan Partai Gerindra tidak ada skenario King Maker. Tidak ada menyerahkan mandat capres kepada orang lain," tegas Ketua DPP Sugiono kepada merdeka.com.
Pertemuan SBY dan Prabowo ©2018 Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho
Sugiono selalu mendampingi Prabowo. Hampir di semua kegiatan, lelaki satu ini berada di samping bosnya. Termasuk ketika Prabowo melakukan pertemuan dengan para petinggi partai. Untuk urusan cawapres, dia tidak mau mendahului keputusan. Prabowo dan Gerindra tetap berpatok pada keputusan koalisi.
Soal kabar adanya permintaan Prabowo untuk legowo juga dibantah Sugiono. PAN, PKS dan Demokrat tetap menghormati Prabowo. Mereka, kata Sugiono, menyadari bahwa Gerindra memiliki elektabilitas paling tinggi. Untuk itu, dia menegaskan bahwa tak ada lobi meminta bosnya mundur dan menyerahkan mandat capres kepada orang lain.
"Tidak ada (permintaan Prabowo mundur), setiap pertemuan saya selalu hadir dan tidak pernah ada usulan seperti itu yang disampaikan kepada kami," tegas dia.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sudjito membaca koalisi Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat dianggap sebagai koalisi lonjong. Alasannya, dari empat partai hanya nama Prabowo menguat menjadi rival Jokowi. Sementara nama lainnya jauh dari capaian elektabilitas.
Demokrat misalnya. SBY selalu berperan sebagai politik perhatian. Ingin menjadi pusat perhatian. Namun, perolehan kursi di Pileg 2014 tak memungkinkan Demokrat menjadi ujung tombak. Sebab saat itu SBY tak memihak kubu Jokowi-JK atau kubu Prabowo-Hatta. Bila hal sama diulang kembali diprediksi kurang mendapatkan tanggapan dari publik. Maka SBY mengambil posisi merapatkan barisan dengan Gerindra. Berharap anak sulungnya dipilih jadi cawapres. Sementara PKS dan PAN juga melakukan hal serupa.
Situasi ini dilihat Arie mebuat Prabowo terdesak. Tiap partai memiliki sejarah berbeda. Seperti PKS. Partai ini tetap bertahan dengan Partai Gerindra sejak era Koalisi Merah Putih (KMP). Loyalitas PKS tak diragukan. Lalu partai lainnya malah banting stir mendukung Pemerintah.
Berbeda dengan PAN. Meski sempat meninggalkan KMP saat kalah di tahun 2014, kini mereka coba kembali merapat dengan Gerindra. Tentu ada keraguan dari Gerindra. "Mereka berlomba untuk mengangkat partainya karena Pilpres bareng sama Pileg, kalau enggak bareng mereka enggak akan sekeras ini," ujar Arie.
Lembaga survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) melihat bila Prabowo memutuskan tak maju di Pilpres 2019, bukan berarti Jokowi bakal menang. Efek personal Prabowo dirasa kuat. Jadi siapapun ditunjuk untuk maju menggantikan maka tetap mendapat banyak suara dari mantan Danjen Kopassus tersebut.
Sejauh ini, hasil survei mereka menyatakan bahwa elektabilitas Prabowo masih tinggi. Tetap menjadi lawan berat Jokowi. Belum ada orang lain memiliki hasil serupa. "Kalau nanti diputuskan selain prabowo maka siapa pun itu suaranya di Prabowo akan ke situ. Suara anti Jokowi akan kumpul di situ. Apalagi kalau Prabowo memberikan dukungan," ungkap Ceo Riset SMRC Djayadi Hanan kepada merdeka.com.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dukungan untuk Prabowo mencapai 45,3 persen.
Baca SelengkapnyaMenurut Yusak, situasi Prabowo dalam menatap 2024 jauh berbeda dengan sebelumnya. Pada Pilpres 2019, Prabowo menghadapi banyak rintangan.
Baca SelengkapnyaBahlil mengutip survei kepuasan publik terhadap Jokowi yang sangat tinggi. Sehingga yang berhadapan dengan Jokowi harus melawan rakyat.
Baca SelengkapnyaDirektur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengungkap dua faktor yang membuat elektabilitas Prabowo berada di puncak.
Baca SelengkapnyaHasil survei terbaru dari tiga lembaga survei Indikator, Poltracking, dan Populi menunjukkan popularitas pasangan Prabowo-Gibran melampaui 40 persen.
Baca SelengkapnyaSekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani meminta kepada seluruh kader Partai Gerindra untuk tetap tenang, santun, dan jaga diri.
Baca SelengkapnyaJika disandingkan menjadi tiga capres, nama Prabowo juga tetap mengungguli Ganjar, dan Anies yang ada di posisi akhir.
Baca SelengkapnyaDukungan kuat dari para pemilih loyalnya semenjak Pilpres 2019 silam, membuat elektabilitas Menteri Pertahanan tersebut terus menguat.
Baca SelengkapnyaPrabowo Subianto memiliki potensi menang pada pesta demokrasi mendatang.
Baca SelengkapnyaHasil survei LSI Denny JA menunjukkan elektabilitas Prabowo lebih unggul dari Ganjar.
Baca SelengkapnyaSebaliknya, penurunan dialami pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Padahal, Ganjar pernah menjabat Gubernur Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaSederet survei yang dilakukan sejumlah lembaga menunjukkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul semakin jauh dari pasangan calon lainnya.
Baca Selengkapnya