Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Konflik Dua Penguasa Partai Berkarya

Konflik Dua Penguasa Partai Berkarya Partai Berkarya. ©2020 Merdeka.com/berkarya.id

Merdeka.com - Internal Partai Beringin Karya (Berkarya) tengah memanas. Partai yang didirikan pada 15 Juli 2016 tersebut sedang terbelah. Antara kubu Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Muchdi PR. Dua kubu merasa paling sah menguasai partai.

Kubu Tommy berkukuh Berkarya masih di genggaman. Mereka menolak hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang digelar 11-12 Juli lalu. Dalam Munaslub tersebut, nama Muchdi PR terpilih sebagai ketua umum.

Munaslub Berkarya digelar sejumlah kader di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu, 11 Juli lalu. Mereka yang hadir tergabung dalam Presidium Penyelamat Partai Berkarya atau P3B.

Ketika digelar, terjadi suasana panas. Kubu Tommy sampai melakukan pembubaran. Putra Presiden RI ke-2 Soeharto itu bahkan memimpin langsung pembubaran. Tommy datang didampingi Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso dan sejumlah kader Partai Berkarya. Mereka lantas membubarkan. Angkatan Muda Partai Berkarya (AMPB) pun turut serta bersama Tommy dan jajaran.

Priyo Budi Santoso menegaskan, pihaknya terus berusaha menjaga dan mempertahankan eksistensi serta marwah partai di bawah kepemimpinan Tommy Soeharto. Hal itulah yang kini sedang coba dirampas lewat SK Menkumham.

Selebihnya, Priyo tak banyak berkomentar. Dia hanya memberikan surat pernyataan yang berisikan penolakan dan keberatan Tommy keberatan Tommy terhadap hasil Munaslub. "Semua orang tahu ini cara-cara yang tidak pantas, ilegal dan tidak sah. Bisa menjadi 'aib demokrasi' pada pemerintahan ini," kata Priyo kepada Merdeka.com, pekan lalu.

Karena itu, kata Priyo, kubu Tommy tidak tinggal diam dan akan melakukan berbagai langkah hukum dijamin konstitusi. Pihaknya telah mengajukan keberatan kepada pemerintah. Rencananya pekan depan mereka segera ajukan gugatan hukum PTUN, pidana & perdata dan juga ke Mahkamah Agung.

Adapun upaya ini dilakukan lantara ada pihak telah mencatut nama Tommy Soeharto dan para pengurus Partai Berkarya lainnya. Tommy amat keberatan atas pencatutan nama tanpa izin. Sebagai ketua umum sekaligus ketua dewan pembina Partai Berkarya, pihaknya melihat ada potensi pidana.

Sementara itu, Sekjen Partai Berkarya kubu Muchdi PR, Badaruddin Andi Picunang, menjelaskan pihaknya punya alasan menggelar Munaslub. Kurang apiknya kinerja partai di bawah kepemimpinan Tommy merupakan salah satu alasan.

"Ketika beliau (Tommy) memegang, selama kurang lebih 2 tahun dan melalui Pemilu 2019, ternyata apa yang diharapkan apa yang dijanjikan tidak sesuai dengan yang dibahasakan," ungkap Andi Picunang kepada merdeka.com.

Secara internal, lanjut dia, tidak ada manajemen organisasi atau manajemen partai yang berjalan sebagaimana mestinya. Di bawah Tommy, Berkarya berjalan dengan pedoman yang minim.

Bahkan, kata dia, pedoman atau aturan main tentang partai selain AD/ART itu tidak pernah ada. Selain itu, tidak ada pedoman organisasi maupun Juklak. Apalagi ketika menghadapi Pemilu 2019, sama sekali tidak ada pedoman kepengurusan dan tupoksi.

"Setiap partai kan harusnya ada ketua OKK, ketua Bappilu dan sebagainya. Di kita tidak ada," ujarnya.

Kubu Muchdi sempat mengajukan agar dilakukan evaluasi internal di tubuh Berkarya. Usulan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis pun tidak diindahkan. Evaluasi tak kunjung dilakukan. Hal inilah mendorong mereka memutuskan untuk menyelamatkan partai lewat mekanisme Munaslub. Rencana untuk menggelar Munaslub sudah berkembang di antara kader partai sejak Januari 2020.

