Jokowi Terancam Ditinggal Sendirian
Merdeka.com - Berkemeja batik gelap, Presiden Joko Widodo menerima tamu para ketua umum partai politik pendukung pemerintah, Rabu 25 Agustus 2021. Presiden duduk sejajar Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Pertemuan dimulai pukul 15.00 WIB. Berakhir setelah jamuan makan malam. Dalam pertemuan, pria yang akrab disapa Jokowi memaparkan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia. Terlihat dari layar besar di sejumlah sisi ruangan. Grafik kasus harian Covid-19 di Tanah Air. Jokowi juga mengungkap kepercayaan pasar terhadap pemerintah terus meningkat.
Ini adalah pertemuan pertama setelah lebih dari setahun. Pertemuan terakhir Jokowi dan ketum parpol pendukungnya dilakukan pada 14 Januari 2020. Agenda pertemuan saat itu membahas Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dan pemindahan ibu kota.
-
Kenapa hubungan Jokowi dan PDIP merenggang? Diketahui, hubungan Jokowi dengan partai Pimpinan Megawati Soekarnoputri itu merenggang saat keduanya beda pilihan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa Ajudan Presiden Jokowi? Kapten Infanteri Mat Sony Misturi saat ini tengah menjabat sebagai ajudan Presiden Joko Widodo.
-
Apa yang dibicarakan Jokowi dengan PKB? Menurut dia, Jokowi memuji raihan suara PKB dalam Pileg 2024.
-
Kenapa Jokowi tidak ikut campur dalam kabinet? 'Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabaotan 20 Oktober 2024,' kata Ari kepada wartawan, Senin (25/3).
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pertemuan kali ini terjadi di tengah kabar angin mengenai keretakan dalam tubuh parpol koalisi. Sumber merdeka.com di Istana Negara tak banyak memberi gambaran. Hanya mengakui hubungan partai koalisi Jokowi-Ma’ruf sedang tidak baik-baik saja. Khususnya terhadap NasDem yang dianggap terlalu dekat dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Maka dari itu sekarang dieratkan lagi," jelas sumber tersebut saat berbincang dengan merdeka.com, akhir pekan lalu.
Di ruang pertemuan, Ketum NasDem Surya Paloh duduk berseberangan dengan Megawati yang didampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Di sisi kanan presiden, Ketum Gerindra Prabowo Subianto. Di sisi kiri, Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar.
Saling berhadapan Ketum PPP Suharso Monoarfa dan anggota koalisi baru, Ketum PAN Zulkifli Hasan. Di belakang kursi para Ketum, sekjen partai pendukung turut mengawal pertemuan tersebut.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tak ambil pusing dengan isu yang beredar. Bagi Hasto, hubungan koalisi parpol pemerintah tetap harmonis. "Kalau itu hanya isu politik. Terbukti keputusan di DPR sangat solid dukung penuh Pemerintah Presiden Jokowi," kata Hasto saat dihubungi.
Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin juga meluruskan isu tersebut. Hubungan Jokowi dan parpol koalisi diyakini masih mesra. Pertemuan juga tidak menyinggung isu parpol yang mulai tak seirama dengan Kepala Negara. "Tidak ada, tidak ada satu materi itu," kata Ali.
Sekjen Partai NasDem, Johny G Plate juga menepis isu parpol tak akur. Dengan memberi gambaran, pertemuan berlangsung akrab. Seluruh ketua umum menyampaikan pendapat dan saran kepada Presiden Jokowi. Hubungan yang renggang dianggap sebagai isu liar. "Makin solid," kata Johnny.
Meski membantah tidak stabilnya hubungan parpol koalisi, Waketum PKB Jazilul Fawaid berharap, pertemuan Presiden dengan para ketum partai melahirkan evaluasi untuk hubungan yang lebih baik. Apalagi, sudah terlalu lama para petinggi koalisi tak bertatap muka.
"Saya berharap pertemuan elite koalisi parpol itu memperbaharui hubungan-hubungan yang ada di dalam koalisi," jelas Jazilul.
