Jubir KSP: Reaksi Penolakan Perpres Miras Tak Diprediksi Sejak Awal
Merdeka.com - Setelah banyak mendapat desakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mencabut lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 terkait investasi minuman keras. Dorongan untuk mencabut aturan itu banyak berasal dari ormas Islam besar di Indonesia. Mulai dari MUI, NU, Muhammadiyah, serta masukan dari provinsi dan daerah-daerah.
Dalam aturan tersebut, tadinya Presiden Jokowi sudah menunjuk empat wilayah yang dijadikan tempat investasi. Di antaranya Bali, NTT, Papua dan Sulawesi Utara. Pemilihan empat wilayah itu dikarenakan di sana sudah lama memiliki produksi minuman keras lokal.
Rencana tersebut sempat memunculkan polemik. Presiden Jokowi dinilai tidak memikirkan matang-matang sebelum menyetujui aturan investasi miras di dalam Perpres. Meskipun akhirnya dicabut.
-
Kenapa menteri Jokowi korupsi? Di mana para menteri yang terjerat korupsi adalah kader partai pendukung pemerintah.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Bagaimana modus korupsi menteri Jokowi? Mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham terjerat kasus suap terkait proyek PLTU Riau-1.
-
Kapan menteri Jokowi korupsi? Ia pun divonis 3 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta.
-
Siapa menteri Jokowi yang terlibat korupsi? Para Menteri Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi Dua periode pemerintahan Presiden Jokowi setidaknya ada bebarapa menteri yang terjerat kasus korupsi.
-
Kasus korupsi apa yang dilakukan menteri Jokowi? Mantan Menpora Imam Nahrawi Terbukti menerima suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran (TA) 2018
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian, dalam wawancara dengan jurnalis merdeka.com Ronald Chaniago pada Rabu, 3 Maret 2021, menyebut beragam penolakan terkait investasi miras merupakan hal wajar. Dia merasa ini sebagai dinamika dan menunjukkan bahwa Indonesia negara yang menjunjung tinggi demokrasi.
Berikut petikan lengkap wawancara dengan Donny Gahral Adian:
Bisa diceritakan bagaimana Presiden Joko Widodo sempat setuju dengan lampiran Peraturan Presiden Nomor 10/2021 terkait investasi miras?
Saya kira proses susun peraturan yang biasa. Disusun oleh ada kementerian teknis yang memberikan soal masukkan, saya kira biasa. Jadi prosesnya sesuai dengan mekanisme pembuatan peraturan presiden.
Tapi memang kan ada reaksi. Presiden sungguh-sungguh mendengar aspirasi dari umat, dan akhirnya memutuskan untuk mencabut lampiran dalam Perpres penanaman modal itu dan mengenai investasi minuman beralkohol. Jadi saya kira ini dinamika kebijakan biasa bahwa setiap kebijakan pasti menuai pro dan kontra.
Dalam arti presiden sungguh-sungguh, pemerintah sebagai institusi benar-benar mengakomodasi aspirasi suara-suara dari publik, umat. Tapi proses penyusunan biasa saja dengan berbagai pertimbangan seperti itu.
Tapi kan ini dari satu dari sekian banyak peraturan presiden yang sudah dikeluarkan, tapi ini kebetulan ada respon kurang positif begitu. Tapi peraturan presiden lainnya mungkin ratusan tidak ada masalah.
Apakah sejauh ini hanya tentang investasi miras saja yang menuai pro kontra dari Perpres tersebut?
Iya, dan ini pasti terjadi di semua pemerintah. Ada peraturan presiden instruksi presiden, keputusan presiden yang kemudian mendapatkan reaksi negatif dari publik.
Tapi ini membuktikan bahwa demokrasi kita berjalan bahwa publik berpartisipasi dalam keputusan kebijakan dan presiden menempatkan sebagai sosok yang mau mendengar dan mengakomodasi partisipasi publik.
Sejauh apa keterlibatan masyarakat dalam pembahasan lampiran Perpres investasi miras?
Ya pasti ada keterlibatan, tapi ini kan dinamika. Dinamika tidak bisa dipresdiksi. Jadi pembuatan pasti melibatkan publik melibatkan stakeholder, tapi kan dari sekian puluh peraturan presiden, ini satu yang kebetulan ada reaksi. Jadi biasa saja ya pasti dalam kebijakan ada dinamika.
Dinamika ini tidak mungkin bisa diprediksi sejak awal, kita sedang ingin membuat peraturan, menurut pemerintah sudah paling optimal tapi publik bersuara lain, jadi saya kira ini masukkan yang baik dari publik akhirnya pemerintah atau presiden memutuskan untuk mencabut lampiran perpres (investasi miras) itu.
