Berhasil Mudik Saat Corona
Merdeka.com - Sore menjelang azan Magrib. Deru suara mesin kendaraan memenuhi jalan aspal dua lajur di pinggiran Jakarta Barat. Cukup ramai hari itu aktivitas masyarakat.
Hiruk pikuk mulai kembali bergeliat di tengah situasi menghadapi pandemi virus corona. Banyak di antara mereka memenuhi jalan raya untuk mencari sajian buka puasa. Semakin padat lantaran banyak juga mereka yang baru pulang kerja.
Dari dalam kamar indekos, Aziz Sakanata memantau keramaian itu. Sudah sebulan lebih dia mengurung diri. Terkadang sempat terpikir sedang terjebak di Jakarta melihat situasi ini.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Kenapa orang masih belanja di masa sulit? Fenomena ini dikenal dalam ilmu ekonomi sebagai Lipstick Effect. Lipstick Effect merujuk pada kecenderungan masyarakat untuk tetap membeli barang-barang yang dianggap mewah meskipun di tengah kondisi ekonomi yang mencekik.
-
Di mana UMKM Bontang terdampak pandemi? Wabah Covid-19 pada awal tahun 2020 memberikan dampak besar terhadap sektor perkonomian Indonesia, termasuk pada UMKM Kota Bontang.
-
Kenapa orang membeli barang kecil saat ekonomi sulit? 'Tiga aspek tadi tuh saling berkaitan. Justru karena ngerasa, 'aduh kok susah banget ya hidup ya', gitu, 'Mumpung masih ada duit seneng-senengin diri gue', biar dipuji aja, itu possible (mungkin),' ungkap Ratih.
-
Bagaimana Niko mengatasi penurunan omzet saat pandemi? Niko yang semula pasrah, akhirnya mulai menyadari potensi besar dari teknologi ini ketika dia mengunjungi sebuah tempat produksi DTF di Jakarta.
-
Kenapa penting frugal living saat krisis ekonomi? Saat ekonomi berada dalam kondisi suram, seperti saat terjadi inflasi tinggi, ketidakpastian pasar, atau perlambatan ekonomi, masyarakat dihadapkan pada tantangan besar untuk mengelola keuangan dengan bijak.
Kondisi ekonomi mulai morat-marit. Beli makan via online justru membuat kantongnya menipis. Ditambah sudah H-5 menjelang Hari Raya Idul Fitri. Mahasiswa rantau asal Subang, Jawa Barat, itu akhirnya memberanikan untuk mudik.
"Alasan saya nekat mudik karena biaya hidup sudah tidak menentu," ungkap Aziz kepada merdeka.com, Rabu lalu.
Larangan mudik memang digaungkan pemerintah pusat sebagai upaya menekan angka penyebaran masyarakat terinfeksi virus corona. Penjagaan ketat di banyak pintu tol sudah diberlakukan.
Sedangkan di Jakarta, sebagai zona merah penyebaran virus corona, terus memperketat pengawasan kegiatan masyarakat. Salah satunya melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyak wilayah juga menerapkan kebijakan serupa.
Aturan PSBB terus diperpanjang. Kondisi itu diduga membuat banyak masyarakat semakin jengah terkurung. Apalagi bagi para pendatang. Lebih kurang kondisi itu yang dirasakan Aziz sebagai mahasiswa di kampus swasta bilangan Jakarta Barat tersebut.
Aziz Sakanata ©2020 Merdeka.com
Tepat pukul 5 sore, Aziz tancap gas. Kendaraan sepeda motor dipilih. Dia memulai perjalanan menuju Subang pada Selasa, 19 Mei 2020.
Hari itu menjadi puncak kejenuhan pikirannya. Setelah program magang di salah satu televisi swasta nasional dihentikan, kehidupan Aziz pun semakin tak menentu. Pulang bertemu orang tua dirasa pilihan terbaik saat itu.