Terancam Ditinggal Sendirian
Isu parpol koalisi mulai berjarak bukan tanpa sebab. Belakangan, ada ketum parpol koalisi kerap mengeluarkan sikap politik bernada sumbang terhadap kinerja pemerintah. Misalnya saja Ketum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Cak Imin menyebut Indonesia tak berdaya menghadapi Covid-19 karena obat dan vaksin bergantung pada negara lain. Ditambah, kebijakan harga rapid test, swab test, dan PCR yang berubah-ubah. Dia juga menganggap pemerintah tak melibatkan banyak pihak sejak awal dalam menghadapi pandemi.
Tak cuma Cak Imin, Ketum NasDem Surya Paloh pun menyentil pemerintah. Khususnya soal target vaksinasi satu juta orang dalam sehari. Kenyataannya malah jauh di bawah target. Paloh tak segan mendesak pemerintah mengakui jika tak mampu mengejar target vaksinasi. Apabila mampu, Paloh meminta pembuktian.
Politikus NasDem, Willy Aditya menjelaskan, pidato Surya Paloh jangan diambil dari satu perspektif. Dalam pidato itu, sang Ketum NasDem juga mengajak semua pihak membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19. Kalaupun ada kritik, hal wajar dalam sistem demokrasi.
"Karena dalam kenyataannya memang ada kekurangan di sana sini, tidak mungkin sempurna juga. Tetapi itu wajar dan biasa saja," jelas Willy.
Sejarah mencatat, parpol koalisi pemerintah yang justru keras terhadap kebijakan penguasa terjadi di era Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jelang lengser, partai-partai pendukung justru punya sikap berseberangan dengan pemerintahan.
Akhir 2009, Golkar dan PKS yang menjadi bagian kekuasaan mendukung angket Bank Century. Pada 2012-2013, lagi-lagi PKS dan Golkar menolak usulan Demokrat yang akan mengambil kebijakan non populis menaikan harga BBM. Jelang Pemilu 2014, giliran sejumlah tokoh PAN mulai mengkritik SBY. Bahkan PAN juga pernah mengatakan Presiden SBY kehilangan wibawa sebagai pimpinan koalisi.
Bagi Pemerhati Politik, Rustam Ibrahim, Jokowi terancam ditinggal partai koalisi. Tahun depan, parpol koalisi mulai pasang kuda-kuda demi agenda Pemilu 2024. Saat itulah, Jokowi akan berdiri sendirian.
"Paling satu tahun ke depan atau sampai 2023. Setelah itu Jokowi akan mulai kesepian ditinggalkan partai-partai koalisinya yang akan sibuk dengan Pilpres dan Pileg 2024," kata Rustam, mantan Direktur LP3ES itu.
Belakangan, parpol koalisi di Senayan mulai lantang. Mereka tak ragu melempar kritik pada pemerintah. Ketua DPR Puan Maharani beberapa kali melontarkan kritikan. Misalnya saja saat meminta pemerintah menerapkan aturan yang jelas dalam penanganan pandemi Covid-19. Itu disampaikan Puan dalam Sidang bersama DPR-DPD 2021 pada 16 Agutus 2021. Teranyar, Ketua DPP PDIP ini mengkritik kebocoran data yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Seorang anggota DPR dari Fraksi PDIP melihat kondisi politik belakangan ini. Lebih baik memposisikan diri sebagai oposisi di parlemen. Memilih jalan mengkritik kebijakan eksekutif. Jika hanya menjadi tameng atas kinerja pemerintah, dikhawatirkan berdampak pada tergerusnya suara partai di Pemilu 2024. Mengingat turunnya kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Survei memotret itu. Tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi memang terus merosot. Survei Indikator Politik misalnya. Memotret survei kepuasan tertinggi kepada Presiden Jokowi pada Februari 2019 sebesar 72 persen. Setelah itu terus merosot dari bulan ke bulan hingga level terendah pada Juli 2021 hanya sebesar 59 persen.
