Kampus Ruang Diskusi, Pendidikan Militer Belum Urgensi
Merdeka.com - Banyak cara wewujudkan rasa nasionalisme kaum milenial. Tidak harus melalui pendidikan militer di perguruan tinggi. Dirasa belum ada urgensi. Meskipun upaya itu menjadi salah satu alternatif.
Upaya memasukkan pendidikan militer di kampus memang sedang digodok Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Mereka merasa program itu mampu membangkitkan sikap cinta tanah air di kalangan generasi muda.
Pemerhati Pendidikan dari Universitas Multimedia Nusantara Doni Koesoema mengatakan, dalam konteks kampus, sebenarnya masih ada banyak cara untuk menumbuhkan rasa cinta bangsa dan nasionalisme. Misalnya, melalui keikutsertaan mahasiswa melalui pendidikan kewarganegaraan, bukan melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib.
-
Apa syarat utama untuk menjadi anggota Kompolnas? Syarat dan ketentuan harus dipenuhi pendaftar 1. Warga Negara Republik Indonesia (KTP)2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa3. Berumur paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada saat mendaftar4. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela5. Memahami tugas pokok, fungsi dan peranan Kepolisian dan mempunyai visi tentang Reformasi Kepolisian 6. Sehat jasmani dan rohani7. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan8. Melaporkan harta kekayaan/LHKPN (bagi pejabat negara) dan membuat surat pernyataan bersedia melaporkan LHKPN apabila terpilih menjadi Anggota Kompolnas9. Tidak menjadi anggota partai politik dan afiliasinya10. Berijazah minimal sarjana strata 1 (S1) atau yang setara dari Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta yang program studinya terakreditasi, atau lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri yang ijazahnya telah mendapatkan penetapan penyetaraan dari Panitia Penilaian Ijazah Luar Negeri dari Kemendikbud Ristek 11. Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan12. Bersedia tidak menjalankan profesinya sebagai advokat selama menjadi anggota Kompolnas13. Khusus bagi calon Anggota Kompolnas yang berasal dari unsur pakar kepolisian, harus memenuhi persyaratan sarjana yang berpengalaman kerja paling kurang 15 tahun pada lembaga kepolisian/penegakan hukum atau akademisi di bidang ilmu kepolisian/hukum14. Khusus bagi calon Anggota Kompolnas yang berasal dari unsur tokoh masyarakat harus memenuhi persyaratan berpengalaman sebagai pengurus aktif organisasi kemasyarakatan yang bertaraf nasional selama paling kurang 5 (lima) tahun.
-
Bagaimana cara mendaftar Kompolnas? Pendaftaran Calon Pimpinan Kompolnas Resmi Dibuka, Cek Persyaratannya Berikut Ini Pendaftaran Online Ketua Pansel Kompolnas, Hermawan Sulistyo mengatakan, pendaftaran calon pimpinan Kompolnas dimulai pada 27 Juni hingga 19 Juli 2024 melalui online di pansel@kompolnas.go.id dan www.kompolnas.go.id.'Sudah mulai pendaftaran online, silakan buka siapa saja yang memenuhi syarat di dalam aturan yang kami sosialisasikan dalam ruang publik silakan mendaftar,' tutur Hermawan kepada wartawan.
-
Apa yang Kemnaker harapkan dari kolaborasi dengan mahasiswa? 'Kita ingin bonus demografi ini benar-benar berbuah bonus bagi pembangunan negara kita. Kita tidak ingin bonus demografi menjadi mudarat. Kita ingin bonus demografi mengantarkan Indonesia nanti 1 abad menjadi negara maju,' ucapnya.
-
Apa syarat utama untuk mendaftar CPNS? Sebelum mendaftar para calon pelamar harus mencermati syarat pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara umum.
-
Apa isi MoU Kemnaker dan Kadin? Kementerian Ketenagakerjaan bersama Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia sepakat menjalin kerja sama tentang Sinergitas Sistem Informasi Pasar Kerja, dan tentang Pengembangan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas.
