Bisnis gaya Mak Beng vs Toserba retail
Merdeka.com - Setiap usaha bisnis selalu bicara soal produk dan margin (keuntungan). Dalam mengambil keuntungan, adalah melihat berdasarkan seberapa besar (peluang) dan potensinya. Apakah potensinya ada, bisa diperbesar, atau memang terbatas.
Ketika dihadapkan pada peluang, maka tantangannya adalah kapan diambil peluang itu dan apakah segera dihabiskan peluang itu "hari ini juga" lalu besok mencari lagi sesuatu yang baru? Atau, kita ambil peluang/kesempatan itu, namun kita tidak habiskan saat ini juga. Justru, kita pertahankan pasar itu alami dengan harapan secara jangka panjang tetap tumbuh tidak mati-mati.
Mungkin agak membingungkan memaknai hal di atas. Akan lebih mudah dicerna bila langsung kita sampaikan dengan contoh.
-
Apa itu inspirasi? Inspirasi adalah tindakan atau kekuatan untuk melatih pengaruh yang mengangkat atau menstimulasi kecerdasan atau emosi.
-
Apa yang membuat seseorang kreatif? Dalam bukunya Creativity: The Work and Lives of 91 Eminent People (1996), mengungkapkan bahwa kreativitas adalah hasil dari perpaduan sifat-sifat paradoksal yang tampaknya bertentangan tetapi saling melengkapi.
-
Mengapa inovasi bisa menciptakan kualitas yang unik? Selanjutnya, inovasi juga memiliki manfaat untuk menciptakan kualitas unik. Seperti diketahui bahwa banyak orang tak sadar jika berinovasi membuat dirinya memiliki kualitas yang unik dan apabila inovasi berhasil dibuat dan dijalankan, maka perbedaannya pun akan terlihat.
-
Siapa yang terinspirasi untuk membuka usaha? Usaha ini bermula dari suami Qori yang memiliki ketertarikan dalam dunia kuliner.
-
Apa ciri khas wirausahawan? Walaupun banyak orang dapat memikirkan konsep bisnis yang menarik, hanya mereka yang berani menginvestasikan waktu dan usaha untuk mewujudkannya yang dapat berharap untuk melihatnya berkembang.
-
Kenapa kreativitas penting untuk wirausahawan? Kemampuan untuk berpikir kreatif, menciptakan ide-ide baru, dan menerapkan solusi yang inovatif dapat menjadi penentu utama kesuksesan suatu bisnis.
Bagi Anda yang pernah ke Bali, coba luangkan untuk ke pantai Sanur. Maka, di sana akan bisa ditemui sebuah warung ikan goreng dan sup ikan Mak Beng. Warung ini buka jam 10-an pagi, dan habis jam 15.00 sore. Bahkan kalau hari Sabtu dan Minggu bisa habis lebih cepat.
Warung sup ikan dan ikan goreng di Sanur itu berdiri di tahun 1941 oleh Ni Ketut Tjuki yang sekarang terkenal dengan sebutan "Mak Beng". Prakarsa dari sambal Mak Beng dipelopori oleh mertua Mak Beng sendiri kemudian dilanjutkan oleh generasi sekarang. Sup ikan gagasan ini datang dari Mak Beng dan suaminya I Putu Gede Wirya (Nyoo Tik Gwan). Dari dulu, hingga kini, rasanya —menurut banyak orang— tidak berubah.
Begitu juga bila Anda ke Solo, coba tanya ke beberapa orang di Solo, di mana serabi yang enak? Jawabnya adalah serabi Notosuman Asli yang berdiri sejak 1923. Biasanya serabi ini jam 8 sudah buka, dan tak lama kemudian sekitar jam 11.00 siang sudah habis. Memang di situ banyak serabi, tapi ada satu yang tidak terlalu besar, biasanya sudah habis paling cepat. Meski di sekitarnya masih pada buka, tapi banyak orang rela datang di hari berikutnya ke tempat yang sama untuk mengantre.
Kalau Anda ke Bukittinggi, tak terlalu jauh dari Jam Gadang yang menjadi landmark dari kota sejuk itu, ke arah barat dan menurun, ada warung makan yang cukup terkenal Gulai Itiak Lado Mudo (gulai itik lada muda) yang khas dengan sambal hijaunya. Buka pagi, sore hari tidak sampai malam, biasanya sudah habis.
+++
Tiga hal contoh di atas hanya sebagian yang sempat ditemukan. Anda tentu punya koleksi tempat makan khas atau tempat penjualan barang atau jasa yang menarik, yang memberikan kesan bahkan melegenda ketika masih ada (live legend), bukan legenda tapi sudah mati.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa mereka (Warung Mak Beng, Srabi Notosuman Asli, Gulai Itiak Lado Mudo) tidak buka cabang kalau memang laris. Mengapa mereka tidak memperbesar omset berlipat kalau memang dicari orang. Mengapa tidak menambah jumlah masakan sehingga tidak mengecewakan orang yang sudah telanjur datang?
Model usaha yang dilakukan Mak Beng, Srabi Notosuman Asli, dan Gulai Itiak di atas, tentu bagaikan antitesis dalam konteks sekarang ini, dimana nafsu dan keserakahan untuk berkuasa dan mendapatkan keuntungan secepat-cepatnya dengan aroma kapitalisme semakin menyeruak.
Namun kita tidak bisa memungkiri, justru dengan cara mereka, maka mereka justru melegenda dan masih hidup sampai kini. Usia penganan yang mereka sajikan, hingga kini sudah melewati setengah abad, sebuah pembuktian yang tak terbantahkan.
