Bertaruh Nyawa Lawan Virus
Merdeka.com - Ponsel Leonita Triwachyuni berdering beberapa kail. Di ujung telepon ayahnya menunggu segera dijawab. Telepon diangkat, suara sang ayah terdengar begitu lirih. Mengaku mengalami sesak napas dan badannya demam di ruang isolasi.
Dalam kondisi isolasi, ayah Leonita menghadapi semua sendirian. Tidak ada yang mengawasi ketika itu. Lewat panggilan telepon, sang ayah berharap putrinya bisa menolong. Mengabarkan bahwa keadaan saat itu perlu mendapat penanganan serius.
Semua dirasa terlambat. Ayah Leonita tidak lagi kuat menahan rasa sakit. Hingga hal paling buruk pun terjadi. Leonita harus kehilangan orang paling disayang pada 23 Maret 2020 di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta.
-
Siapa yang terdampak dari kurangnya dokter? Pandemi Covid-19 telah menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya mempersiapkan perlindungan baik jiwa maupun kesehatan demi menjaga stabilitas keuangan keluarga.
-
Kenapa tenaga medis juga berisiko mengalami duka berkomplikasi? Mereka yang terlibat dalam perawatan paliatif, misalnya, menghadapi risiko duka berkomplikasi karena sering kali terlibat secara emosional dengan pasiennya.
-
Mengapa beberapa orang kebal terhadap Covid-19? Meskipun vaksin dan booster secara radikal mengurangi risiko kematian dan komplikasi berat dari COVID-19, mereka tidak banyak membantu menghentikan virus dari memasuki lapisan hidung dan sistem pernapasan.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Siapa yang terkena dampak penyakit? Lebih dari 95 siswi di SMU St. Theresa's Eregi Girls Ibu Kota Nairobi, Kenya menderita penyakit misterius sehingga sekolah terpaksa ditutup sementara.
-
Kenapa kasus Covid-19 naik? Kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Ayah Leonita merupakan Guru Besar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, yakni Prof Dr dr Bambang Sutrisna, MHSc. Almarhum merupakan pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau Covid-19, ketika menjalani isolasi. Diduga dia tertular dari seorang pasien PDP Covid-19 lain ketika sedang buka praktik di RS Bintaro.
"Yang menyedihkan buat pasien suspect covid-19 adalah meninggal sendirian, sesak sendirian," kata Leonita bercerita melalui media sosial Instagram pribadinya dengan akun @nonznonz.
Musibah menimpa Leonita dan keluarga besarnya ini justru menjadi momen untuk masyarakat luas agar mengikuti segala anjuran. Terutama menjaga jarak dan mengerjakan semua dari rumah. Mengingat bahwa penyebaran virus corona paling cepat karena banyak melakukan interaksi.
Prof Bambang Sutrisna merupakan salah satu dari sembilang pahlawan medis yang meninggal dunia ketika menjalani usai tugas menangani pasien Covid-19. Adapun nama para pahlawan medis gugur lainnya, yakni dr. Hadio Ali, SpS, dr. Djoko Judodjoko, dr. Laurentius P, SpKJ, dr. Andi Mirsaputra Sp.THT, dr. Ucok Martin, SpP, Prof dr Iwan Dwiprahasto, dr Bartholomeus Bayu Satrio Kukuh Wibowo, dr Exsenvency Lalopua M, Kes dan dr. Toni Daniel Silitonga.
Tidak semua para pahlawan medis gugur tersebut meninggal akibat tertular Covid-19. Seperti dr. Toni Daniel. Almarhum meninggal karena kelelahan ketika bertugas sebagai Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Bandung Barat sekaligus Satgas Tim Penanggulangan Covid-19.
Mantan dokter sepak bola Tim Pelita Bandung Raya (PBR) meninggal dunia pada 22 Maret 2020. Dokter Toni ialah satu-satunya dokter yang meninggal karena kelelahan, sisanya dikarenakan tertular virus corona. Kondisi itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Daeng M Faqih, SH, MH.
Ketua PB IDI 2019 Merdeka.com
Menurut Daeng, alasan banyak dokter dan tim medis lain tertular Covid-19 lantaran minimnya jumlah Alat Pelindung Diri (APD). Keadaan ini justru menjadi malapetaka. Seharusnya sebagai garda terdepan dalam melawan virus corona, ini mereka harus diprioritaskan mendapat kelengkapan. Justru kondisinya terbalik dan jumlah persediaan APD di Indonesia terbatas.
"Memang benar persediaan APD terbatas, oleh karena itu mohon kepada pemerintah dan semua pihak, untuk bisa menambah pemenuhan APD secara cepat. Saya dengar dari salah satu rumah sakit itu akan kosong semua APD dalam satu pekan ke depan," ujar Daeng kepada merdeka.com Rabu, 25 Maret lalu.