Mulanya Presidium Munaslub dibentuk pada akhir Februari hingga awal Maret. Hanya saja rencana itu terhalang, karena munculnya wabah Covid-19. Sejak Maret, tepatnya setelah terbentuknya Presidium Penyelamat Partai Beringin, kepemimpinan Tommy sudah tak lagi dianggap.

“Pada saat itu kami menganggap keberadaan secara de facto kepengurusan saat itu tidak ada lagi. Walaupun secara de jure surat keputusan masih hidup di Kementerian Hukum dan HAM,” tegas dia.

Anomali Bagi Berkarya

tommy soeharto dan muchdi pr

Tommy Soeharto dan Muchdi PR ©2020 Merdeka.com

Dua pihak berpatok pada SK Menkumham. Tommy menegaskan kepengurusan Partai Berkarya yang sah adalah yang dia pimpin. Acuannya SK No.MHH-04.AH.11.01 Tahun 2018.

Sedangkan kubu Muchdi PR menyatakan telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Menkumham yang mengukuhkan Muchdi sebagai Ketua Umum. Tommy ada dalam kepengurusan yang baru sebagai Ketua Dewan Pembina Partai.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, kisruh akibat dualisme kepengurusan hanya bisa dilihat sebagai bukti kegagalan konsolidasi internal. Sekaligus menandai lemahnya Tommy sebagai nakhoda, sehingga tidak cermat membaca tokoh-tokoh yang masuk untuk meredupkan, bukan justru membangun partai.

"Kondisi ini anomali mengingat Berkarya didirikan oleh keluarga Soeharto, terutama Tommy," ujar Dedi kepada Merdeka.com

Selain itu, dualisme di tubuh Berkarya bisa saja menimbulkan tafsir jika ada kelompok tertentu yang sengaja memprovokasi agar Berkarya tidak solid. Dia pun menyoroti, pengesahan pemerintah terhadap kepengurusan baru lewat SK Menkumham. Semestinya keputusan itu perlu mempertimbangkan kondisi internal partai Berkarya yang masih keruh.

Konflik ini tentu merugikan. Dedi melihat Berkarya akan semakin sulit untuk melewati ambang batas parlemen jika sudah dinodai konflik di awal-awal pendirian. "Secara politis, ini jelas merugikan Berkarya di kancah nasional," ungkap dia.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menilai dualisme di tubuh Berkarya sebagai sebuah tindakan kudeta terhadap kepemimpinan yang sah. Mengingat kader yang menggelar Munaslub telah dipecat.

Dualisme kepemimpinan, lanjut dia, bukan fakta baru di kancah perpolitikan tanah air akhir-akhir ini. Sebut saja dualisme kepemimpinan yang pernah terjadi di tubuh Golkar dan PPP.

"Saya melihatnya kudeta atas kekuasaan yang sah. Kalau kita bicara politik secara objektif. Memang kudeta itu dilegitimasi oleh pemerintah," jelas Ujang kepada merdeka.com.

Dalam pandangan dia, ada sejumlah alasan yang menyebabkan terjadinya dualisme di tubuh berkarya. Alasan pertama, bisa saja Tommy sedang 'dikerjai' lantaran tak mau bergabung untuk mendukung pemerintah.

Selain itu, secara pribadi, patut diakui bahwa pengaruh politik Tommy sudah tidak sekuat dulu ketika Presiden Soeharto masih memerintah. Ditambah lagi partai Berkarya yang dipimpin Tommy masih berada dalam kategori partai kecil. Inilah yang kemudian memberikan peluang pada Muchdi PR untuk melengserkan Tommy dari posisi puncak partai Berkarya.

"Dalam politik kondisi itu bisa terjadi. Di politik itu kan bukan salah dan benar tapi soal menang dan kalah. Ini yang terjadi di Partai Berkarya."

(mdk/ang)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Terungkap, Begini Cara Soeharto Atur Hanya Ada 3 Parpol Saat Orde Baru
Terungkap, Begini Cara Soeharto Atur Hanya Ada 3 Parpol Saat Orde Baru

Jelang Pemilu 2024, terdapat 24 partai politik yang akan bertarung. Sementara Orde Baru hanya ada tiga partai.