-
Kenapa Kemenkumham adakan Wisuda Purnabakti? Upacara Wisuda ini merupakan penghargaan atas prestasi kinerja dan darmabakti para Pegawai selama mengabdi di Kementerian yang saat ini dinahkodai oleh Yasonna Laoly.
Dia berpandangan, pengayaan pengalaman mencintai bangsa dan tanah air bisa dilakukan melalui banyak cara, metode, dan ruang ekspresi seni, budaya, dan agama. "Jadi saya melihat belum ada urgensi untuk pendidikan militer di kampus," ujar Doni kepada Merdeka.com, Kamis pekan lalu.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya nasional, pasal 13 mengatur tentang cara Bela Negara melalui pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sebagai calon Komponen Cadangan yang memenuhi syarat.
Kalau tujuan pendidikan militer untuk mempersiapkan komando cadangan alias Komcad maka proses pendaftaran, seleksi, pembentukan, dan pengesahan harus dilakukan sesuai ketentuan UU PSDN yang berlaku. Pendekatan yang dilakukan pun harus berbasis pada kesukarelaan peserta.
Atas dasar itu, Doni melihat bahwa pendidikan militer tidak diwajibkan, dan hanya berlaku bagi mahasiswa yang memang tertarik mengikutinya dan memenuhi berbagai syarat, seperti sehat secara fisik dan mental. Kalau perlu, bisa dilakukan asesmen ideologi, agar tidak dimanfaatkan banyak kelompok tertentu dengan mempergunakan momen ini.
Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini pun berpandangan, pendidikan militer bisa menjadi pengganti mata kuliah pendidikan Pancasila yang ada di perguruan tinggi sejauh universitas memiliki kebijakan untuk mengonversinya. Terkait hal ini, dia menggarisbawahi perbedaan karakter antara pendidikan militer dan pendidikan yang dikembangkan di universitas.
Pendidikan militer mahasiswa tidak boleh diperpanjang di lingkup kampus dengan menjadikan mereka semacam perwakilan militer di kampus. Bagi Doni, kampus adalah tempat pengembangan keutamaan akademis, yang lebih mengutamakan dialog dan pemikiran kritis yang terbuka pada berbagai macam pemikiran sejauh dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. "Militerisme di kampus tidak boleh terjadi."
Sebenarnya pola pendidikan militer bisa dimanfaatkan asal sesuai porsi. Terutama untuk pembentukan karakter mahasiswa agar memiliki sikap nasionalisme. Namun, model militer, komando dan ketaatan pada atasan, yang sifatnya hirarki tidak bisa otomatis berlaku juga di kampus. Karena domain kampus adalah domain akademis.
Untuk itu, dia mendorong sebaiknya rencana pendidikan militer dipertimbangkan dengan baik agar tetap selaras dengan UU Bela Negara dan tidak membingungkan publik.
DPR justru melihat rencana Kemenhan dan Kemendikbud tersebut merupakan terobosan yang baik. Jika ditilik dari sisi penguatan pendidikan karakter bagi peserta didik untuk menanamkan kedisiplinan, menamakan nilai nilai Pancasila dan semangat kebangsaan.
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih, mengatakan ada baiknya pelaksanaan program tersebut porsi yang diberikan disesuaikan dengan jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. "Sehingga tidak lantas mengubah pendidikan kita yang humanis menjadi kaku dan militeristik," ungkap Abdul kepada Merdeka.com.
Politikus PKS ini mengatakan, sejauh ini memang belum ada komunikasi antara pihaknya dengan Kemendikbud selaku rekan kerja Komisi X terkait program tersebut. Namun, dia berharap agar program tersebut juga harus diimbangi dengan penguatan pendidikan agama dan budaya yang cukup.
Kasubdit Direktorat Bela Negara, Kolonel Kav. Tjetjep Darmawan menegaskan bahwa konsep Bela Negara mesti dipahami sebagai tekad setiap warga negara Indonesia. Baik secara perorangan dan kelompok untuk mencintai tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, juga yakin terhadap pancasila sebagai ideologi bangsa, rela berkorban, dan memiliki kemampuan bela negara.
