Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

'Kami perlu effort lebih karena bersaing dengan Facebook dan Google'

'Kami perlu effort lebih karena bersaing dengan Facebook dan Google' CCO Kaskus Andrew Darwis. ©2016 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Siapa yang tak kenal forum komunitas online terbesar di Indonesia, Kaskus. Bahkan hingga kini, Kaskus, masih menjadi ikon dari kreativitas bisnis digital Indonesia, sejak dikembangkan di Seattle, Amerika Serikat, pada 1999 dari sebuah tugas kuliah. Dengan tagline gagah, The Largest Indonesia Community, Kaskus saat ini memiliki pengguna lebih dari 28 juta dengan 8 juta pengguna aktif/member. Kebesaran Kaskus ini pula yang menarik konglomerat Djarum untuk masuk ke Kaskus pada 2011.

Namun, di tengah maraknya perusahaan/startup teknologi Indonesia yang ditandai dengan banyak situs e-commerce, terus-terang Kaskus seperti keluar dari lampu sorot bisnis digital saat ini. Nama Kaskus mulai tertutupi ikon-ikon baru, seperti Bukalapak, Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan lain-lain.

Untuk mengetahui lebih banyak soal pencapaian Kaskus di 2015 dan rencana ke depan, M Syakur Usman, Anwar Khumaini, Fauzan Jamaludin, M Lutfi Rahman, dan M Zul Atsari dari KapanLagi Network (KLN) mewawancarai Andrew Darwis, pendiri Kaskus yang kini juga menjabat sebagai Chief Community Officer/CCO di ruang kerjanya, Selasa lalu. Berikut petikannya:

Bisa dijelaskan pencapaian Kaskus selama 2015?

Pada 2015 pencapaiannya adalah Kaskus terus mengalami pertumbuhan, baik secara infrastruktur maupun bisnis. Misalnya server lebih stabil, kemudian kami merilis fitur baru, namanya Kaskus Chat, supaya pengguna jika melakukan jual-beli di Kaskus bisa lebih gampang. Kemudian Kaspay, alat pembayaran di Kaskus, yang sudah dikembangkan sejak 2011.

Namun, karena kami saat ini sudah masuk dalam kelompok usaha Djarum, maka Kaspay kami rem sedikit penggunaannya, karena group ingin layanan ini harus mengikuti aturan pemerintah. Jadi penggunaan Kaspay untuk publik saat ini dihentikan, Kaspay saat ini hanya bisa digunakan di Kaskus. Kalau melihat keinginan, kami ingin Kaspay bisa digunakan oleh semua orang, seperti Paypal. Kemudian di 2015, kami cenderung melakukan pengembangan fitur-fitur yang sudah ada saja.

Bagaimana dengan privasi data di Kaskus?

Soal privasi ini, kami benar-benar serius ya. Kalau ada orang kena tipu atau segala macam di Kaskus, sebenarnya kami memiliki privacy agreement. Jadi, kami katakan ke mereka, kami bakal melindungi data kalian. Namun, kalau sampai ada surat dari kepolisian, kejaksaan, hakim, dan institusi terkait, kami akan publish data itu. Tapi kalau misalnya ada orang datang dan mengaku kena tipu dan meminta alamat IP orang yang bersangkutan, kami tidak bakal memberikan data tersebut.

Biasanya kami menyarankan mereka untuk membuat dulu laporan resmi dari kepolisian. Masalahnya, banyak orang yang teriak-teriak kena tipu, tapi ketika diminta lapor ke pihak berwajib mereka tidak mau. Intinya, kami aktif bekerja sama melawan cyber crime.

Di sisi lain, melihat tren saat ini, banyak sekali perang e-commerce dan untungnya Kaskus bisa dibilang semacam spesies langka sehingga tidak punya pesaing. Jadi, Kaskus semacam tidak eksis begitu (sambil tertawa). Menurut versi Alexa, Kaskus ada dan tinggi. Namun giliran ranking 10 e-commerce terbaik, nama Kaskus pasti terlewat. Padahal kami juga memiliki forum jual beli (FJB), tapi memang bisnisnya tidak pure e-commerce. Makanya Kaskus dianggap bukan pesaing. Ini yang kemudian membuat kami berpikir kalau Kaskus memang kuat di komunitas. Jadi siapa saja yang mau pasang iklan bisa, termasuk pemain e-commerce seperti Blibli.com, Mataharimall.com, dan lain-lain.

Jadi monetisasinya masih kuat dari pendapatan iklan dong?

