Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Bertandang ke markas pawang klakson telolet

Bertandang ke markas pawang klakson telolet Klakson telolet. ©2016 Merdeka.com/Aryo Putranto Saptohutomo

Merdeka.com - Ternyata cukup sulit menemui lelaki satu ini. Setelah beberapa kali janjian tetapi gagal bertatap muka, akhirnya kesempatan itu datang. Mentari saat itu sudah setengah jalan menuju petang. Sebuah bus besar nampak nongkrong di pinggir jalan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di dalamnya ada dua orang. Kemungkinan ini sang pasien.

"Tungguin saja di situ, nanti saya kesitu," kata dia melalui telepon selulernya.

Sepuluh menit kemudian, sebuah sepeda motor bebek Yamaha Vega ZR berpelat Karawang warna merah tiba, mengangkut dua orang lelaki. Mereka sama-sama mengenakan celana pendek dan kaus oblong. Si penumpang membawa dua buah tas hitam, dan perangkat klakson terbungkus plastik ditumpuk.

"Bang Apis ya?," tanya merdeka.com sembari menyodorkan tangan buat salaman.

"Iya," jawabnya singkat sembari tersenyum.

Kemudian, dua orang di dalam bus turun dan menghampiri Apis. Mereka bersalaman juga dan bertanya kabar. Dari perbincangan singkat, mereka ternyata sopir, Syarif, dan kondekturnya, Mulyanto.

"Mau langsung jalan nih?" tanya Apis kepada Syarif. "Iya, mau jemput ke (Tanjung) Priok," ujar Syarif.

Tanpa bicara banyak, Apis, yang namanya memang hanya segitu, langsung berbagi tugas. Dia masuk ke dalam bus duduk di balik kemudi. Kemudian membongkar panel penunjuk. Di baliknya terdapat beberapa rangkaian kabel. Dia memilahnya satu persatu. Kemudian, sebuah kotak dengan delapan tombol dan kabel menjulur dia letakkan di sisi kanan setir. Dia hendak menggabungkan perangkat itu.

"Can, ambilin cutter sama tang potong, sama skun (soket)," pinta Apis.

Sedangkan sang asisten sedang berkutat memasang perangkat klakson. Arahnya menghadap ke bawah. Alat itu hanya diikat dengan kabel pengikat plastik. Dia kemudian merangkai beberapa kabel. Sekitar sepuluh menit kemudian, klakson yang kini tenar dengan julukan telolet itu sudah duduk manis di rangka depan bus.

"Yang model Pakistan kayak gitu," ucap Apis.

klakson telolet

Selama pemasangan, banyak orang hilir mudik menyapa mereka. "Om telolet om," kata beberapa remaja lelaki. "Adanya toilet," sahut Ican sang asisten sembari tersenyum.

Sembari mengutak-atik, telepon Apis juga selalu berdering. Dari hasil menguping sedikit soal perbincangannya, rata-rata menanyakan soal klakson itu.

Mulyanto, sang kondektur, mengatakan Syarif yang punya mau memasang klakson model begitu. Perusahaan, kata dia, juga tak melarang.

"Modalnya lumayan juga," kata Mulyanto.

Syarif mengakui kepiawaian Apis sebagai pemasang klakson telolet. Sebab reputasinya juga sudah meluas ke banyak daerah.

"Ini kena Rp 3,7 (juta). Yang bagus Rp 3,7 (juta). Kalau yang biasa Rp 1,5 (juta). Dia (Apis) sudah masang sampai mana-mana. Bus-bus di Jawa dia yang pasang," ucap Syarif.

Saat sedang memasang, anak bungsu Apis datang membawa pesanan sang ayah.

"Oh ini yang paling kecil ya. Dulu waktu saya tinggal di sini lihat masih segini (anak-anak)," kata Syarif sambil memeragakan tinggi badan dengan tangan.

Syarif merasa sebagai sopir bus saat ini hukumnya wajib memasang klakson telolet. Bukan cuma gengsi, tetapi di beberapa daerah jika bus tidak membunyikan klakson dengan suara nyentrik itu malah kerap dijahili.

"Klakson standar cuma tet tet, malah ditimpuk sama anak-anak. Iya, saya lewat, anak-anak minta, 'om telolet', tapi enggak ada. Tahu-tahu bunyi bletak. Saya nanya kena apaan, tahunya kena kaca. Enggak pecah sih," tambah Syarif.

"Jadi nih main di Pangandaran," sergah Mulyanto. Syarif cuma cengar-cengir mendengarnya.

Tugas Apis belum selesai. Dia menghabiskan 20 menit buat merangkai kabel klakson telolet di balik dasbor bus. Setelah rampung, dia lantas turun. Sebuah spanduk bekas dia tarik dan dijadikan alas rebahan di kolong bus. Apis harus melakukan itu buat menyambungkan selang angin kompresor bawaan bus ke klakson. Namun dibagi dua supaya rem tetap berfungsi. Desis angin meluncur deras dari tabung saat selang dicopot, sebelum dihubungkan kembali.

Kelar memasang selang angin, Apis keluar dari kolong bus. Dia meminta Syarif menghidupkan mesin. Hal itu supaya membuat tekanan di dalam tabung kompresor kembali normal, setelah tadi sedikit terbuang saat memasang klakson. Tak lama, Apis mencoba klakson. Cukup keras memang. Bunyinya yang khas bikin orang langsung melirik. Beberapa bahkan tersenyum mendengar suaranya. Teriakan "om telolet om" bersahut-sahutan.