Sebenarnya, kalau kita rasakan, penjualnya biasa saja, polos natural. Tidak seramah warung di mal-mal yang penuh senyum menyapa kita untuk memintanya mampir. Namun demikian, keramahan saja tidak cukup membuat orang setia. Dalam konteks Mak Beng dan sejenisnya, kesetiaan pada rasa, membuat kita semakin mencintainya. Justru karena beberapa kali orang ke sana kehabisan, dibumbui dengan cerita dari pengalaman bahwa rasanya khas dan lezat, maka telah menciptakan penasaran.
Antitesa Mak Beng atau Serabi Notosuman Asli 1923, tentu menciptakan costumer loyalties yang tinggi. Pelanggan tidak peduli lagi berapa duit yang dikeluarkan. Lokasinya dimana pun akan dikejar. Kalaupun pelanggan kehabisan, siap membunuh kekecewaannya, dan siap untuk mendatanginya lagi di lain hari dengan kondisi siap kehabisan. Penasaran telah menjadi tantangan tersendiri, kepuasan bila akhirnya bisa mendapatkannya telah menjadi bagian dari kemenangan.
Coba bandingnya dengan Indomaret atau AlfaMart. Memang ini tidak apple-to-apple. Namun demikian, bisa dijadikan sebagai bagian komparasi dalam konteks penjualan terbatas dan penjualan tak terbatas. Kalau makanan-makanan yang melegenda itu dijual dengan jumlah yang terbatas dan memaksa orang untuk mengantre di hari yang lain, maka toserba Indomaret dan Alfamaret sebaliknya.
Bila pada belasan tahun lalu toserba semacam ini selalu ramai sekali dipenuhi pengunjung, coba lihatlah saat ini. Tidak banyak yang penuh. Mengapa, karena dulu jumlahnya terbatas. Artinya, setiap 1 kilometer ditemukan satu gerai. Sekarang, jumlahnya sudah tidak terhitung. Tahun ini saja, keduanya membuka 800 gerai di seluruh Indonesia. Total gerai yang mereka miliki masing-masing saat ini, Indomaret sekitar 5700 gerai sedangkan Alfamaret 4800 gerai.
Namun, kalau ditanyakan dengan pertanyaan yang jujur, bahwa bangunan gerai-gerai itu mungkin indah, bersih, dingin ber-AC dengan penjual yang berseragam nan gagah dan cantik, tetap saja gagal menciptakan kesetiaan. Apakah Anda setia dan fanatis hanya di satu gerai untuk membeli sesuatu? Pasti jawabnya adalah tidak. Kesetiaan pembeli terhadap gerai-gerai itu hanya satu: harga yang lebih murah.
Belasan tahun lalu, barangkali kita bisa membedakan dengan pemandangan kedua gerai yang saling bertarung itu, sampai hari ini. Yang mana gerai-gerai itu tidak rame lagi. Bagaimana dengan beberapa tahun ke depan, mungkin kita akan bayangkan banyak toko yang cuma memutar musik dan membuang AC semata, karena pembeli yang semakin sepi. Hal ini karena yang mereka lakukan, tanpa disadari telah membuat proses percepatan penjenuhan bisnis.
Sekarang, Anda mau pilih yang mana. Mau menjual produk yang legendaris dan bertahan lama, atau produk yang laris manis dengan berbagai rekayasa pemaksaan jurus marketing yang langsung untung besar, namun besok sudah mati (mungkin cukup hibernate)? Itu pilihan.
Bila ingin produk Anda menjadi langgeng dan selalu menyisakan rasa penasaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Anda harus memberikan benefit pada pelanggan, 2. Tidak mengecewakan dalam hal rasa atau layanan yang Anda tawarkan, 3. Menjaga kualitas secara berkesinambungan, 4. Selalu jujur dan tetap menjaga otentifikasi dan natural, 5. Konsisten dengan rule (aturan) yang bisa diketahui orang banyak (terutama pelanggan).
Tentu ada tips tambahan yang bisa Anda maknai sendiri. Namun, bagaimanapun juga sesuatu yang khas dan membuat penasaran akan memiliki makna yang dalam daripada sekadar produk massal yang tanpa jiwa. Kuncinya adalah, kita memilih menahan diri dari ketamakan atau membiarkan keserakahan itu dalam bungkus opportunity.
#Penulis adalah Sekjen APJII, penggiat KlikIndonesia, dan COO merdeka.com dan KapanLagi.com
Baca juga:
Produk Apple dan Google pun pernah gagal
Kostum Film Hunger Games dari Pluit
Leadership Soekarno dan Jembatan Semanggi
Pesan Mahatma Gandhi buat calon technopreneur
Sukses karena komitmen pada hobi
(mdk/tts)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Memilih nama toko lucu sangat disarankan untuk menarik perhatian pelanggan.
Baca SelengkapnyaIde kreatif pedagang ala S3 marekting ini patut diacungi jempol!
Baca SelengkapnyaPembukaan Little Bangkok perlahan menggairahkan kembali aktivitas bisnis dan perdagangan di Pasar Tanah Abang,
Baca SelengkapnyaMemilih nama toko untuk bisnis perlu dipertimbangkan dengan matang.
Baca SelengkapnyaLagu nasional “Indonesia Raya” disebut direkam untuk pertama kali di toko tersebut.
Baca SelengkapnyaSepinya pembeli pedagang Pasar Tanah Abang jadi perhatian pemerintah.
Baca SelengkapnyaDikira Pertamini ternyata jualan es teh. Penampakan unik pedagang jualan es teh ini curi perhatian.
Baca SelengkapnyaKabupaten Trenggalek memiliki pusat perbelanjaan produk khas usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Baca SelengkapnyaDengan memilih slogan yang tepat, toko Anda bisa menjadi lebih dari sekadar tempat berbelanja, tetapi juga sumber kebahagiaan bagi para pelanggan.
Baca Selengkapnya