Isi Jambi tak dapat dipijak lagi
Merdeka.com - "Oh mengapa...
Oh...oh...ooooo...
Jelas kami kecewa
-
Bagaimana Suku Mentawai memanfaatkan hutan? Mereka hanya memanfaatkan hutan seperlunya dan masih diolah dengan cara tradisional. Suku Mentawai juga kebanyakan mengikuti proses perkembangan hutan secara wajar lalu memanfaatkannya melalui tahap rumpang, perkembangan, dan dewasa.
-
Kenapa hutan mangrove penting untuk Jakarta? Hutan mangrove sendiri adalah salah satu ekosistem hutan dengan kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi. Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN mengungkapkan penanaman hutan mangrove di sepanjang bibir pantai dapat mencegah ancaman tenggelam di sejumlah wilayah pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) termasuk Jakarta.
-
Mengapa hutan penting untuk lingkungan? Penebangan hutan untuk pertanian, peternakan, dan pemukiman mengurangi jumlah pohon yang menyerap CO2 dari atmosfer.
-
Bagaimana Orang Basemah mengelola hutan? Selain menganut dua konsep kekeluargaan, masyarakat Basemah juga memiliki budaya dalam pengelolaan hutan yakni tiap perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama.
-
Kenapa hutan jati di Mojokerto diduga kampung kerajaan? Dari struktur dan pola batu-bata yang ditemukan di tengah hutan jati, kawasan tersebut diduga merupakan salah satu kampung besar era Kerajaan Majapahit.
-
Dimana pohon berfungsi sebagai tempat tinggal bagi berbagai satwa? Pohon adalah rumah yang penting bagi banyak jenis satwa. Burung sering menggunakan cabang-cabang pohon untuk membuat sarang mereka dan melindungi telur serta anak-anaknya.
Menatap rimba yang dulu perkasa
Kini tinggal cerita
Pengantar lelap si buyung"
Mungkin petikan lagu karya musisi legendaris Iwan Fals berjudul 'Isi Rimba Tak Ada Tempat Berpijak Lagi' menjadi gambaran bagi Suku Orang Rimba di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNDB), Jambi. Bagaimana tidak, hingga kini mereka resah dengan tempat tinggalnya.
Bulan Maret lalu menjadi kabar duka bagi Orang Rimba. Sebelas anggota sukunya di temukan meninggal dunia. Diduga mereka kelaparan, karena hutan yang menjadi tumpuan hidup Orang Rimba terus berkurang. Mereka juga harus terusir dari tanah kelahirannya karena hutan itu kini sudah dibagi dengan pemilik perusahaan sawit.
Ihwal permasalahan bagi Orang Rimba bermula saat Keputusan Kementerian Kehutanan dan Perkebunan No.258/Kpts-II/2000, keluar. Isinya mengatur kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas dengan mengubah fungsi sebagian hutan. Ada pembagian beberapa fungsi lahan. Di antaranya ialah lahan untuk produksi terbatas Serengam Hulu seluas 20.700 hektar. Kemudian hutan produksi tetap Serengam Hilir seluas 11.400 hektar.
Sebagian lagi digunakan untuk penggunaan lain seluas 1.200 hektar dan terakhir dipergunakan untuk kawasan suaka alam dan pelestarian alam (Cagar Biosfer) seluas 27.200 hektar. Presiden Gus Dur pula yang menetapkan kawasan adat Orang Rimba menjadi Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) seluas 60.500 hektar pada 23 Agustus 2000
Pemerintah berdalih pengalihan fungsi hutan tersebut untuk kepentingan kelompok Orang Rimba yang ada di kawasan Bukit Dua Belas. Tujuan ialah meminimalisir illegal logging dan perambahan yang selama ini menjadi ancaman utama hutan di Bukit Duabelas. Namun pada kenyataannya penetapan penetapan itu merugikan keberadaan Orang Rimba. Karena penetapan ini membatasi ruang gerak Orang Rimba yang masih memegang tradisi meramu, menanam dan berburu.
"Orang Rimba kaget saat tahu sudah menjadi Taman Nasional," ujar salah satu anggota Suku Orang Rimba, Pengendum Kampung, saat berbincang melalui sambungan seluler, Senin kemarin.
Salah satu yang menjadi masalah orang rimba adalah penetapan zonasi di kawasan Taman Nasional. Ada enam zonasi di Taman Nasional Bukit Dua Belas yang ditetapkan. Adalah zonasi inti, zonasi rimba, zonasi pemanfaatan, zonasi tradisional, zonasi religi dan zonasi rehabilitasi.
