Ismail Fajrie Alatas (1): Habib dan kiai juga butuh duit
Merdeka.com - Bukan rahasia umum lagi jika para habib di Jakarta, dengan basis jamaah pengajian besar, dekat dengan siapa saja, mulai masyarakat biasa, pengusaha, politisi, pejabat tingkat kota, provinsi, hingga penguasa negeri ini. Misalnya, Majelis Habib Ali Alhabsyi di Kwitang, Jakarta Pusat, dikenal dekat dengan Partai Golongan Karya dan penguasa Orde Baru. Majelis Rasullullah yang diasuh Habib Mundzir bin Fuad Almusawa pernah mengundang calon presiden Jusuf Kalla. Majelis Shalawat dan Zikir Nurul Musthofa yang dipimpin Habib Hasan bin Ja’far Assegaf menggaet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Seorang pengurus sekretariat Majelis Rasulullah, Wahyu, menolak pengajiannya dianggap memiliki afiliasi politik kepada partai tertentu. ”Sampai sekarang kami tidak ada urusan dengan partai politik,” kata dia, dua pekan lalu.
Abdulrahman, orang yang dituakan dalam sekretariat majelis Nurul Musthofa, memilih berkomentar lebih terbuka.”Mereka (politisi) memang sering datang ke pengajian. Silakan datang saja, kalau pengen ikut bershalawat.”
-
Apa itu politik uang? Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
-
Bagaimana pengaruh politik uang? Politik uang memengaruhi hasil pemilu dengan beberapa cara, antara lain: Merusak integritas demokrasi: Politik uang merusak integritas pemilihan umum dan mencederai prinsip demokrasi yang adil dan transparan. Kandidat atau partai politik yang menggunakan politik uang untuk memenangkan pemilihan dapat memperoleh keuntungan tidak adil dan mengorbankan kepentingan rakyat.
-
Gimana uang bisa mempengaruhi Pemilu? Ia menyebut bahwa calon legislatif (caleg) yang memiliki sumber daya finansial yang cukup seringkali tidak perlu melakukan kampanye secara aktif, karena ancaman uang sudah cukup kuat untuk mempengaruhi hasil pemilihan.
-
Siapa yang disebut mendapat tawaran uang? Uang bernilai fantastis itu disebut agar Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mundur dari posisinya selaku calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan.
-
Apa itu konversi suara di Pemilu? Dalam pemilihan legislatif, konversi suara digunakan untuk mengonversi perolehan suara partai politik menjadi jumlah perolehan kursi legislatif.
-
Apa itu sedekah? 'Kita tak akan pernah merasa hidup menjadi manusia jika tak pernah merasakan berbagi. Bagikan segala yang kau punya.'
Menurut pemerhati diaspora orang-orang Hadrami di Asia Tenggara, Ismail Fajrie Alatas, sejarawan sekaligus kandidat doktor di University of Michigan, Amerika Serikat, hubungan politisi atau penguasa dengan habaib atau kiai dan ulama itu simbiosis yang mutualisme atau hubungan saling menguntungkan.”Yang saya tahu, para kiai besar, habib-habib besar, yang memiliki massa besar, selalu seperti itu. Mungkin jual beli suara nggak terlalu eksplisit. Tapi artinya politisi pasti ngasih uang, untuk ini dan itu,” ujarnya.
Kepada Muhammad Taufik dari merdeka.com yang menemui dia seusai mengajar di Universitas Indonesia, kemarin, Ismail menjelaskan soal itu. Berikut penuturannya:
Menurut Anda, para habib memiliki afiliasi terhadap partai politik tertentu?
Saya rasa mereka tidak berpolitik secara total, membawa majelis-majelis ini ke ranah politik. Tapi sebagai individu, mereka tetap punya hak berpolitik. Hanya cara-caranya, misalnya Habib Mundzir, saat pemilihan gubernur DKI lalu. Salah satu calonnyaFauzi Bowo, dikenal orang Nahdhatul Ulama, deket dengan habaib, deket dengan ulama, dari kecil mengaji di Kwitang. Calon lainnya, Adang Darajatun, yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mundzir tidak bisa bilang nyoblos sana. Mundzir mengatakan, ”Coba nanti kalau milih gubernur, cobloslah yang senang maulid, jangan coblos seseorang yang tidak senang bermaulid." Itu isyarat besar. Padahal, kakaknya pengurus tinggi PKS.
Apakah ada gejala habaib mendekati penguasa untuk sebuah kepentingan tertentu?
Ya, mungkin saja. Sekarang misalnya, mereka (habaib) di suruh ngajar seperti itu, terus mereka dapat duit dari mana? Ya kan? Emangnya ada wakaf dari negara untuk ustad-ustad atau habib-habib itu. Kan nggak ada. Dengan demikian, mereka juga harus cari mata pencarian juga. Ini kan untuk membantu keuangan. Misalnya, untuk menghidupkan majelis, dijual poster, kalender, jaket, CD. Nah, ini membantu juga keuangan.