Iya, kami memiliki pendapatan iklan dari dua, yakni online dan offline. Kalau offline, kami mahir membuat event-event offline. Contohnya, satu pabrikan sepeda motor ingin membuat satu event, kemudian pihak pabrikan menilai eventnya akan sedikit yang hadir, nah Kaskus punya solusinya. Jadi pihak pabrikan bisa bekerja sama dengan kami untuk mengerahkan massa. Sebab kami bisa melakukan tracking member kami yang suka otomotif, lalu kami kirimkan email blast tentang acara tersebut. Kalau mau demo atau pengerahan massa, kami juga bisa mengerahkan massa (tertawa lagi).

Jadi Kaskus itu sudah seperti partai politik atau band Slank. Slanker kan ada di mana-mana. Meski konser band lain, pasti ada bendera Slank. Nah, kaskus kayak itu. Banyak user kami bangga menjadi salah satu bagian dari Kaskus.

Sebagai komunitas terbesar di Indonesia, seperti apa gambaran statistiknya?

Secara statistik, Kaskus itu terdiri dari forum komunis sekitar 60% dan forum jual beli (FJB) 40%. Kami mengakui FJB di 2015 agak kurang digenjot. Ini berbeda dengan Tokopedia dan Bukalapak, mereka mendapat investor tapi ditargetkan harus balik sekian. Maka itu, mereka harus cepet-cepet grab the market. Sedangkan Kaskus tidak dikasih target atau key performance indicator (KPI) oleh Djarum Group. Jadi kami tidak disuruh besarkan jumlah users atau apa. Yang penting bisa long run, profit, dan jaga posisi.

Padahal kami juga ingin seperti itu ya. Siapa sih yang tidak punya dream memiliki produk yang diiklankan di televisi dan billboard. Itu mimpi one day, Kaskus ada iklan di TV. Ibaratnya, kami seperti naik gunung Everest, terus pasang bendera di puncaknya. Tapi di sisi lain, yang penting buat kami adalah membuat produk yang bagus dan biarkan lah mereka (pemain e-commerce) juga mengedukasi pengguna internet. Pengguna internet di Indonesia baru 67 juta. Jadi, dengan pemain e-commerce pasang iklan di TV, akhirnya membuat orang-orang yang belum melek internet menjadi melek internet. Setelah melek internet, mereka tahu ada Kaskus juga loh.

Bagaimana strategi Anda untuk revitalisasi FJB yang tadi dinilai agak melambat?

Di 2015, kami baru launching aplikasi mobile Kaskus FJB di sistem operasi iOS dan dan Android. Tujunnya supaya proses jual-beli di Kaskus menjadi jauh lebih mudah. Terus ada lagi fitur seperti prioritas bagi penguna yang ingin membayar barang yang ingin dibelinya. Kemudian background bisa diganti, sehingga foto bisa lebih banyak. Ini bukan sebuah inovasi sih, tapi pengembangan dari yang sudah ada.

Nah strateginya untuk 2016 bagaimana?

Tahun ini kami bakal lebih fokus ke mobile. Karena orang-orang sekarang banyak yang akses dari smartphone. Dulu waktu kami pulang ke Indonesia pada 2008, prediksi kami teknologi mobile hanya sebagai pelengkap, eh ternyata kami salah. Sekarang justru mobile lebih berkembang. Dulu saya dan Ken Lawadinata (salah satu pendiri Kaskus) berpikir, kelak smartphone semakin bagus sehingga fitur browser juga semakin bagus, sehingga waktu itu kami tidak bikin aplikasi mobile. Ternyata salah, ternyata orang sekarang lebih suka buka di mobile apps.

Bagaimana pendapat Anda terhadap tren valuasi startup Indonesia?

Sebenarnya ada bagus dan jeleknya. Bagusnya pasti beda waktu saat zaman Kaskus di 2008. Saat itu, masih sedikit yang mau menggelontorkan dananya. Kalau sekarang, pasti gampang banget nih. Karena sudah ada angel investor, venture capital, dan sebagainya.

Bagus sih, tapi kalau startup nya tidak jalan, terus mati, imbasnya orang jadi takut investasi ya. Sekarang ini startup seperti Traveloka sudah dibilang unicorn bisnis. Sebenarnya value-nya besar, tapi tidak diketahui bakalan profit atau tidak. Go-Jek juga begitu. Valuasinya besar sekali, tapi mereka kan masih melakukan subsidi tarif. Tapi kalau startup memang harus seperti itu. Menjual mimpi.

Nah, Kaskus seperti apa exit plan-nya, apakah initial public offering (IPO)?

