Islam Pernah Jaya di Myanmar
Merdeka.com - Azan Ashar dari Masjid Jami Bengali berkumandang merdu di tengah Kota Yangon, Myanmar. Letaknya tepat di depan Sule Pagoda. Tempat ibadah penting dan bersejarah bagi umat Budha Myanmar.
Masjid Jami Bengali megah dengan menara tinggi yang dilapisi keramik putih. Puluhan jamaah mengambil air wudhu dan duduk menanti iqamat. Wajah-wajah yang hadir tak cuma warga Bengali, salah satu etnis Indo-Aria. Tapi juga etnis China, Burma dan Melayu.
"Ini masjid untuk semua, tak cuma orang Bengali," kata Muhammad Ibrahim, muazin masjid tersebut pada merdeka.com bulan lalu.
-
Mengapa Islam diterima masyarakat Indonesia? Berkat para pedagang muslim inilah kemudian Islam diperkenalkan dengan cara bertahap dan perlahan ajaran Islam bertoleran serta persamaan derajat antara sesama makhluk. Hal ini menarik bagi masyarakat Indonesia mengingat selama ini kebudayaan Hindu-Budha justru lebih menekankan pada perbedaan derajat atau kasta.
-
Kenapa Islam mudah diterima di Indonesia? Para tarekat mulai mengadopsi pendekatan mistik dan keagamaan yang lebih lembut dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat. Tarekat-tarekat ini membuka jalan bagi masyarakat pribumi untuk lebih mudah memahami ajaran Islam dan mengintegrasikannya dengan budaya lokal.
-
Bagaimana Masjid Raya Imanuddin selamat dari bom? Kemudian bom kedua dijatuhkan di atas kubah masjid dan mengenai bangunan utama, namun anehnya bangunan tidak hancur.Ledakan hanya merusak sebagian kecil masjid, sehingga kubah dan bangunan utama tetap utuh seperti sedia kala.
-
Bagaimana pengaruh Islam di Maladewa? Sejarah Maladewa berasal dari pengaruh berbagai budaya, namun sejak abad ke-12, Islam menjadi agama resmi yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat.
-
Kapan Kerajaan Mataram Islam berdiri? Berdiri sejak tahun 1584, Mataram Islam memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam penyebaran agama Islam, pengembangan budaya Jawa, dan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda.
-
Kenapa Islam disebut agama yang damai? Assalmu artinya damai, perdamaian. Maksudnya, Islam adalah agama yang damai dan setiap muslim hendaknya menjaga perdamaian.
Selepas salat Ashar, Ibrahim menemani merdeka.com berbincang. Pria ini berusia 70 tahun dan sudah menjadi muazin selama 25 tahun di sana. Bahasa Inggrisnya cukup fasih.
"Masjid ini tua, sudah berusia lebih dari 100 tahun. Memang didirikan dulu oleh keturunan Bengali," kata Ibrahim.
Islam di Myanmar punya sejarah panjang. Para pedagang dari Arab dan Persia mengenalkan Islam sejak tahun 652M di delta sungai Irawady. Sejak saat itu Islam tumbuh dan berkembang di negara yang dulu bernama Burma ini.
Dulu tak pernah ada masalah. Islam diterima dengan baik di sana selama beratus-ratus tahun. Raja-raja Myanmar mengizinkan orang Islam mendirikan masjid dan menjalankan ajaran agama mereka. Orang-orang Muslim kebanyakan menjadi pedagang, nelayan, dan tentara.
Jumlah orang Islam di Myanmar bertambah pesat saat pendudukan Inggris tahun 1824-1984. Banyak orang dari India dan Bengali yang sekarang menjadi Bangladesh, pindah ke Myanmar.
Dibanding warga lokal Budha, warga keturunan Bengali ini lebih disukai Inggris untuk menjadi pegawai kolonial. Banyak di antara mereka juga menduduki posisi penting sebagai administrator di pelabuhan, tabib dan saudagar. Secara ekonomi, komunitas Muslim pada waktu itu memiliki ekonomi yang mapan.
Kawasan pusat kota lama Yangon berada di sekitar Jalan Sule Pagoda. Sangat strategis karena merupakan pusat kota dan pelabuhan. Di sana komunitas Muslim tumbuh dan berkembang ratusan tahun. Mereka pernah jadi mayoritas di kawasan elite ini.
Hampir di setiap blok berdiri sebuah masjid yang cukup megah. Kawasan ini jadi pusat kota dan ekonomi. Namun kini pemerintah Myanmar membangun kawasan elite baru di sekitar Danau Inya menggandeng investor dari China dan Korea Selatan.