Pengendum menjelaskan, zona inti adalah pangkal muara permasalahan. Sebab lokasi bercocok tanam Orang Rimba masuk dalam kawasan zona inti. "Di dalam zona inti sudah ada tertuang ada lahan perkebunan Orang Rimba, maka proses rehabilitasi atas tanaman yang dimusnahkan tidak akan dikenakan biaya ganti apapun," tutur Pengendum.
Permasalahan lain menurut Pengendum ialah konflik acap kali terjadi antara Orang Rimba dengan pendatang, transmigran. Zona pemanfaatan yang di buka pemerintah dengan membuka lahan untuk transmigrasi dan perkebunan kelapa sawit di hutan tempat Orang Rimba tinggal menjadi penyulut utama. Apalagi ada kepercayaan tanah milik nenek moyang bagi Orang Rimba.
Menurut Pengendum, persoalan ini semakin meruncing ketika pemerintah juga seolah tutup mata dengan keberadaan orang rimba. Dimulai saat penentuan lahan untuk transmigrasi yang hanya mengacu pada peta. Kemudian dengan mudah pemerintah juga memberikan izin kepada perusahaan sawit untuk menggunakan lahan. Padahal di lahan itu masih tinggal Orang Rimba.
Konflik itu yang terjadi hingga saat ini. Apalagi jika terjadi konflik, maka seluruh orang rimba akan menuai imbasnya. Kebanyakan kasus yang terjadi Orang Rimba menjadi korban masalah dari suku lain yang disamakan dengan Suku Orang Rimba.
"Masyarakat desa ini tidak pernah mengidentifikasi ini rombong mana? Lalu main hakim sendiri. Jadi tidak ada identifikasi ini rombongan mana," ujar Pengendum.
Ketua Kelompok Makekal Bersatu Mijak Tampung juga berpendapat serupa. Dia mengatakan, jika kebanyakan masyarakat umum selalu menyamakan seluruh Orang Rimba dengan sebutan suku anak dalam. Bahkan kerap disebut dengan sebutan lebih merendahkan, orang kubu, tidak beradab, kotor dan kafir. Tentu saja ini sebuah kesalahan besar yang terus menerus disebarluaskan.
Dalam suku Orang Rimba, terdapat banyak kelompok dengan sebutan yang berbeda. Antara lain ialah Kejasung, Makekal, Air Hitam, Terap dan Serengam. Mijak mengungkapkan, kekhawatiran orang rimba ketika ada pihak masyarakat sekitar Jambi yang terlibat konflik dengan suku anak dalam, tidak pandang bulu. Mereka menyamaratakan Orang Rimba.
"Tentu saja hal ini akan memperumit masalah dan semakin menambah luas wilayah konflik. Pemerintah Jambi sebaiknya mengimbau di mana titik-titik konflik yang kerap terjadi dan menindak dengan tegas siapa pemicu konflik tersebut," ujar Mijak.
(mdk/arb)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tumbuhan merambat yang hidup di hutan tropis ini telah dibudidaya oleh masyarakat Orang Rimba sebagai salah satu sumber pendapatan mereka.
Baca SelengkapnyaSebelumnya tagar 'All Eyes On Papua' viral di media sosial akhir-akhir ini.
Baca SelengkapnyaSuara Orang Rimba Menyambut Pemilu: Berharap Kesejahteraan dan Perhatian
Baca SelengkapnyaPerwakilan 6 provinsi tersebut diundang untuk mempelajari restorasi gambut secara sistematis, terpadu dan terintegrasi.
Baca SelengkapnyaGerindra Luruskan Tudingan PDIP Sebut Food Estate Kejahatan Lingkungan: Pakai Tanah Rawa, Bukan Babat Pohon
Baca SelengkapnyaMenteri ATR/Kepala BPN menyerahkan 279 sertifikat redistribusi tanah secara door to door.
Baca Selengkapnya“Maka dalam rencana jangka panjang kami merekomendasikan supaya masyarakat direlokasi ke tempat yang lebih aman," kata Abdul
Baca SelengkapnyaPrasetio berharap berharap eksekutif dan legislatif duduk bersama mencari jalan keluar mengenai Kampung Susun Bayam.
Baca Selengkapnyaperusahaan berkomitmen untuk menjadikannya sebagai wilayah konservasi satwa bongsor berbelalai tersebut.
Baca SelengkapnyaSemua anggota BKSDA dan FZS Jambi sudah dievakuasi ke kantor polisi terdekat.
Baca SelengkapnyaBuntut warga Pulau Rempang bentrok dengan polisi, sejumlah orang jadi tersangka.
Baca Selengkapnya