Kalau ditanya soal IPO, jawabannya masih 50:50. Karena dari Djarum Group bilang mereka belum butuh duit. Mungkin nanti kalau mereka butuh duit. Tapi kami melihat situasi, kalau kemungkinan bisa IPO, ya bagus juga. Soalnya belum ada perusahaan Indonesia yang dotcom masuk ke bursa saham. Harusnya ada dotcom asal Indonesia yang bisa melakukan terobosan itu.

Apalagi Kaskus sudah profit kan?

Dari awalnya, sebenarnya Kaskus sudah profit. Soalnya kami tidak pernah menerima duit dari investor, dan tidak pernah beriklan juga. Jadi duit yang ada terus dikembangkan buat Kaskus. Kami tumbuh setiap tahun 20%-30%. Dan sejak 2012, kami perlu effort lebih, karena iklan digital banyak juga diambil oleh Facebook dan Google. Akibatnya, pemain lokal jadi agak susah. Kami pemain lokal yang membayar pajak, meski melawan Google dan Facebook yang tidak bayar pajak di Indonesia. Maka itu, kami bersama asosiasi ingin membujuk Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara soal tersebut.

Masalahnya, belanja iklan Indonesia tahun lalu hampir sebagian besar lari ke Google dan Facebook. Dan yang pasang iklan itu bukan hanya pemain besar, tapi juga usaha kecil (UKM). Tidak ada yang bisa menghalangi mereka.

Jadi situasi saat ini kayak jaman penjajahan Belanda. Kompeni datang, lalu mengambil rempah-rempah untuk dibawa balik ke negaranya. Sekarang bentuknya kayak penjajahan digital. Soalnya market punya Indonesia, user juga, tapi semua ditarik mereka. Jadi Indonesia hanya sekadar pasar.

Tapi dengan kenaikan tren iklan digital, bukankah Kaskus juga dapat kenaikan iklan?

Benefit bagi Kaskus kayaknya tidak ada karena kami menjadi pesaing Facebook dan Google. Coba deh buka YouTube, pasti banyak iklannya. Dan saat ini baru masuk lagi Netflix. Kalau dari sisi customer, tentu senang-senang saja. Tapi dari sisi lain, merugi Indonesia. Sebab customer harus membeli bandwidth luar negeri yang tarifnya mahal. Kecuali kalau mereka bikin data center di Indonesia, supaya bandwidth jadi lokal. Itu baru Indonesia untung.

Jika Djarum Group tidak memberikan target ke Kaskus, kalau dari Andrew Darwis sendiri apa targetnya?

Kaskus sekarang sudah berusia 17 tahun, jadi saya ingin Kaskus harus eksis dan relevan terus, itu intinya. Karena kalau tidak relevan, pasti bakal hilang. Karena susah loh bisa bertahan hingga 17 tahun. Zaman dulu ada Friendster, sebentar terus hilang. Setelah itu pindah ke Facebook, kemudian ada lagi Twitter dan Instagram. Kaskus sudah 17 tahun dan masih ada orang yang main Kaskus. Kami juga sangka bisa lama seperti ini, tapi menurut kami karena faktor di awal saja Kaskus.

Apa sih kunci sukses Kaskus?

Orang kan melihat Kaskus saat 2008. Kalau dari sisi mereka, cepat sekali Kaskus sukses ya. Padahal kami membangunnya dari 1999. Dan ketika 2009 dan seterusnya, banyak orang yang mencoba membangun startup, sampai keluar dari tempatnya bekerja. Mungkin karena ingin cepet-cepet bisa berhasil. Ternyata keliru strateginya dan akhirnya mereka bekerja lagi sebagai karyawan. Kebanyakan mereka ini programmer. Startup itu sebetulnya kayak pekerjaan sambilan aja, bukan harus fokus mengerjakannya. Intinya, mengerjakan apa yang disuka, jadi tidak tidur pun rela mengerjakannya. Kebanyakan mengerjakannya secara buru-buru agar segera mendapat investor dan profit. Ini yang membuat banyak startup yang gagal.

Setelah Djarum Group masuk, apakah Kaskus akan membuka pintu buat investor lain?

So far sih tidak. Soalnya waktu cari investor pertama kali, kami bukan mencari duitnya. Kami mencarinya yang bisa berkolaborasi bareng. Kami tertarik dengan Djarum, karena waktu itu kebetulan Martin Hartono, anak pemilik Djarum Group, adalah moderator forum martial arts di Kaskus. Waktu balik ke Indonesia, kami tidak tahu soal itu.

