Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kampung pemulung di Bantargebang

Kampung pemulung di Bantargebang Pemulung di TPA Bantar Gebang. ©AFP PHOTO/Bay Ismoyo

Merdeka.com - Terik matahari dan aroma tak sedap menusuk hidung dari setiap penjuru. Para pemulung sibuk mengais di bukit sampah. Ketika truk sampah antre dan para pemulung siap untuk mencari rezeki. Sampah bagi mereka seperti harta karun.

Turun menyusuri tumpukan-tumpukan berbau dari bukit sampah yang berada di Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Merdeka.com mencoba menemui Warsih, ketika turun dari bukit sampah. Dengan menggunakan kaos berwarna ungu yang sudah pudar, celana panjang bermotif bunga, topi untuk menutupi sinar matari. Masker dari sebuah kain untuk menutupi penciumannya dari bau busuk serta kaos kaki menjadi alas.

Ketika dihampiri, Warsih hendak pulang ke rumahnya. Rupanya Warsih sudah ditunggu suaminya, Uding (60). Lelaki tua yang sudah tidak kuat untuk berjalan itu juga berprofesi sebagai pemulung. Warsih dan Uding pulang menggunakan sepeda motor. Tempat tinggalnya tidak jauh dari bukit sampah tempat biasa mereka mengais rezeki.

kehidupan para pemulung di tpst bantargebang

Kehidupan para pemulung di TPST Bantargebang ©2016 Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin

Sekitar 5 menit jarak yang ditempuh Warsih berjalan kaki menuju rumahnya dari Bantargebang. Ketika sampai di pemukiman pemulung, para ibu-ibu sudah duduk santai tak beralaskan apapun sambil memilih hasil pulungan seharian di Bulog. Gerobak tua serta karung-karung yang berisi barang hasil pilihan pun sudah berjejer rapih untuk ditimbang. Anak-anak pun tak jarang untuk membantu para para Ibunya.

Aktifitas itu terlihat di pemukiman lingkungan tempat tinggal Warsih dan Uding, di Gang Nacem, Kelurahan Ciketing, Sumur Batu RT 02/01, Kecamatan Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat tak jauh dari TPST Bantargebang. Kata Warsih, setiap sore ibu-ibu di sini memilah hasil pulungan mereka.

"Ini mah bukan rumah, gubuk," ujar Warsih sambil membuka tirai pengganti pintu rumahnya kepada Merdeka.com beberapa waktu lalu.

Mereka rata-rata tinggal di gubuk berukuran 1x4 meter, berdinding triplek lapuk, beralas dan beratap terpal atau kain spanduk. Jika hujan turun tak cuma bocor, tapi banjir pun dialami Warsih dan pemulung-pemulung lainnya di pemukiman pemulung tersebut.

kehidupan para pemulung di tpst bantargebang

Kehidupan para pemulung di TPST Bantargebang ©2016 Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin

"Ya kalau bocor mah udah pasti. Namanya juga pakai terpal. Banjir ya udah biasa kebanjiran. Di dieu yeuh mun hujan, gusti ember pabalatak (Di sini kalau hujan ember berantakan)," kata Warsih sambil menunjuk letak bocor di rumahnya.

Kamar mandi pun dibuat darurat. Terdapat dua kamar mandi. Penutup kamar mandi hanya tirai bekas yang sudah lapuk. Papan penggilasan cuci baju juga hanya satu dan dipakai untuk bersama. Hanya ada bak mandi yang terbuat dari bak bekas. Airnya pun sudah tak layak untuk mandi dan mencuci lantaran sudah mengandung zat besi. "Kalau jam 4 pagi di sini ramai, pada berebutan buat mandi sama nyuci baju," kata Warsih sambil tertawa.

Di tempat itu ada 10 Kepala Keluarga yang tinggal dengan kondisi serupa. Seperti bilik atau tenda darurat. Warsih dan seluruh penghuni gubuk-gubuk itu merupakan pendatang yang bekerja sebagai pemulung di Bantargebang. Kebanyakan mereka berasal dari Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh memang dari Bantargebang.

Tapi ada juga pemulung yang berada dari tempat jauh, misalnya dari Madura, Jawa Timur. Ada pula pemulung yang merupakan warga setempat. Tapi mereka tidak tinggal gubuk-gubuk seperti Warsih dan Uding. Rata-rata mereka menempati rumah yang lebih layak ditinggali.

Kata Warsih, satu pemukiman tempat tinggal terdiri dari 10 sampai 11 KK yang berada dalam satu koordinator dan bos pemulung. "Ini semuanya satu bos. Adik saya salah satunya koordinator di sini," jelas Warsih yang baru bekerja sebagai pemulung kurang lebih 2 tahun.

kehidupan para pemulung di tpst bantargebang

Kehidupan para pemulung di TPST Bantargebang ©2016 Merdeka.com/Intan Umbari Prihatin

Kata Warsih, gubuk-gubuk tempat tinggal para pemulung ini merupakan pemberian dari masing-masing bosnya. Para pemulung hanya diberikan lahan seharga Rp 2 juta untuk dibuat gubuk-gubuk. Para pemulung ini tak hanya tinggal berdua bersama suami dan istri, tetapi ada yang sudah 10 tahun tinggal di sana dan beranak pinak bahkan sudah ada yang mempunyai cucu.

Rahmat (40) yang merupakan kakak ipar dari Warsih, sudah tinggal 10 tahun lebih jadi pemulung dan hidup di gubuk. Rahmat bersama istrinya Yayah (39) merupakan adik dari Warsih. Rahmat dan Yayah mempunyai 4 anak dan yang paling kecil masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama. Selama 10 tahun tinggal dalam gubuk di daerah penuh sampah bagi Rahmat sudah biasa. Berbagai penyakit silih berganti datang.