Kehidupan beragama di Myanmar sebenarnya tampak harmonis. Tak cuma Budha dan Islam. Di sebelah masjid, tepat di depan balaikota Yangon berdiri sebuah Katedral. Bahkan ada pula Sinagog, tempat ibadah kaum Yahudi.
Di Kota Yangon kehidupan beragama berjalan beriringan. Biksu Budha, wanita Muslim dengan cadarnya lalu lalang di trotoar kawasan Sule Pagoda yang ramai. Azan pun dikumandangkan dengan pengeras suara sehingga terdengar jelas.
Tak sulit menemukan penjual makanan halal. Bahkan sebuah kafe yang kelihatan paling mentereng di sini ternyata menyajikan makanan halal di seluruh menunya.
"Islam hidup damai di Yangon sini. Bersama Umat Budha dan yang lainnya," kata Ibrahim.
Tapi saat disinggung soal konflik Rakhine, wajah Ibrahim berubah serius. Dia menggelengkan kepalanya.
"Sudah aman, tak ada konflik di sana," elaknya.
Senada dengan Ibrahim, Yunus, seorang penganut Muslim di Yangon juga tak mau mengomentari konflik di Rakhine.
"Tidak seperti itu (berita di media massa)," singkatnya.
Hidup berpuluh tahun dalam cengkeraman junta militer membuat mereka hati-hati berbicara soal isu sensitif Rohingya.
Walaupun sekarang secara de facto Partai Aung San Suu Kyi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangkan Pemilu, namun Junta Militer masih sangat berkuasa. Masyarakat Muslim di Yangon secara umum tak mau terlibat dengan apa yang terjadi di Rakhine.
Sementara masyarakat Myanmar yang beragama Budha umumnya mendukung sikap pemerintah soal Rohingya. Mereka meyakini operasi militer di Rakhine State bertujuan untuk memerangi para teroris. Seperti apa yang ditulis media lokal di sana.
Pantauan merdeka.com. poster Biksu Wirathu, pemimpin kelompok garis keras 969 yang anti-Islam juga terlihat terpampang di beberapa sudut kota Myanmar.
Mereka juga meyakini warga keturunan Bengali yang tinggal di Rakhine adalah pendatang ilegal yang tiba saat masa kolonial Inggris. Karena itu istilah Rohingya tak digunakan di Myanmar. Yang dipakai adalah 'Orang Bengali', atau 'Orang Muslim'.
Etnis yang sebenarnya sama dengan para saudagar yang dulu membangun masjid dan komunitas Muslim di Yangon ratusan tahun lalu.
Tak cuma di Yangon yang pernah jadi ibu kota Myanmar, Islam pun punya sejarah panjang di Rakhine yang dulu dikenal sebagai Arakan.
Saat itu penguasa Arakan diserang kerajaan Ava. Raja Narameikhla lari ke Kesultanan Bengal untuk mencari suaka tahun 1404. Dia hidup dalam perlindungan Sultan Bengal selama 24 tahun.
Tahun 1430, Raja Narameikhla yang didukung tentara Kesultanan Bengal berhasil merebut kembali negaranya. Dia kembali bertahta di sana. Raja juga mengizinkan tentara Islam itu menetap di Arakan. Mereka kemudian membangun pemukiman dan masjid di sana.
Kerajaan Arakan pun menjadi bagian dari Kesultanan Bengal. Mereka menggunakan mata uang Dirham milik kesultanan. Bahkan raja-rajanya pun mendapat gelar Sultan, meskipun mereka beragama Budha. Gaya pakaian mereka pun mengikuti dinasti Mughal, seperti yang dipakai orang Bengali.
Kerajaan Arakan bertahan 300 tahun lebih sebelum ditaklukkan Dinasti Konbaung dari Burma tahun 1784.
Raja-raja dinasti ini terkesan dengan keberanian dan kemampuan pasukan Islam. Mereka merekrut kembali pasukan kerajaan Arakan yang mereka taklukkan. Sampai kebanyakan pengawal pribadi raja adalah orang-orang yang beragama Islam.
Ada juga pengadilan dan hukum negara yang memutuskan bagaimana jika orang Islam dan orang Budha bersengketa.
Semasa Inggris menjajah Myanmar, mereka mendorong migrasi besar-besaran warga Bengali ke Rakhine untuk bekerja sebagai buruh tani. Jumlah populasi Muslim meningkat dari 58.000 orang tahun 1872 menjadi 176.000 pada tahun 1942.