Hingga akhirnya kami bertemu. Dia beralasan brand di Indonesia yang punya komunitas banyak, ya partai politik, Slank, dan Kaskus. Kemudian kami merasa cocok di visi dan misi. Dan pada saat itu awal 2010-2011,situs-situs media online mulai tumbuh seperti Vivanews milik Bakrie Group, Okezone milik MNC Group. Mereka semua backing-nya konglomerat. Nah, dari situ saya berpikir, siapa backing Kaskus? Nah saat itulah awal Djarum masuk, hingga akhirnya kami lebih percaya diri saja. (mdk/war)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pendapatan Iklan Twitter Anjlok, Kalah Jauh dari Instagram
Pendapatan Iklan Twitter Anjlok, Kalah Jauh dari Instagram

Iklan masih menjadi sumber pendapatan terbesar dari media sosial.

Baca Selengkapnya
Dua Hal ini Jadi Pertimbangan Konsumen saat Belanja Online di Ramadan
Dua Hal ini Jadi Pertimbangan Konsumen saat Belanja Online di Ramadan

Ramadan kali ini banyak dari konsumen yang begitu cermat. Mereka menginginkan mencoba brand baru.

Baca Selengkapnya
'Mbah' Google Mulai Tak Laku, 40 Persen GenZ Pilih Platform Ini untuk Pencarian
'Mbah' Google Mulai Tak Laku, 40 Persen GenZ Pilih Platform Ini untuk Pencarian

Google menjadi pilihan masyarakat untuk melakukan pencarian. Tetapi, peminat Google belakangan ini mengalami tanda-tanda penurunan.

Baca Selengkapnya
Google dan TikTok Mulai Bersaing, Siapa yang Paling Kaya?
Google dan TikTok Mulai Bersaing, Siapa yang Paling Kaya?

Meski pamor Google mulai turun akibat TikTok, namun pendapatan TikTok masih belum bisa melebihi pendapatan Google.

Baca Selengkapnya
Pengguna Domain .ID Tembus 1 Juta
Pengguna Domain .ID Tembus 1 Juta

Dari angka 1 juta itu, terdapat 5 domain yang menjadi favorit masyarakat.

Baca Selengkapnya
Mulai Tinggalkan Google, Kini Gen Z Cari Informasi di TikTok dan Instagram
Mulai Tinggalkan Google, Kini Gen Z Cari Informasi di TikTok dan Instagram

Data terbaru menunjukkan 45 persen dari Generasi Z kini lebih suka menggunakan media sosial untuk pencarian daripada Google.

Baca Selengkapnya
Intip Sumber Pendapatan TikTok dan Google
Intip Sumber Pendapatan TikTok dan Google

Dua perusahaan multinasional ini juga cukup kompetitif dari sisi pendapatan.

Baca Selengkapnya
Telkom Tawarkan Kampanye Digital Dukung Pungutan Wisatawan Asing di Bali
Telkom Tawarkan Kampanye Digital Dukung Pungutan Wisatawan Asing di Bali

Telkom siap berkolaborasi mendukung langkah Pemprov Bali menerapkan pungutan bagi wisatawan asing.

Baca Selengkapnya
Hari Pencoblosan Pemilu, Trafik Internet Telkomsel Naik, Aplikasi ini Paling Banyak Dipakai
Hari Pencoblosan Pemilu, Trafik Internet Telkomsel Naik, Aplikasi ini Paling Banyak Dipakai

Berikut daftar aplikasi yang paling banyak dipakai pengguna Telkomsel saat hari pencobolosan.

Baca Selengkapnya
Warga Indonesia Sering Belanja Online di Enam Marketplace ini, Apa saja?
Warga Indonesia Sering Belanja Online di Enam Marketplace ini, Apa saja?

GMV adalah nilai pengukuran dari total penjualan barang dalam jangka waktu tertentu yang umumnya digunakan pada marketplace, ecommerce, atau online shop.

Baca Selengkapnya
Menkominfo Budi Arie Akui Hoaks Makin Merajalela Jelang Pemilu
Menkominfo Budi Arie Akui Hoaks Makin Merajalela Jelang Pemilu

Daftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.

Baca Selengkapnya
4 Tipe Perilaku Konsumen Belanja Online, Anda Tipikal yang Mana?
4 Tipe Perilaku Konsumen Belanja Online, Anda Tipikal yang Mana?

Ada perilaku yang teramati konsumen belanja online terutama saat ada mega sale. Berikut adalah pola perilaku konsumen.

Baca Selengkapnya