Kelangkaan APD dalam penanganan corona menyita perhatian publik. Pemerintah telah mengimpor 105 ribu APD dan disebarkan ke seluruh Indonesia. Namun, jumlah itu dirasa masih kurang karena jumlah orang dalam pengawasan (ODP) dan PDP terus bertambah.
Sebagai alternatif, banyak tenaga medis terpaksa menggunakan jas hujan atau bahan lainnya sebagai APD. Langkah itu harus ditempuh demi melindungi diri saat menangani pasien Covid-19. Sebab, para tim medis merupakan ODP paling prioritas dalam kondisi seperti ini.
Memakai bahan APD alternatif dirasakan betul Atih Djuarsih, seorang petugas Puskesmas Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dirinya mengaku bersama tim medis di tempatnya bekerja terpaksa menggunakan jas hujan plastik untuk melindungi diri.
"Kami kan harus safety. APD tidak ada. Pakai jas hujan yang penting petugas tidak kontak dengan kulit orang lain atau percikan dan segala macam," kata Atih bercerita.
Padahal Direktur Utama RSUD Leuwiliang, drg Hesti Iswandari, sudah menegaskan penggunaan jas hujan kresek sebagai APD 'darurat' sangat tidak memenuhi standar kesehatan atau tidak mampu melindungi diri tenaga medis.
Penggunaan jas hujan plastik sebagai APD tidak bisa dibenarkan untuk alasan apapun. Meskipun jas hujan itu hanya untuk sekali pakai karena ini berkaitan dengan kesehatan tenaga medis.
Mahal dan Langka Alat Perlindungan
Anggota IDI Bogor, dr Yuniar Kesuma, membeberkan bahwa sampai saat ini pihaknya masih terus mencari stock APD. Dokter bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Bogor itu juga mengatakan bahwa harga APD melonjak tinggi imbas wabah Covid-19.
"Sampai kerang kita masih mencari semua, di puskesmas bahkan tidak ada yang memakai APD karena sekarang harganya gila-gilaan banget," ujar Yuniar kepada merdeka.com, Rabu pekan lalu.
Instagram DakwahIslamid 2020 Merdeka.com
Menurut dia, jika harga APD yang paling murah di e-commerce sekitar Rp300.000 untuk satu setel. Sedangkan di Pasar Pramuka, Jakarta, sebagai sentra penjualan alat kesehatan justru mencapai Rp475.000 per setel. "Itu yang paling murah. Jadi ya sangat mahal," kata Yuniar.
Hasil penelusuran kami menemukan toko di e-commerce menjual satu setel APD seharga Rp 1,7 juta. Padahal, APD tersebut harus disterilkan setiap hari. Jika tidak diganti dan tidak dibersihkan setelah dipakai maka akan menjadi sarang kuman dan bisa menjadi sumber penularan virus.
Melonjaknya harga kebutuhan alat kesehatan tentu harapan para tim medis termasuk perawat, berada di tangan pemerintah. Mereka meminta negara hadir untuk mengontrol peredaran kebutuhan perlindungan diri, salah satunya masker. Diduga merebaknya wabah Covid-19 di Indonesia justru dijadikan kesempatan banyak pihak untuk mengeruk keuntungan.
"Sebelum mewabahnya Covid-19, APD hanya dikenakan di ruang bedah atau ruang ICU. Kalau sekarang, semua garda terdepan diharapkan memakai APD. Jadi pemenuhan APD secepat itu mungkin tidak akan terpenuhi," ungkap dia.
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) menyoroti pentingnya APD untuk penanganan virus corona. Berdasarkan perhitungan WHO, semua negara di dunia totalnya memerlukan 89 juta masker medis, 76 juta sarung tangan, dan 1,6 juta pelindung mata dalam sebulan untuk penanganan virus corona.
Insentif buat Pahlawan Kesehatan
WHO telah mengingatkan akan kemungkinan kurangnya pasokan APD. Dalam keterangan resminya pada 3 Maret 2020, WHO menyebut sarung tangan, kacamata, pelindung wajah, masker medis, respirator, baju, dan apron sebagai barang-barang yang harus diperhatikan stoknya.
Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom mengimbau para negara meningkatkan pasokan dengan melonggarkan pembatasan ekspor, menghentikan spekulasi dan penimbunan. Langkah ini penting, dikarenakan untuk menghentikan virus corona, para petugas kesehatan harus terlebih dahulu mendapat perlindungan.