Bisa dijelaskan seperti seperti apa masukan dari para ulama maupun ormas kepada Presiden Jokowi?
Tentu saja para ulama dari MUI, Muhammadiyah, NU dan ormas islam lain ya menginginkan agar peredaran minuman alkohol itu dikendalikan secara ketat.
Kan kita tahu bahwa negara kita kan mayoritas muslim, dan memang diharamkan. Jadi perlu ada persyaratan yang ketat dan pembatasan yang cukup ketat, saya kira itu masukkan yang baik dan presiden mendengarkan itu.
Bisa diceritakan bagaimana pembahasan di Istana terkait lampiran Perpres investasi miras itu?
Lampiran itu kan ada penanaman modal untuk industri beralkohol diperbolehkan di beberapa daerah saja. Di empat provinsi itu (Bali, NTT, Papua dan Sulawesi Utara) yang sebenarnya perpres penanaman modal.
Cuma kan begitu mendapatkan respon kurang positif, kemudian dicabut bahwa ya perlu ada perhatian khusus ya tentang minuman beralkohol ini di indonesia demi generasi muda kita. Demi prinsip-prinsip yang dipegang mayoritas penduduk kita beragama Islam.
Ekonomi Indonesia memang lumayan terpuruk selama pandemi Covid-19. Sebenarnya seberapa besar investasi miras itu bisa mendorong perekonomian tanah air?
Kalau detailnya kurang tahu. Tetapi saya kira dengan, misalnya industri tembakau, itu (miras) masih di bawah. Sebagai penyumbang terbesar masih tembakau. Ditambah makanan dan minuman dan sebagainya.
Kalau minuman beralkohol saya tidak tahu persis, tetapi ya saya kira itu masih di bawah industri-industri yang masih menjadi primadona dalam penerimaan negara.
Dalam lampiran Perpres investasi miras menyebut ada empat wilayah, yakni Bali, NTT, Sulut dan Papua. Apa latar belakang pemerintah waktu itu memilih empat wilayah ini?
Karena memang wilayah-wilayah itu punya kearifan lokal dalam membuat minuman beralkohol. Tanpa regulasi, apa namanya, kita tahu bahwa konsumsi minuman beralkohol yang tidak resmi itu bisa membahayakan keselamatan dan lain sebagainya.
Kemudian empat wilayah itu kebetulan wilayah yang punya kearifan lokal terkait minuman beralkohol, tetapi tentunya saja telah ada suara dari publik dari umat maka akhirnya dibatalkan begitu.
Apakah pemilihan ini juga terkait lantaran empat wilayah mayoritas non muslim juga?
Bukan cuma itu sih. Tetapi juga mereka punya tradisi pembuatan. Mereka punya tradisi pembuatan minuman beralkohol berbahan baku yang ada di wilayah-wilayah tersebut.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dua putusan MK tersebut memiliki efek langsung buat kedua putra Presiden Jokowi.
Baca SelengkapnyaPutusan MK sendiri berisi perubahan ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah.
Baca SelengkapnyaWacana reshuffle kabinet muncul usai Presiden Jokowi bertemu dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Bogor.
Baca Selengkapnya"Enggak ada, pikiran saja enggak ada, masa (terbitkan Perppu Pilkada)," kata Jokowi kepada wartawan di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8).
Baca SelengkapnyaPemerintah menghormati putusan MK soal perubahan ambang batas pencalonan Pilkada 2024 dan syarat calon usia kepala daerah.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menolak menanggapi soal putusan MK mengenai persyaratan baru capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menolak menanggapi soal putusan MK mengenai persyaratan baru capres dan cawapres
Baca SelengkapnyaMasinton menyebut, Istana kaget atas putusan MK lantaran mengubah syarat usia pencalonan kepala daerah.
Baca SelengkapnyaJokowi tertawa kecil saat mendengar pertanyaan soal Kaesang yang tidak bisa dicalonkan. Dia pun meminta agar hal tersebut ditanyakan kepada putra bungsunya itu.
Baca SelengkapnyaJokowi menolak menanggapi soal putusan MK mengenai persyaratan baru capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaBatalnya RUU tersebut disahkan membuat putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep tak bisa maju pada pemilihan gubernur (Pilgub) 2024.
Baca SelengkapnyaJokowi enggan berkomentar banyak soal putusan MKMK. Ternyata ada alasan khusus kenapa Jokowi irit bicara.
Baca Selengkapnya