Baru sebentar berjalan mengendarai motor, dia sempat menengok sebentar situasi jalan tol. Kebetulan tidak jauh dari indekosnya. Terpantau saat itu situasi jalan tol terlihat mulai dipadati mobil pribadi.
Melihat dan memperhitungkan situasi, pemuda 22 tahun itu semakin yakin bisa mudik. Kondisi lalu lintas terlihat mendukung. Aturan penerapan PSBB juga tampak tidak terlalu ketat.
Perjalanan dimulai. Sengaja dia melewati daerah Roxy, Jakarta Barat. Tampak posko pemantauan PSBB berdiri lumayan besar.
Berharap diberhentikan dan ditegur, justru yang dilihat berbeda. Pos itu kosong tanpa penjagaan. Motor Aziz pun melenggang nyaman.
"Saya berharapnya ada petugas. Ingin tahu, akan diperiksa seperti apa oleh para petugas itu. Apakah benar akan disuruh putar balik dan dilarang untuk mudik jika ketahuan," ucapnya.
Bukan berniat menantang. Bagi Aziz yang merasa sudah menuruti aturan pemerintah untuk tidak keluar rumah, hanya ingin tahu bagaimana proses pemeriksaan berlangsung. Lantaran belum berjodoh diberhentikan petugas, perjalanan menuju Subang tetap dilanjutkan.
Jarak Jakarta-Subang sekitar 150 km. Perjalanan menggunakan sepeda motor dengan kecepatan sedang bisa ditempuh selama 4-5 jam.
Selama perjalanan menuju kampung halaman, tidak ditemukan juga penjagaan ketat para petugas. Aziz pun malam itu sudah tiba di rumah dan senang bisa bertemu orang tua.
"Selama perjalanan ramai sekali jalanan, persis seperti yang beredar di media sosial atau yang beredar di berita-berita. Sepertinya orang-orang sudah pada bosan di rumah," kata dia.
Dikucilkan di Kampung Halaman
Pemerintah sudah gencar melakukan kampanye larangan mudik. Presiden Joko Widodo bahkan menegaskan berulang-ulang agar masyarakat tidak mudik. Meskipun begitu, dia tetap memperbolehkan kendaraan transportasi tetap beroperasi.
"Perlu diingat juga, yang dilarang itu mudiknya, bukan transportasinya," ucap Jokowi.
Moda transportasi yang diperbolehkan beroperasi harus menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. Terutama transportasi untuk logistik, pemerintahan, kesehatan, kepulangan pekerja migran dan ekonomi esensial.
Pulang kampung atau mudik di saat pandemi corona, sebenarnya menimbulkan dilema. Apalagi mereka yang datang dari zona merah. Tentu ini kekhawatiran bila nantinya menjadi klaster baru penyebaran corona.
Seperti dialami Priska Tri Widyastuti, 20 tahun. Sejak akhir Maret 2020, dia sudah pergi meninggalkan Jakarta menuju Palu, Sulawesi Tengah. Ketika itu baru beberapa pekan ramai pemberitaan virus corona.
Priska Tri Widyastuti ©2020 Merdeka.com
Mahasiswa kampus swasta di Jakarta Barat itu, sebenarnya sedang mengambil magang di bagian pemberitaan televisi swasta nasional. Pengumuman pemerintah untuk kerja di rumah, membuat program magang dihentikan.
Sebenarnya tidak langsung diminta berhenti. Awalnya Priska diminta untuk libur selama sepekan. Namun, setelah itu tidak ada lagi panggilan. Akhirnya dia memutuskan mudik.
"Aku memutuskan untuk mudik, soalnya tidak tahu lagi di Jakarta mau berbuat apa," ujar Priska bercerita kepada kami, Rabu lalu.
Ketika itu Priska pulang menggunakan pesawat Lion Air. Meski merasa ketakutan, setidaknya dia cukup beruntung. Harga tiket pesawat diskon lebih setengah harga.