Karangan bunga sebagai bentuk dukungan kepada para Pahlawan Medis. @2020 Merdeka.com/ANTARA NEWS dan Instagram
WHO mencatat, sejak virus corona merebak, harga masker meningkat enam kali lipat dan respirator N95 naik tiga kali lipat. Mereka menyarankan industri meningkatkan produksi hingga 40 persen untuk memenuhi permintaan dunia.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah melarang ekspor masker, APD dan, antiseptik mulai 18 Maret 2020. Sebaliknya, pemerintah juga mempermudah proses impor untuk berbagai alat kesehatan tersebut.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedelapan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 M-DAG/PER/10/2015 Tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu.
Permendag ini diterbitkan sebagai tindak lanjut diterbitkannya Keppres Nomor 9 Tahun 2020. Melalui Keppres tersebut, Presiden RI Joko Widodo ingin agar importasi barang yang digunakan untuk penanganan Covid-19 mendapatkan perlakuan khusus dalam aturan impor.
Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, menjelaskan lewat Permendag ini pihaknya juga ingin mempercepat importasi alat kesehatan dan pelindung diri di tengah merebaknya virus corona di Indonesia.
Meski begitu, Daeng sebagai ketua PB IDI mengaku masih banyak petugas kesehatan mengeluhkan kurangnya persediaan APD. Mereka masih menggunakan bahan alternatif dan melakukan modifikasi dari berbagai bahan dirasa aman.
"Menurut kawan-kawan yang masih bisa dipakai, seperti kantong plastik sampah dimodifikasi menjadi alat pelindung diri," ucap Daeng.
Banyak foto tim medis memakai APD darurat beredar di media sosial. Keadaan itu mengetuk hati banyak masyarakat Indonesia. Perlahan, banyak bantuan datang dari berbagai kalangan. Mereka berhasil kumpulkan urunan untuk membeli berbagai kebutuhan para petugas kesehatan.
Dokter spesialis penyakit dalam, Dr dr Adi Teruna Effendi Sp.PD, PhD, merasa prihatin melihat banyak rekan seprofesinya yang didiskriminasi lingkungannya karena dianggap akan menularkan virus. Menurut dokter dari Rumah Sakit Elang Medika Corpora (EMC) Sentul milik PT Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) ini, melihat banyak pula dokter maupun perawat yang dijauhi masyarakat sekitarnya.
Padahal, kata dia, mereka merupakan pahlawan Covid-19. Sudah bekerja dengan tulus dan ikhlas. Dirinya sedih melihat teman satu profesinya banyak yang bekerja melebihi batas waktu.
"Saya angkat topi terhadap para dokter dan perawat yg mengobati pasien Covid-19. Saya sedih melihat mereka overwork. Khususnya bagi perawat. Mereka gajinya kecil, tidak mungkin memenuhi kecukupan gizi yang optimal," kata dia kepada merdeka.com pada Rabu, 25 Maret lalu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memastikan bahkan ada tambahan insentif untuk tenaga medis yang tengah berjuang melawan virus corona. Adapun tambahan itu, yakni Rp15 juta untuk dokter spesialis, Rp10 juta untuk dokter umum dan dokter gigi, Rp7,5 juta untuk bidan dan perawat dan Rp5 juta untuk tenaga medis lainnya.
"Pada kesempatan baik ini, kemarin kita telah rapat dan telah diputuskan dan telah dihitung oleh Kementerian Keuangan bahwa akan diberi insentif keuangan kepada tenaga medis," kata Jokowi saat meninjau Kesiapan Rumah Sakit Darurat di Wisma Atlet Jakarta.
Jokowi pun mengatakan bahwa akan ada pula santunan kematian untuk daerah tanggap darurat. "Dan santunan kematian Rp300 juta dan ini hanya berlaku untuk daerah yang telah menyatakan tanggap darurat," dia menambahkan.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berdasarkan data Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), kasus penyakit katastropik mengalami peningkatan sebanyak 23,3 juta kasus di 2022.
Baca SelengkapnyaMenggunakan masker adalah langkah pencegahan, bukan hanya untuk COVID-19, tapi juga berbagai macam virus lainnya.
Baca SelengkapnyaBentuk APD yang dikenakan dokter zaman dulu cukup aneh. Bahkan ada yang beranggapan bentuknya menyeramkan.
Baca SelengkapnyaPenyakit pes pernah melanda Jawa pada awal abad ke-20, dr Cipto Mangunkusumo adalah pahlawan karena mengobati pribumi yang terjangkit penyakit pes.
Baca SelengkapnyaPemerhati kesehatan dokter Reisa Broto Asmoro mengungkapkan alasan musim hujan membuat tubuh semakin rentan sakit.
Baca Selengkapnya