Karena tergiur gepokan fulus
Merdeka.com - Indonesia memang tanah penuh berkah. Alamnya membius saking indahnya. Satwanya juga beragam. Namun hal itu juga menjadi magnet kuat bagi para pemburu.
Perburuan hewan langka di Indonesia belum menampakkan tanda-tanda berhenti. Sebab peminatnya tetap ada. Apalagi bagi mereka yang berkocek tebal. Sebagian dijual di dalam negeri, ada juga yang dilego ke negara lain.
Di Jakarta tidak sulit mencari penjaja satwa langka seperti burung elang. Namun mereka tidak mengumbar dagangannya. Kabarnya lokasi favorit ada di Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur.
-
Bagaimana elang jawa mengincar mangsanya? Dari atas ketinggian, elang jawa mengikuti gerak-gerik mangsa. Kemudian dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun di atas tanah.
-
Bagaimana burung elang bermahkota berburu? Cakarnya dirancang untuk menyerang mangsanya seperti kail daging dan bisa meluncur kembali ke udara tanpa henti.
-
Siapa yang diburu elang harpy? Sebagai burung elang terbesar di Amerika, elang harpy memiliki rentang sayap yang mencolok, mencapai panjang enam setengah kaki, yang memungkinkannya untuk memburu mangsa sebesar sloth dan monyet tanpa takut.
-
Bagaimana ular berburu mangsa? Ular adalah predator yang sangat efisien, tidak memiliki kaki tetapi gerakan merayap mereka yang lincah memungkinkan mereka untuk mendekati mangsa dengan diam-diam.
-
Bagaimana katak ini berburu mangsa? Taring ini juga digunakan untuk berburu mangsa, terutama mangsa bercangkang keras seperti kelabang raksasa dan kepiting.
-
Bagaimana cara Elang Jawa berburu? Mereka biasanya berburu dengan cara menyergap atau melayang-layang di udara.
Di sana memang beragam jenis burung diperjualbelikan saban hari. Hanya tidak mudah mengorek keterangan mereka yang melego burung langka. Mesti pakai jurus bisik-bisik jika mau mencarinya.
Merdeka.com mencoba menelusuri perdagangan satwa dilindungi seperti burung elang dari bermacam jenis di Pasar Pramuka. Jika bertanya langsung dijamin tidak ada yang mau buka mulut. Mesti pintar-pintar mendekati calo, baru kemudian mereka mempertemukan pembeli dan penjualnya.
"Abang bukan aparat kan?," selidik sang calo berinisial K di Pasar Pramuka kepada merdeka.com.
Saya meyakinkan dia kalau cuma orang biasa. Dia baru mau mengantarkan setelah yakin. Itu pun 'barang'nya tidak berada di pasar. Melainkan mesti berjalan berkelok-kelok di gang sempit menuju sebuah rumah. Sepertinya jalannya sengaja diputar-putar supaya membikin bingung.
Sampai di sebuah rumah petak, K masuk duluan. Dia mengetuk pintu dan keluar seorang lelaki. Sasya kemudian diperkenalkan dengan pria berinisial D. Tidak mudah meyakinkan D. Setelah mengobrol cukup lama, baru dia mengaku bisa menyediakan burung dimau dengan sistem pemesanan. Dia bakal mencarikannya dengan diberi tenggat waktu.
"Asal kasih DP dulu," kata D.
Kalau sepakat, maka pesanan bakal disiapkan. Menurut D, harganya memang lumayan mahal. Bisa menyentuh Rp 8 juta seekor, dan bisa lebih. Yang dicari pun berada di rentang umur menengah. Yakni tidak terlampau muda atau tua. Sehingga masih bisa dipelihara.
Menurut D, cara dia berjualan kini tidak lagi konvensional. Media sosial dipilih menjadi sarana berdagang. Dengan cara itu mengurangi frekuensi tatap muka. Sehingga tak mudah diciduk polisi ataupun petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Di mata D dan yang berkecimpung di dalamnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati menjadi tumpul.
Hal seperti itu selalu membikin geram pegiat konservasi di Suaka Elang Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Seva Nazar. Sebab masih ada saja pemburu dan pengoleksi elang dengan dalih macam-macam.
"Mereka bilang cuma dipelihara. Ya buat apa. Habitat mereka kan bukan di kandang. Katanya kalau di alam liar malah diburu. Ya ngapain juga diburu," kata Seva.
Buat Seva, pelestarian elang penting karena mereka bagian dari hukum alam dan rantai makanan. Jika tidak ada maka keseimbangan alam juga terganggu. Apalagi tingkat pertumbuhan mereka juga rendah, tidak seperti burung lain. Paling dalam setahun hanya sekali bertelur. Bahkan sering gagal.
"Yang tidak habis pikir yang memelihara itu justru orang yang berpendidikan. Kan aneh. Masa berpendidikan tidak paham kalau burung itu langka dan dilindungi," ujarnya.
(mdk/ary)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hutan lereng Gunung Slamet merupakan rumah bagi banyak jenis satwa langka.
Baca SelengkapnyaBerikut, adalah penampakan elang Filipina yang sedang menyantap monyet hasil buruannya .
Baca SelengkapnyaWarga sekitar mengaku masih menjumpai keberadaan satwa macan di hutan Blora. Apakah itu benar?
Baca SelengkapnyaPerdagangan satwa lindung masih sering ditemui di pasar burung.
Baca SelengkapnyaHewan endemik dari Pulau Sumatera ini statusnya sudah diambang kepunahan akibat perburuan liar oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
Baca Selengkapnya