Pada masa ini mulai muncul bibit-bibit ketegangan antara kaum Rohingya dengan mayoritas warga Burma asli yang mengaku ras Sino-Tibet.
Nasib orang Bengali Muslim di Myanmar makin memburuk sejak Burma merdeka dari Inggris tahun 1948. Sebagi kaum minoritas, kekerasan sering menimpa kaum Rohingya. Mereka dituduh dekat dengan Inggris yang dulu menjajah mereka. Permasalahannya tak cuma agama, tetapi ekonomi, sosial dan kebencian akan etnis Rohingya yang Indo-Aryan.
Mimpi buruk itu makin mencekam saat militer merebut kekuasaan tahun 1962. Diskriminasi pada kaum minoritas makin kencang. tahun 1982 Junta Militer menerbitkan Undang-undang kewarganegaraan baru, Rohingya tak diakui sebagai satu dari 135 kelompok etnis di Myanmar. Sebagian besar orang-orang Rohingya pun kehilangan kewarganegaraan.
Junta militer menuding warga Rohingya bukanlah penduduk asli Myanmar. Mereka baru datang setelah penjajahan Inggris atau kemerdekaan Myanmar.
Hak-hak mereka untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan kehidupan yang layak dibatasi. Sementara ketidakadilan di bidang hukum, politik dan ekonomi terus terjadi.
Tahun 2012 lalu kerusuhan pecah di Rakhine. Ratusan orang tewas sementara ribuan rumah warga Rohingya dibakar. Mereka terpaksa tinggal di pengungsian kumuh sementara ribuan lain melarikan diri ke luar negeri, termasuk Indonesia. Situasi yang buruk ini dimanfaatkan Jenderal Min Aung Hlaing untuk memberlakukan darurat militer.
Puncak teror militer Myanmar terjadi bulan Agustus 2016. Mereka melancarkan operasi tempur di Rakhine dengan dalih memburu gerilyawan Arakan Salvation Army atau Arsa yang menewaskan penjaga perbatasan. Namun operasi itu berubah menjadi genosida untuk warga etnis Rohingya.
Organisasi Dokter Lintas Batas atau Médecins Sans Frontières (MSF) mengungkapkan sedikitnya 9.000 warga Muslim Rohingya tewas dalam periode antara 25 Agustus sampai 24 September.
Dalam laporan sama juga terungkap 71 persen atau 6.700 orang di antaranya kehilangan nyawa akibat mengalami kekerasan di Negara Bagian Rakhine. Data tersebut didapat berdasarkan wawancara dengan pengungsi yang terdampar di Bangladesh.
Arus pengungsi mengalir deras ke Bangladesh. Jumlahnya sudah mendekati satu juta orang. Terpaksa hidup dalam kamp-kamp kumuh di pesisir Cox's Bazar.
Tentara memasang ranjau darat untuk mencegah kaum Rohingya kembali ke kampung halaman mereka. Seorang pengungsi mengaku dipaksa melepas kewarganegaraan mereka dan lari ke Bangladesh atau dibunuh.
Desakkan dunia internasional gagal membuat militer Myanmar menghentikan genosida di Rakhine. Bumi Arakan pun semerah darah. (mdk/ian)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Baca SelengkapnyaMasjid tersebut kabarnya tak pernah menjadi sasaran penghancuran, atau penyerangan dari pasukan militer Belanda maupun pendudukan Jepang.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini jadi salah satu tanda kemurahan hati Prabu Siliwangi, sehingga rakyat boleh meninggalkan agama yang sebelumnya menjadi mayoritas di tanah Sunda.
Baca SelengkapnyaMasjid itu menjadi saksi bisu pembebasan Irian Barat pada tahun 1960.
Baca SelengkapnyaDi Kota Medan terdapat masjid berusia ratusan tahun yang hingga kini masih berdiri kokoh.
Baca SelengkapnyaMasjid itu sudah eksis bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Baca SelengkapnyaMasjid ini berdiri pada 1618 di atas tanah seluas 33.875 meter persegi pada puncak kejayaan Sultan Iskandar Muda.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Baca SelengkapnyaKonon, di titik inilah peradaban Islam pertama kali muncul dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat setempat.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menawarkan daya tarik arsitektur kuno dan percampuran budaya Jawa dengan Sunda
Baca SelengkapnyaMasjid ini dulu sering mengadakan pengajian sebagai salah satu cara melawan kolonial Belanda.
Baca Selengkapnya