Bagaimana soal jual-beli suara?
Saya tidak tahu apakah dua majelis ini (Majelis Rasulullah dan Nurul Musthofa) ada atau tidak. Tapi yang saya tahu para kiai besar, habib-habib besar, yang memiliki massa besar selalu seperti itu. Mungkin jual-beli suara, tapi tidak terlalu eksplisit. Tapi artinya politisi pasti ngasih uang, untuk ini. Ya kan dia juga harus mengelola masyarakatnya. Ini kan hubungan patronase. Dia (para habib) juga perlu duit untuk membikin majelis maulid. Memberi makan orang segitu banyak, duitnya dari mana? Ya dari politikus, dari penguasa besar. Politikus dan Penguasa besar bisa duduk di panggung menjadi kapital. Ini simbiosis mutualistis, saling menguntungkan. Politikus butuh visibility (pandangan) dari habaib. Tapi untuk mendapat visibility itu kan butuh duit. Misalnya, untuk masak kambingnya dan lain-lain.
Apakah dengan mendekat ke penguasa atau politisi, keberadaan atau kepentingan habib dan majelis aman?
Tradisinya, kiai-kiai besar, habib-habib besar seperti itu. Tapi mereka tidak butuh politikus untuk menjalankan kepentingan, justru politikus butuh mereka karena mereka punya massa, sehingga didekati oleh politisi.
Apakah Anda melihat majelis taklim di Jakarta sudah dipakai sebagai kendaraan politik? Misalnya saat kehadiran Jusuf Kalla ke Majelis Rasullulah dan Presiden di Nurul Musthofa.
Tidak seeksplisit itu juga. Kalau JK (Jusuf Kalla) datang ke MR (Majelis Rasulullah) dan SBY datang ke NM (Nurul Musthofa), itu haknya siapa saja untuk hadir. Itu majelis umum. Kalau sebagai kepala negara atau menteri datang, pasti dikasih waktu bicara. Itu bagian dari ulil amri. Siapapun datang pasti diterima. Mundzir dan Hasan saya rasa tidak tertarik menggunakan organisasinya untuk kepentingan politik. Tapi pilihan politik perseorangan itu biasa. Misalnya, Mundzir pilih gubernur yang suka maulid, itu kan persoalan preferensi.
Biodata
Nama : Ismail Fajrie Alatas
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 18 September 1983
Alamat : Jalan Kenanga Terusan, Kav 10 Nomor 2, Jeruk Purut
Pendidikan:
1. Sekolah Menengah Pertama Al-Ikhlas, Jakarta
2. Sekolah Menengah Atas Khalid Islamic College of Victoria, Australia
3. S1 (Sejarah) University of Melbourne, Australia
4. S2 (Sejarah) National University of Singapore
5. S3 (Sejarah dan Antropologi) University of Michigan, Amerika Serikat (masih proses) (mdk/fas)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cak Imin menceritakan ada seorang kiai diberikan uang miliaran rupiah untuk mendukung salah satu pasangan capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaNamun, para kiai tetap bergerak untuk membantu pemenangan Anies-Muhaimin.
Baca SelengkapnyaIkhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.
Baca Selengkapnya"Kalau dalam agama itu hukumnya haram, karena serangan fajar bagian dari money politics."
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Hugua mengusulkan, agar money politics dilegalkan dengan batasan tertentu di Peraturan KPU pencalonan di Pilkada
Baca SelengkapnyaUang perahu ini akan banyak ditemukan menjelang pemilu.
Baca SelengkapnyaUsul itu diajukan saat Komisi II rapat bareng Komisi Pemilihan Umum (KPU) di DPR
Baca SelengkapnyaPakar Hukum Tata Refly Harun mengatakan alasan Pilkada, Pileg, hingga Pilpres mahal karena pertemuan calon dengan pemilih membutuhkan biaya.
Baca SelengkapnyaJika ditekan seseorang untuk memilih nama-nama tertentu, dia pun menyarankan untuk di-iyakan saja. Tetapi pada hari H nanti, silakan memilih sesuai hari nurani.
Baca SelengkapnyaPolitik uang dalam pemilu adalah sebuah praktik yang melanggar aturan pemilu, di mana calon atau tim kampanye memberikan uang kepada pemilih.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Mahfud juga pernah dibuat geleng-geleng kepala akan praktik korupsi di tanah air yang sudah parah.
Baca SelengkapnyaAdi menilai, bisa saja nantinya AMIN memulihkan status FPI yang sempat dibubarkan
Baca Selengkapnya