"Sekali lagi, Bela Negara bukan militeristik dan bukan wajib militer," jelas Tjetjep kepada merdeka.com.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, pelaksanaan program ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara. Sampai saat ini mekanisme pelaksanaan program tersebut masih dibahas oleh kedua belah pihak.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyampaikan, program tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN). Dalam UU tersebut, setiap warga negara memiliki hak untuk menjadi bagian dalam Komcad. Hak itulah yang sedang diupayakan agar dapat terpenuhi.
"Dalam UU 23/2019 tentang Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara, salah satunya mengamanahkan tentang hak WNI untuk menjadi komponen cadangan. Hak tersebut kita penuhi melalui skema kampus merdeka," ujar dia kepada Merdeka.com, pekan lalu.
Jika menilik UU 23/2019, maka pada pasal 6 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa setiap Warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha Bela Negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara.
Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa Keikutsertaan Warga Negara dalam usaha Bela Negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan pengabdian sesuai dengan profesi.
Pada pasal 6 ayat 3 disebutkan Hak Warga Negara dalam usaha Bela Negara antara lain mendapatkan pendidikan kewarganegaraan yang dilaksanakan melalui Pembinaan Kesadaran Bela Negara; mendaftar sebagai calon anggota Tentara Nasional Indonesia; dan mendaftar sebagai calon anggota Komponen Cadangan.
Dengan demikian, melalui program tersebut, lanjut dia, mahasiswa diberikan ruang untuk menggunakan haknya menjadi bagian dari komponen cadangan pertahanan negara. "Selain itu program-program kepemimpinan dan bela negara yang bagus akan kita kerjasamakan dengan Kemenhan."
Dia pun menegaskan bahwa program komponen cadangan Kemenhan bersifat sukarela. Jika kita membaca UU 23/2019, maka di pasal 28 juga dijelaskan bahwa komponen cadangan merupakan pengabdian dalam usaha pertahanan yang bersifat sukarela.
Dia juga menampik bahwa program tersebut merupakan sinyal militer masuk kampus. Program tersebut merupakan pemenuhan hak warga negara dalam bela negara. Siapapun yang memenuhi syarat boleh mendaftar dan mengikuti seleksi program dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Kemenhan. Termasuk mahasiswa.
Kalau memenuhi syarat, maka saat lulus, mahasiswa yang bersangkutan tidak hanya mendapatkan gelar kesarjanaan, melainkan juga dapat menjadi perwira cadangan. Mereka yang berstatus perwira cadangan tetap dapat menempuh pilihan karir yang mereka inginkan menurut minat, bakat, dan ilmu yang sudah mereka pelajari. (mdk/ang)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perkara ini dimohonkan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria.
Baca Selengkapnya""(Kampanye) tidak boleh mengganggu kegiatan proses pendidikan, baik belajar mengajar ataupun perkuliahan."
Baca SelengkapnyaAnies, Ganjar dan Prabowo masih bebas bersilaturahmi hingga debat sesuai undangan BEM UI lantaran belum resmi mendaftar sebagai bakal calon presiden.
Baca SelengkapnyaKPU bakal melarang kampanye di sekolah meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan kampanye di tempat pendidikan.
Baca SelengkapnyaDibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan, dikhawatirkan bisa mengganggu kondusivitas kegiatan pendidikan.
Baca SelengkapnyaWapres menambahkan bahwa di lingkungan kampus rawan terjadinya polarisasi.
Baca SelengkapnyaMendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa ekstrakulikuler tak dihapus.
Baca SelengkapnyaKemampuan numerasi termasuk dalam kemampuan fondasi peserta didik PAUD untuk memasuki satuan pendidikan SD.
Baca SelengkapnyaMuhadjir Effendy mengingatkan alokasi anggaran pendidikan bukanlah untuk sekolah kedinasan
Baca SelengkapnyaMahfud memastikan kedatangannya bukan untuk kampanye melainkan seminar kebangsaan.
Baca Selengkapnya