"Sudah biasa kena penyakit mah, saya udah bolak-balik rumah sakit. Penyakit tipus ya begitulah. Kita kan butuh uang jadi ya tetep tinggal di sini," kata Rahmat sambil berseloroh. (mdk/hhw)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Sisi Lain Gunung Sampah Bantar Gebang, Ternyata di Atasnya Ada Warung Makanan Laris Manis Walau Dipenuhi Lalat
Sisi Lain Gunung Sampah Bantar Gebang, Ternyata di Atasnya Ada Warung Makanan Laris Manis Walau Dipenuhi Lalat

Begini sisi lain gunung sampah Bantar Gebang yang mampu membuat terkejut dan heran.

Baca Selengkapnya
FOTO: Potret Mereka yang Hidup dari Sampah, Beginilah Perjuangannya Setiap Hari
FOTO: Potret Mereka yang Hidup dari Sampah, Beginilah Perjuangannya Setiap Hari

Sasaran mereka mengumpulkan barang bekas seperti botol plastik, kertas dan kabel lalu dijual kembali ke pengepul.

Baca Selengkapnya
Warung Tertinggi di Atas Gunung Sampah Bantargebang, Dagangan Dipenuhi Lalat
Warung Tertinggi di Atas Gunung Sampah Bantargebang, Dagangan Dipenuhi Lalat

Warung yang mengikuti kemana pemulung bekerja. Warung ini bisa menghasilkan cuan hingga Ro900 ribu sehari.

Baca Selengkapnya
Berawal dari Sampah Menumpuk di Tepi Jalan, Kini Tempat Pembuangan Sampah di Tuban Bisa Hasilkan Rp13 Juta per Bulan
Berawal dari Sampah Menumpuk di Tepi Jalan, Kini Tempat Pembuangan Sampah di Tuban Bisa Hasilkan Rp13 Juta per Bulan

Keberadaan TPS ini menjadi sumber rezeki bagi warga setempat.

Baca Selengkapnya
Desa di Banyumas Raup Omzet Rp140 Juta dari Kelola Sampah, Ini 5 Faktanya
Desa di Banyumas Raup Omzet Rp140 Juta dari Kelola Sampah, Ini 5 Faktanya

Dalam sehari, mereka bisa mengolah sekitar 15 ton sampah.

Baca Selengkapnya
FOTO: Melihat Koperasi Pemulung yang Sukses Memperdayakan Puluhan Pemulung di Tangerang Selatan, Omset per Bulan Rp1,5 Miliar
FOTO: Melihat Koperasi Pemulung yang Sukses Memperdayakan Puluhan Pemulung di Tangerang Selatan, Omset per Bulan Rp1,5 Miliar

Koperasi tersebut telah menghasilkan produk plastik cacah dan plastik pres dengan omzet mencapai Rp1,5 miliar per bulan.

Baca Selengkapnya
FOTO: Viral di Medsos, Ini Penampakan Tumpukan Sampah di Pantai Mangrove Muara Angke yang Bikin Miris
FOTO: Viral di Medsos, Ini Penampakan Tumpukan Sampah di Pantai Mangrove Muara Angke yang Bikin Miris

Daratan sampah terbentuk di kawasan Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta. Potret memprihatinkan ini sebelumnya viral di media sosial. Simak potret lengkapnya!

Baca Selengkapnya
FOTO: Penampakan Terkini Gunung Sampah di TPST Bantar Gebang, Setinggi Gedung 16 Lantai
FOTO: Penampakan Terkini Gunung Sampah di TPST Bantar Gebang, Setinggi Gedung 16 Lantai

TPST Bantar Gebang menjadi sorotan lantaran tinggi gunungan sampahnya telah mencapai 40 meter.

Baca Selengkapnya
Kesal Sampah Tak Diurus Pemerintah, Warga Kalbar Nekat Angkut Bertruk-truk Sampah lalu Dibuang di Kantor Bupati & DPRD
Kesal Sampah Tak Diurus Pemerintah, Warga Kalbar Nekat Angkut Bertruk-truk Sampah lalu Dibuang di Kantor Bupati & DPRD

Berikut momen warga Kalimantan Barat nekat buang sampah bertruk-truk di kantor Bupati dan DPRD.

Baca Selengkapnya
Ajak Masyarakat Tepi Sungai Citarum Kelola Sampah, Kolabs Yayasan Bening Saguling & BRI Peduli
Ajak Masyarakat Tepi Sungai Citarum Kelola Sampah, Kolabs Yayasan Bening Saguling & BRI Peduli

Sampah yang menumpuk di sungai masih menjadi salah satu isu lingkungan yang mendapatkan perhatian serius.

Baca Selengkapnya
Koperasi Pemulung Ini Dapat Dana dari BPDLH, Sumbernya dari Jerman dan Norwegia
Koperasi Pemulung Ini Dapat Dana dari BPDLH, Sumbernya dari Jerman dan Norwegia

Sertifikat dana layanan masyarakat dari BPDLH merupakan wujud dukungan pemerintah kepada masyarakat dalam kerja aksi lingkungan.

Baca Selengkapnya
Daratan Sampah di Pesisir Jakarta, Salah Siapa?
Daratan Sampah di Pesisir Jakarta, Salah Siapa?

Daratan sampah di Marunda Kepu, Cilincing, Jakarta Utara kian menumpuk.

Baca Selengkapnya