Survei Charta Politika terbaru, kepuasan terhadap kinerja pemerintah Jokowi-Ma’ruf terus menurun. Sementara responden yang merasa tidak puas, semakin bertambah banyak. Responden yang puas terhadap kinerja pemerintah pada Maret 2021 di angka 65,3 persen. Lalu turun pada Juli 2021 menjadi 62,4 persen. Sementara responden yang tak puas justru naik.Pada Maret 2021 hanya 21,2 persen, naik drastis pada Juli 2021 menjadi 34,1 persen.
survei charta politika soal tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah Jokowi-Ma'ruf©2021 Merdeka.com/charta politikaPolitikus PDIP Junimart Girsang memberi penjelasan. Wajar jika anggota DPR mengkritisi pemerintah. Meskipun anggota DPR itu berasal dari golongan parpol koalisi. Menurutnya, terminologi mengkritik dan mengkritisi harus dibedakan. Sikap politik Puan dan politikus PDIP di parlemen bagian dari mengkritisi. Puan memberikan ‘warning’ kepada Jokowi.
Mengkritisi menjadi bagian dari fungsi kontrol DPR atas kebijakan pemerintah. Bukan soal tidak setuju dengan kebijakan atau program pemerintah.
"Bukan mengkritik. Mengkritisi, mengawal segala kebijakan pemerintah supaya tepat sasaran, tepat guna. Bukan berarti kita mengkritisi kita tidak setuju. Supaya presiden kita ini betul-betul bisa mengontrol kabinetnya," kata Junimart.
Sikap politik Puan Maharani yang mulai terbuka mengkritik pemerintah Jokowi menjadi bahan perbincangan. Pemerhati politik sekaligus mantan Direktur LP3ES Rustam Ibrahim menilai, sebagai politisi parpol penguasa, Puan seharusnya tidak melakukan kritik. Melainkan mengawal kebijakan pemerintah Jokowi.
Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) Emmanuel Ebenezer menyinggung etika dalam politik. Puan adalah bagian dari partai pendukung pemerintah. Seharusnya tidak mengedepankan ego politiknya. "Cari di mana ketua parlemen yang partainya pendukung kekuasaan di negara mana pun mengkritik pemerintahannya sendiri, tidak ada," kata pria akrab disapa Noel ini.
Secara psikologi politik, kritik yang belakangan dilontarkan politikus parpol koalisi cukup mengganggu Presiden Jokowi.
"Coba bayangkan partai-partai koalisinya justru kritis terhadap Presiden, justru kritis terhadap wacana yang muncul dari pemerintah," ujar Pengamat politik Adi Prayitno.
Dia meyakini, internal koalisi pemerintah tinggal nunggu waktu. Pada akhirnya bergejolak dan berdinamika satu sama lain karena kepentingan politik bertabrakan. Kondisi itu bisa terjadi karena kepentingan politik jangka panjang.
Saat ini, masing-masing partai masih menahan syahwat politiknya. Ke depannya, jika sudah bicara untung rugi dalam Pemilu 2024, partai akan bermanuver. "Sekalipun itu harus mengkritik Presiden."
Bagi Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin, parpol pendukung tidak perlu disalahkan jika mengkritik pemerintahan Jokowi. Kritik yang disampaikan Puan Maharani, Cak Imin dan Surya Paloh, dipandang sebagai bagian dari demokrasi. "Sistem demokrasi itu adalah cek and balance, itu adalah normal," tegas Ali Ngabalin.
Sikap politik PDIP di parlemen belakangan ini justru diapresiasi. Cara tersebut menunjukkan otonomi DPR RI. Sikap kritis diperlukan untuk mengingatkan pemerintah agar berkinerja lebih baik. Langkah PDIP ini justru harus diwaspadai PKS dan Demokrat yang terang-terangan berada di luar pemerintahan. Sikap kritis bisa menguntungkan PDIP. Partai berlambang banteng moncong putih ini dinilai memerankan fungsi kontrol terhadap pemerintah, terhadap presiden. Meskipun Presiden berasal dari partainya.