Biasanya untuk rute Jakarta-Palu, penumpang pesawat Lion Air harus merogoh kocek sampai Rp1,8 juta per orang. Priska beruntung. Harga tiket ketika itu dijual Rp700 ribu. Tanpa pikir panjang, tiket dibeli secara online.
Priska pulang sendiri ke kampungnya. Masih ingat betul kondisi bandara ketika itu sepi. Baik di Jakarta dan Palu. Banyak bangku kosong di ruang tunggu. Pemandangan yang tidak biasa dirasakan.
Bukan tanpa rasa ketakutan. Lantaran sedang hangat wabah corona, Priska mengaku khawatir berada di ruang publik. Kedua telapak tangan sering kali dibasuh menggunakan hand sanitizer tiap memegang benda apapun di bandara maupun di pesawat.
Tiba di kampung halaman, semua pakaian menempel di baju segera dicuci. Priska bahkan langsung mandi demi memastikan tubuhnya tidak terinfeksi virus corona. Baru setelah itu berani bersentuhan dengan orang tua.
Baru semalam di rumah, esok hari kediaman Priska didatangi petugas dinas kesehatan. Mereka mendata berbagai keterangan dari mahasiswi rantau tersebut.
Tidak sampai di situ, bahkan banyak tetangga merasa menatap sinis kepada dirinya. Ada juga ucapan nyinyir sempat dilontarkan kepada dirinya. "Jauh-jauh dulu deh, soalnya kamu dari Jakarta," ujar Priska menirukan.
Priska Tri Widyastuti ©2020 Merdeka.com
Priska merasa dirisak. Omongan tetangga begitu pedas dirasa. Sampai dia memilih isolasi mandiri hanya di dalam rumah. Takut keluar lantaran banyak ucapan negatif dari lingkungan sekitar.
Sudah hampir dua bulan berlalu, dia kini merasa lebih tenang. Sudah tidak peduli ucapan dan tuduhan orang sekitar. Keinginannya sekarang hanya ingin hidupnya selalu sehat di tengah wabah pandemi corona.
"Sekarang aku bodo amat. Aku suka berjemur setiap pagi, aku lebih takut sama corona dari pada omongan tetangga," kata dia mengungkapkan.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebelum adanya TiktokShop ini, pendapatan yang didapat dari penjualan baju gamis ini mendapatkan Rp20 juta per hari.
Baca SelengkapnyaSepinya pengunjung Pasar Tanah Abang membuat omzet para pedagang terus ambruk.
Baca SelengkapnyaTeten mengunjungi beberapa pedagang untuk ditanyai perihal toko yang sepi pembeli.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaKawasan yang dulu ramai dan menjadi tempat favorit warga DKI Jakarta untuk belanja kini terlihat sepi.
Baca SelengkapnyaKondisi Pasar Kenari yang sepi pengunjung membuat pedagang buku memutar otak untuk mendapatkan pembeli.
Baca SelengkapnyaAda arus barang impor yang masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat murah dan produk lokal tak bisa bersaing secara harga.
Baca SelengkapnyaHiruk pikuk Pasar Tanah Abang sebagai salah satu pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara ternyata menyimpan lorong gelap dengan puluhan kios yang tutup.
Baca SelengkapnyaSetelah TikTok Shop resmi ditutup pekan lalu, sejumlah pengunjung mulai berlalu-lalang di kawasan Pasar Tanah Abang yang sebelumnya dikabarkan sepi.
Baca SelengkapnyaSepinya pembeli di Pasar Tanah Abang sudah mulai terasa usai Lebaran 2023, dan terus mengalami penurunan pengunjung hingga saat ini.
Baca SelengkapnyaGunawan telah bekerja sebagai penjual di Blok M sejak tahun 2015, awalnya di lantai atas sebelum lantai itu ditutup.
Baca SelengkapnyaNama Pasar Gembrong sangat familiar bagi warga Ibu Kota.
Baca Selengkapnya