Baca Selengkapnya
Kronologi Pembakaran Kantor KPU Papua Pegunungan, Puluhan Orang Diamankan
Kronologi Pembakaran Kantor KPU Papua Pegunungan, Puluhan Orang Diamankan

Diduga pelaku pembakaran adalah massa aksi forum lintas masyarakat dan pemuda bersatu se-Kabupaten Tolikara.

Baca Selengkapnya
Mahasiswa Demo Soeharto, Kampus ITB ‘Diserang’ Tentara Misterius
Mahasiswa Demo Soeharto, Kampus ITB ‘Diserang’ Tentara Misterius

Pada 25 Januari 1978, operasi kilat berhasil membungkam sementara gerakan mahasiswa Bandung.

Baca Selengkapnya
Soeharto Marah Bisnis Anak-Cucu Diusik Wakil Presiden dan Jenderal
Soeharto Marah Bisnis Anak-Cucu Diusik Wakil Presiden dan Jenderal

Soemitro menyinggung soal anak-anak Soeharto dalam memonopoli bisnis.

Baca Selengkapnya
Apa Saja yang Terjadi saat Peristiwa Kudatuli hingga Nama Megawati Melambung
Apa Saja yang Terjadi saat Peristiwa Kudatuli hingga Nama Megawati Melambung

PDI sempat pecah jadi dua, antara Kubu Soejadi dan Kubu Megawati.

Baca Selengkapnya
September 1976, Saat Soeharto Bongkar Gerakan yang Ingin Melengserkannya dari Kursi Presiden
September 1976, Saat Soeharto Bongkar Gerakan yang Ingin Melengserkannya dari Kursi Presiden

Presiden Soeharto menegaskan pergerakan yang ingin menjatuhkan dirinya dari kursi Presiden dipimpin oleh tokoh bernama Sawito.

Baca Selengkapnya
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat
22 Desember 1948: Sjafruddin Prawiranegara Mendirikan Pemerintahan Darurat RI di Sumatra Barat

Berawal dari Agresi Militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, PDRI pun didirikan di Sumbar.

Baca Selengkapnya
Perintah Rahasia Letjen Soeharto ke Kostrad: Lindungi Mahasiswa yang Berdemo
Perintah Rahasia Letjen Soeharto ke Kostrad: Lindungi Mahasiswa yang Berdemo

Militer ada di belakang aksi-aksi mahasiswa pasca G30S/PKI. Ini pengakuan para jenderal saat itu.

Baca Selengkapnya
Potret Presiden Soeharto Pimpin Sidang Terakhir Kabinet Pembangunan II, Dikawal Ayah Jenderal TNI
Potret Presiden Soeharto Pimpin Sidang Terakhir Kabinet Pembangunan II, Dikawal Ayah Jenderal TNI

Potret Presiden Soeharto saat memimpin sidang terakhir Kabinet Pembangunan II viral menarik perhatian siapapun yang melihatnya.

Baca Selengkapnya
Kala SBY Tak Berkutik Diserang Surya Paloh
Kala SBY Tak Berkutik Diserang Surya Paloh

Panda yang penasaran akhirnya menemui Hendraman pada esok harinya tanpa memberi tahu kalau bertemu Sudi Silalahi sebelumnya.

Baca Selengkapnya
Berdarah Bangsawan, Jenderal TNI Dekat dengan Prajurit Berani Gebrak Meja di Depan Presiden
Berdarah Bangsawan, Jenderal TNI Dekat dengan Prajurit Berani Gebrak Meja di Depan Presiden

Kisah sosok jenderal TNI berdarah bangsawan yang pernah marah sampai gebrak meja di hadapan Presiden RI.

Baca Selengkapnya
Hasto PDIP: Saya Bandingkan Kekuasaan Soeharto dan Jokowi, Sebenarnya Ada Kemiripan
Hasto PDIP: Saya Bandingkan Kekuasaan Soeharto dan Jokowi, Sebenarnya Ada Kemiripan

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai ada kemiripan antara Soeharto dan Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mempertahankan kepemimpinan lewat Pemilu.

Baca Selengkapnya