Dirasa pemasangannya tak ada kendala, Apis dan Syarif kemudian naik hanya berdua ke dalam bus. Sepertinya menyelesaikan soal pembayaran. Tak lama-lama, mereka kemudian turun. Sebelum pergi, Syarif menitipkan klakson tiga corong kepada Apis buat diservis. Mereka lantas berpamitan.

Kami kemudian meluncur ke kediaman Apis. Setelah meliuk-liuk di gang sempit, tibalah di sebuah rumah sederhana berukuran 5x7 meter. Di situlah Apis berdiam kalau ada di Jakarta. Sebab saban akhir pekan, dia pulang menemui sang istri di Karawang, Jawa Barat. Tikar pun segera digelar. Asistennya langsung memperlihatkan klakson telolet dijajakannya.

klakson telolet

"Maaf nih saya mah enggak pernah rapi. Apa adanya aja," kata Apis.

Obrolan kami ditemani secangkir kopi hangat. Apis lantas membakar sebatang rokok. Dia sudah lupa tepatnya sejak kapan mulai menekuni profesi ini. Dia mengingat, klakson itu pertama kali dipopulerkan oleh perusahaan otobus (PO) Efisiensi dari Kebumen, Jawa Tengah. Namun, mereka saat itu cuma memasang jenis tiga corong. Khalayak kemudian diramaikan kembali dengan klakson telolet setelah PO Scorpion Holiday dari Bekasi, Jawa Barat, memasang jenis enam corong. Variasi suaranya lebih ramai.

Saat kami berbincang, telepon Apis tak mau diam. Kali ini sebuah bus dari Merak, Banten, hendak memasang klakson itu.

"Jam berapa sampai sini? Sampai kira-kira jam 11-an ya. Nyebrangnya aja dua jam kan. Belum di tol musuhnya truk semua. Jangan malem-malem ya," kata Apis.

Apis belasan tahun malang melintang menjadi sopir bus. Dia beberapa kali berpindah perusahaan. Setelah berkenalan dan mendalami klakson telolet, dia hengkang dari balik kemudi dan memilih mandiri.

Barang dijualnya ada dua jenis. Buatan China dan Pakistan. Bikinan negeri tirai bambu dilego lebih miring, Rp 1,5 juta saja. Sedangkan produk Pakistan dibanderol Rp 3,3 juta. Konsumen sudah terima beres. Perbedaannya terletak di kualitas suara, modul pengendali, dan solenoid yang berfungsi mengatur aliran udara.

"Dulu yang main ginian saya doang. Sekarang udah banyak pesaing," kata Apis.

"Terus biar beda dari yang lain gimana?," tanya saya. "Saya sih tegantung perbuatan aja," ucap Apis dengan dialek Betawi kental.

Pekerjaan Apis tidak menentu. Kadang padat, bahkan ada kalanya sepi order. Jika sedang ramai, dia mengaku bisa memasang klakson telolet hingga menjelang tengah malam. Praktiknya bisa di mana saja sesuai kesepakatan. Di pinggir jalan atau pom bensin pun jadi. Jika dipanggil ke luar Jakarta, ongkos tambahan menjadi tanggungan pelanggan.

Buat bertahan di bisnis ini, Apis tahu dia mesti kreatif. Maka dari itu, dia menawarkan jasa program modul. Sebab, suara klakson telolet bawaan pabrik hanya ada delapan variasi. Dia bisa mengubahnya menjadi 20. Nantinya, bebunyian klakson bisa menjadi nada dimau pelanggan. Baik berupa lagu atau lainnya. Tentu dengan biaya tambahan. Hanya Apis ogah buka-bukaan soal ini.

"Tinggal mau berapa suara. Diprogram modulnya pake komputer. Ada programnya. Itu agak lama ngerjainnya. Jangka panjang kalo itu, tapi kalo punya notnya lebih gampang," ucap Apis.

Apis lantas meluaskan bisnisnya. Dia juga menjabani pemasangan klakson telolet di mobil dan sepeda motor. Perangkatnya mesti disesuaikan. Namun, karena di mobil dan motor tidak ada kompresor, maka dia mesti membuat sendiri tabung penampung udara. Mekanisme pengisiannya ada dua. Yakni menambahkan kompresor mini di mobil, atau menambah angin secara manual di tukang tambal ban. Urusan harga bisa nego kata dia.

Lantaran tren mempercantik penampilan bus terus berjalan, lelaki berusia sekitar 38 tahun ini juga tak mau kalah. Dia mengaku sanggup memasang lampu strobo, LED, dan neon di bus. Sebab, hal itu juga sedang digandrungi oleh komunitas bus.

Dari hasil klakson telolet Apis mempertahankan dapurnya tetap mengepul. Jika klakson itu dianggap mengganggu dan dilarang, maka periuk nasinya terancam.

"Ini rezeki anak istri," tutup Apis.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Viral Bocah Buka Jasa Putar Telolet Basuri Harganya Mulai Rp2.500 Sekali Pencet, Unik Ada 63 Nada
Viral Bocah Buka Jasa Putar Telolet Basuri Harganya Mulai Rp2.500 Sekali Pencet, Unik Ada 63 Nada

Telolet basuri menjadi klakson yang viral di kalangan anak-anak Tanah Air.

Baca Selengkapnya