"Yang rugi partai oposisi. Karena klaim politiknya sebagai penyeimbang justru diambil PDIP," kata Peneliti SMRC Sirojuddin Abbas.
Parpol Pendukung Pemerintah Melorot
Partai Golkar menyadari kesetiaan mengawal pemerintah membuat elektabilitas partai pendukung melorot. Kondisi ini sejalan dengan turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah, dari analisis beberapa lembaga survei. Elektabilitas Golkar menurun berdasarkan survei Charta Politika Indonesia. Golkar yang pada Pemilu 2019 mendapatkan kursi terbanyak kedua, kini elektabilitasnya hanya 6,6 persen. Turun dari survei sebelumnya di angka 7,8 persen.
Ketua DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily punya penilaian sendiri. Dia mengatakan, survei dilakukan pada saat PPKM Darurat. Pengetatan aktivitas publik menyebabkan ekonomi masyarakat terganggu sehingga terjadi penurunan kepercayaan publik terhadap Presiden Joko Widodo.
"Partai-partai yang selama ini diasosiasikan sebagai pendukung kuat pemerintah ikut terkena imbasnya. Buktinya, menurut Charta Politika bukan hanya Golkar yang turun, tapi PDI Perjuangan dan NasDem juga turun," jelas Ace pada 8 Agustus lalu.
Kebijakan pemerintah Jokowi-Ma’ruf yang sulit diterima masyarakat, ikut mempengaruhi elektoral para parpol pendukungnya. Hal itu merupakan wajar. PDIP paling terkena dampaknya. Sebab diasosiasi dengan pemerintahan Jokowi. Ditambah, Jokowi adalah kader PDIP.
Sementara parpol pendukung lainnya seperti Golkar dan PKB, ikut terdampak. Tapi tidak turun besar seperti yang dirasakan PDIP.
"Apakah ada dampaknya terhadap partai politik, ada. Itu tadi kita tampilkan di bagian akhir dampaknya terlihat memang paling besar yang terdampak penurunan approval rating presiden adalah PDI Perjuangan," jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.
Di sisi lain, elektoral partai oposisi meningkat. Misalnya, Demokrat meningkat dari 7 persen di bulan April jadi 9 persen. PKS sedikit meningkat.
"Mungkin Demokrat sangat kritis sekali mungkin banyak efeknya. Poin saya, itu sesuatu yang dinamis harus kita potret," ujar Burhanuddin.
Penulis: Intan Umbari Prihatin, Genantan Kusuma, Ahda Bayhaqi, Ronald Chaniago, Wilfridus Setu Embu, Randy Firdaus.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hasan pun menilai wajar bila presiden ditinggalkan jelang akhir masa jabatan.
Baca SelengkapnyaKoordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana meluruskan kabar tersebut.
Baca SelengkapnyaJokowi ternyata sempat bertemu dengan para ketua umum partai politik pendukungnya
Baca SelengkapnyaPDIP tidak mengundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke HUT PDIP.
Baca SelengkapnyaJokowi beralasan, fokusnya bekerja saat ini juga dilandasi kekhawatiran situasi global yang tidak menentu.
Baca SelengkapnyaPrediksi itu diperkuat karena kehadiran Presiden Jokowi dan ditambah dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca SelengkapnyaPDIP membocorkan sejumlah menteri telah melapor ke Megawati untuk mundur dari kabinet.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menanggapi santai kabar ingin merebut kursi Ketua Umum PDIP, yang masih diemban Megawati Soekarnoputri
Baca SelengkapnyaKemarin, Jokowi sempat menyinggung ada pihak yang meninggalkannya jelang purna tugas.
Baca SelengkapnyaBudi Arie menyampaikan hubungan Jokowi dengan partai-partai pendukungnya juga tetap berjalan baik.
Baca SelengkapnyaKabar tersebut dihembuskan politikus Partai Gelora Fahri Hamzah
Baca SelengkapnyaNamun pemberian partai berlambang banteng itu ditinggalkan Jokowi dan keluarga.
Baca Selengkapnya